An dan Xie

45 6 4
                                    

Pegunungan dalam panorama menjadi puncak dari samping.

An tidak bisa beralih, meski sadar mereka sudah beradu tatap. Bukan sedetik-dua detik, atau mungkin waktu yang berhenti, An terperangkap. Sorot dari dua bola mata itu serupa pagi, memenuhi dada An dengan hangat matahari yang masih mengintip dan sejuk embun yang tersisa. Baru kali ini, An dapati senyum ramah. An tidak perlu menengok hanya untuk memastikan ditujukan pada siapa senyum siswa itu, di belakangnya hanya deretan rak buku yang berdebu.

Siswa itu menganggukkan kepala, membuat An tersentak. Lantas gadis itu membalas sedikit kikuk, menunduk malu, dan mencoba kembali tenggelam dalam buku.

Pertemuan ini bukan pertama kali. An pernah melihatnya di lapangan. Penat hari itu mengantar An duduk di perpustakaan, samping jendela. Padahal langit biru jernih dan angin berembus pelan, hiruk-pikuk ada di setiap sudut sekolah, semua larut dalam festival tahunan, kecuali An. Pikiran yang selalu kusut dan semakin semrawut membuat An ingin menyendiri. Tidak ada yang menarik dari bisik-bisik tawa dan kata di luar sana. Namun, baru dua paragraf buku dibaca, gema gong menarik wajah An untuk melongok ke bawah.

Dari jendela di lantai dua, di tengah lapangan berkumpul beberapa siswa yang memakai kostum. Sebagian mengenakan pakaian zaman dulu yang sederhana dengan beberapa alat musik disusun di hadapan mereka. Sedang seorang yang lain berpakaian dengan hiasan dan aksesoris lebih mewah, ada tombak panjang dalam genggaman Si Lakon. An tidak tahu akan ada pertunjukan opera. Musik khas Tiongkok dimainkan, bersama dengan gerak Si Lakon yang tangkas mengayunkan tombak, dan dendang syair dari celah bibir Si Lakon yang nyaris tampak tidak bergerak, opera dimulai. An terpana.

An tahu wajah di balik riasan tebal itu adalah lelaki, meski terlihat cantik dan suara yang terdengar seperti perempuan. An sering menonton yang seperti ini, tetapi dia belum pernah melihat sorot itu. Si Lakon menatapnya yang duduk di samping jendela lantai dua, mengunci dalam kesan tegas dan lembut secara bersamaan. Hati An mulai kocar-kacir.

"Hai."

An terlonjak, sejak kapan ada di situ? Namun, cepat An menguasai diri. Sekilas melihat wajah dari seseorang yang berdiri di samping meja, kaku dia membalas sapaan itu. Tangannya tergerak otomatis melambai, secepat mungkin dia turunkan, disembunyikan dalam genggaman di atas paha. Tawa kikuk terlontar.

An mulai berkeringat dingin. Apa tindak-tanduknya terlalu mencolok? Selepas pementasan itu, gairah An yang sudah lama menguap memang terisi kembali. Sangat penuh, hingga turut meningkatkan semangat mencari tahu. Tidak disangka, mereka satu angkatan. Tidak disangka pula, sosok yang memancarkan ketenangan itu mengulurkan tangan.

"Aku Xie, siapa namamu?"

Jauh, dekat, tinggi, dan rendah tiada duanya.

An tidak lagi sendiri. Kali ini Xie menemani dengan banyak cokelat di meja mereka. Awal-awal mereka membuat janji bertemu di perpustakaan, Xie kesusahan membawa banyak amplop merah muda. Xie tidak keberatan dan malah meminta An turut membaca.

"Bisa kau berhenti pamer?"

Xie tertawa sembari membuka bungkus cokelat. Sejauh mengenal Xie, An jadi lebih leluasa meluapkan apa yang dirasa. Intonasi Xie yang ramah, ekspresi tulus yang jujur, dan tatapan lembut yang selalu menyajikan kenyamanan, An jadi lupa apa itu sungkan. Memang, dibanding bersama para otak encer di kelas, An lebih membutuhkan sosok yang tidak pernah melihat nama keluarganya.

Silsilah keluarga An memang tidak perlu diragukan. Kesohor akan otak cemerlang dan rupa memikat. Namun, An lahir tidak dengan kedua hal itu. Seumpama ayam dalam kawanan angsa, sekeras apa pun sayapnya mengepak, akan jatuh jua. Mudah bagi An sekadar jadi siswi di sekolah ini, yang membuat kedua kakinya tidak dapat menopang adalah menjadi penghuni kelas unggulan. Jalannya tidak semudah mendaftarkan nama, dia harus terbang dengan keringatnya sendiri. Ketika semua berhasil, undakan di hadapan semakin tinggi dan curam. Dia takut sayap ayamnya tidak mampu lagi bergerak.

School ExperienceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang