Herdi serius soal menarik tunjangan Arden. Arden hanya memilik mobilnya sekarang. Seluruh kartunya ditarik. Dia tidak bisa mendaftar kuliah. Herdi dan Shana bahkan tidak mau repot-repot mengurusnya. Sekarang Arden hanya mengantar jemput Aya sekolah. Aya tidak mau berbicara dengannya, tapi tidak menolak tindakannya. Arden tahu semua gara-gara ciuman kemarin, tapi Arden tidak menyesal sedikitpun.
"Pergilah mendaftar kuliah sebelum terlambat." Melisa berbicara dari bak cuci piring. Arden padahal hanya ingin mengambil minuman dingin. Sekarang dia harus mendengarkan kebaikan Melisa yang mungkin bercampur duri. Semua manusia munafik. Arden benar-benar membencinya.
"Tante tidak akan membicarakannya dengan Papa kamu."
"Aku tidak berminat untuk menuruti kemauan Tante."
"Bagus jika kamu merasa berhutang budi, tapi Tante serius. Bukannya Tante peduli kepada kamu, tapi gelar itu memang penting. Kamu mungkin punya kekuasaan, tapi kamu akan diremehkan jika pendidikan kamu lebih rendah daripada yang lainnya. Kamu mungkin juga tampan dan bisa menghasilkan uang dari itu, tapi kamu akan menua. Kamu akan kehilangan wajah itu dan membutuhkan sesuatu yang pasti untuk mendapatkan pekerjaan."
"Kuliah atau tidak, belum tentu menjamin seseorang mendapat pekerjaan."
Melisa memutar tubuh dan memandangnya jengkel.
"Kalian anak-anak kota memang dangkal sekali. Bahkan sejak SD Aya sudah tahu bagaimana memastikan masa depannya dengan baik. Dia terus menciptakan prestasi dan sekarang dia bisa mendapatkan beasiswa dengan mudah dimanapun."
"Sekarang Tante menceramahiku seperti orangtua yang benar, padahal seharusnya Tante yang menjamin masa depan Aya. Seharusnya Tante punya cukup uang sehingga Aya tidak perlu mengkhawatirkan masa depannya sejak kecil. Seharusnya saat itu Aya hanya perlu bersenang-senang."
"Kamu pasti punya barang-barang mahal untuk mendaftar kuliah. Bijaksanalah, jangan menyesal di kemudian hari. Itu benar-benar tidak berguna."
"Ah, benar. Seharusnya aku berkuliah agar setara dengan putri Tante. Dia menyukai laki-laki cerdas, kan."
"Tante mengenal Aya, Arden. Kamu bukan tipenya. Tipe Aya adalah Reo. Laki-laki itu sudah menemaninya sejak kecil. Dia menyukai Aya dan tahu Aya dengan benar."
"Benar, Reo tahu Aya dengan benar. Dia tahu Aya menyukainya, jadi dia berpikir dia bisa mencium Aya seenaknya dan bahkan menidurinya."
"Apa yang kamu katakan, Arden?"
"Tanyakan saja pada Aya, ah tidak. Aku tidak akan membiarkan Tante memukuli Aya lagi."
Arden menceritakannya. Dia tidak menambah atau mengurangi cerita. Begitulah yang ia ketahui. Meskipun Melisa tampak curiga, tapi wanita itu juga terguncang.
Well, 1-1. Itu bayaran, karena Melisa mengusiknya.
▪️🎧•🎀•♟️▪️
Sudah pukul dua belas, tapi Aya belum pulang. Aya bilang hari ini dia akan pulang bersama Mira. Arden mengizinkannya untuk kali ini saja. Sekarang Arden menyesali keputusannya. Seharusnya dia menjemput Aya saja.
"Den, lo harus lihat ini." Dave meneleponnya. Berbicara terburu-buru sehingga Arden merasa ada yang tidak benar dari cowok itu.
"Sumpah, parah banget! Anjing! Dimana videonya, sih!"
"Ada apan?"
Kalau cuma gosip anak-anak sekolah, Arden malas. Paling-paling Dave mau melapor siapa yang keterima di PTN atau sejenisnya.
"Hilang, anjir! Yang mana satu, astaga!"

KAMU SEDANG MEMBACA
RED | Step Sister [END]
RomantizmArden itu paling ganteng se-SMA Tanjuaya. Tumbuh dengan kepercayaan bahwa semua cewek menyukainya membuat Arden menjadi cowok yang gampang mematahkan hati perempuan. Sekarang targetnya adalah Gaia atau yang biasa disapa Aya. Adik tirinya sendiri ya...