38 : :〻

1.2K 209 8
                                    

Aku tidak mengerti bagaimana semua ini bisa terjadi.

singkatnya, setelah pulang dari kediaman Countess Adrestea aku bertemu dengan Permaisuri. Sangat kebetulan sekali, ban depan kereta kuda kami mengalami kecelakaan ringan sehingga mau tidak mau aku menerima tawaran Permaisuri untuk bersinggah di toko dessert yang terkenal di ibu kota.

"Dessert di sini terkenal karena keunikan, mereka menyajikan manisan yang bisa mengeluarkan kepulan asap manis. Awalnya aku berpikir bahwa itu sihir, ternyata dugaanku salah." Permaisuri tersenyum kecil sembari menyesap teh coklat pekat.

Keningku menyerngit, dia menggunakan bahasa nonformal saat denganku?

Secara tak langsung Permaisuri menunjukkan batasan kekuasaan, yang berarti aku tidak ada apa-apanya tanpa adanya Itoshi Rin.

"Saya baru pertama kali datang ke sini." Tukasku lembut.

Namun, sepertinya Permaisuri tidak mempermasalahkannya. Kami mengobrol ringan satu sama lain, sesekali aku menyesap teh harum yang tidak meninggalkan bekas di indah pengecap.

Hingga suasana nyaman ini membuatku lupa jika Permaisuri adalah orang licik yang menatap manusia lain sebagai alat, diukur dari berguna atau tidak berguna. Sedari tadi aku menikmati pembicaraan sebab wanita itu tak menyinggung perkara sensitif atau menyentil egoku.

"Ah, ngomong-ngomong Duchess apakah Duke Rin telah mendapat ingatannya kembali?" Tanya Permaisuri menatapku intens.

Kedua alisku mengerut, "Duke Rin baik-baik saja,"

"Aku mengatakan ini karena ingin membantu," Kedua mata peraknya mengerling. "Seandainya aku berkata jika terdapat batas waktu dalam penanganan kutukan keluarga Itoshi hingga menyebabkan kematian, apakah kau tetap bungkam?"

sekujur tubuhku menegang, sontak kedua irisku menatap tidak percaya ke arah wanita yang tengah santai menyuapkan makanan ke dalam mulutnya.

"Apa maksud anda?"

"Duke Rin bisa kehilangan segalanya jika kutukan itu dibiarkan begitu saja," Balasnya singkat, terkesan tidak peduli namun menatap penuh perhitungan.

Lihat saja gaya bicaranya yang setinggi langit, andai saja kalau ada pisau pasti sudah aku potong lidah manisnya itu. Akan tetapi, jika yang dikatakan Permaisuri benar nyatanya maka tidak ada gunanya lagi aku hidup dan berada di dunia asing ini.

Hidup sebagai orang lain, berbicara seperti 'Tanpa nama. Mulai dari suasana, rumah, gaya makanan, orang-orang di sekitar bahkan rumahku...

Apakah aku punya rumah?

Bagaimana bisa kembali jika semuanya terasa asing? Di dimensi yang membuatku menjadi seorang antagonis dan akan dihukum mati untuk membayar kejahatannya. Memangnya apa yang salah? Aku hanya ditakdirkan menjadi penjahat, bukan berarti aku ingin menjadi buruk di hadapan siapapun.

"Hosh... Hosh...."

"Kau baik-baik saja?"

Aku mengangguk pelan, memegangi dadaku yang naik turun tidak karuan. Ini bukan saatnya terlihat lemah dihadapan Permaisuri.

"Bagaimana anda melakukannya?" Tanyaku pelan, "Mengembalikan ingatan Duke Rin."

"Cukup mudah, kita hanya perlu mengumpulkan ramuan herbal yang letaknya di kawasan Utara, di sana ada kerabat jauh jadi urusan pengiriman serahkan saja padaku," Ujar Permaisuri.

"Ramuan herbal itu akan dicampur dengan teh dan harus diminum 3x sehari."

Oh, mirip takaran saat minum obat.

"Saya mengerti,"

Tanganku mengangkat cangkir seraya menatap lurus ke arah Permaisuri. Tatapan yang tak gentar dan haus akan validasi.

JADI ISTRI DUKE?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang