-06. Sad and Sorrow-

58 6 3
                                    

Sunoo tak bisa mengondisikan bagaimana tangisnya terus keluar dan membasahi wajahnya. Ia menjadi bisu, semua inderanya terasa mati. Namun, telinganya tak henti berdenging mendengarkan melodi yang enam belas tahun berputar di antara suara guntur dan hujan deras.

Kepalanya disentuh, ia tak mampu mendongak malah semakin tenggelam menundukkan kepalanya hingga buat topi yang dikenakannya terlepas ke lantai.

Dingin menyapa, pergelangan tangannya ditarik dengan lembut. Sialnya, lutut itu terangkat bersama kepalanya. Sial, sial, sial!

Barisan umpatan itu memenuhi seluruh relung hatinya. Ia mengikuti setiap langkah kecil di depan, layaknya lentera yang remang-remang menerangi. Sunoo terus mengiringi langkahnya, semakin dekat hingga ia pun kembali merasa terbiasa.

Kursi kecil berbantalan busa di depannya ia duduki. Tangan Sunoo dituntun untuk menyentuh tuts, sementara itu tangannya masih memegangi pergelangan tangan Sunoo dengan erat. Kini, manik mata cokelat Sunoo tampak semakin sendu, ketika telapak tangannya yang dingin menyelinap menyelimuti punggung tangan Sunoo.

Ia menggerakkan tangannya, menari di atas tuts yang dingin di antara jemari Sunoo yang gemetar. Sunoo menarik jemarinya, ia memeluk sukmanya dalam diam, sementara jemari itu masih menari dengan sendu. Memainkan melodi pilunya yang begitu dalam.

Sunoo membalik tubuhnya, memeluk aroma yang selalu mengancurkan isi kepalanya. Ia menangis tersedu-sedu, ia tak mampu menahan suara hatinya yang keos. Berteriak gila, di antara melodinya.

Mianhae, mianhae, mianhae!” kata Sunoo sambil meremas pakaiannya yang selalu aromatik dan hangat.

Melodinya semakin sesakkan dada. Sunoo menarik kedua tangan itu dari tuts, ia memeluknya.

Mianhae, jongmal mianhae!” Ia masih menangis, kedua bola matanya tampak temaram.

“Emm, aku yang minta maaf, aku selalu mengecewakanmu, permainan pianoku benar-benar jelek!” ucapnya sambil tertawa, guncang suaranya ketika air mata turut merinai pipi.

“Aku mengecewakanmu, lagi, lagi, dan lagi,” imbuhnya berbisik sambil memeluk Sunoo. Kini keduanya saling memeluk. Membahasi bahu satu sama lainnya dengan air mata.

Ne, neomu apayo, jinjja apayo! Gibun nappayo!” Sunoo mengaduh sambil sesekali menyesap udara di sekitarnya.

Wajah yang beberapa waktu ingin ia relakan dan lupakan. Wajah yang bahkan beberapa detik lalu ingin ia kubur dalam ingatannya yang paling gulita.

“Maaf, ya, aku terus mengingkari janjinya. Maaf, ya, aku bahkan belum menepati setiap janjinya. Maaf, ya, maaf jika selama ini aku benar-benar membuatmu terluka. Maaf, karena diamku diam-diam membuatmu menangis, Ddeonu-ya,” bisiknya sambil membelai kepala belakang Sunoo.

“Jahat! Jahat! Jahat!” Sunoo berteriak sambil memukulnya.

“Emm, aku memang jahat, kau boleh memukulku sepuasnya.”

Sunoo menyeka wajahnya sendiri, ia memandang wajah itu dengan sedikit mengernyitkan dahi. Ia menarik ingusnya sambil merajuk.

“Jadi temanku, titik.” Ia melotot.

“Emm.” Ia mengangkat kelingkingnya di depan hidungnya sambil tersenyum. Sunoo tersenyum lebar sambil kembali menangis tersedu-sedu.

“Aku pikir kau telah melupakan lagunya,” cicit Sunoo sambil mengucek-ngucek kedua bola matanya.

“Aku selalu memainkannya selama dua belas tahun ini. Aku selalu memainkannya.”

Sunoo merengut lagi, ia memukulkan bogem ke dadanya. “Tidak adil!” rengeknya.

INCOGNITO | SunJay FF | [END✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang