Al 2. Luka

65 13 16
                                    

Sebelum lanjut baca utamakan Klik gambar bintang ⭐ yang ada di bawah dulu ya👌.

~▪︎~▪︎~

"Lupa akan rasa? Tentu tidak, karena pada sejatinya perasaan ini masih sepenuhnya pada ia yang belum bisa dimiliki. "

-Riyan Al-Ghifari.


"Happy Reading🌾"
...

Matanya menelisik kesetiap sudut dari bangunan bercat Cream mungkin ini hari terakhir ia tinggal di pesantren yang sudah membawa perubahan dalam hidupnya. Tempat ini menyisakan kenangan tentang dirinya dan Rifki, tempat ini juga dimana ia merasakan sebuah rasa yang selalu ia pendam selama tiga tahun terakhir tanpa terungkap pada sang gadis. Harapan dan niatnya harus ia buang jauh karena gadis itu telah dalam khitbahan sahabatnya sendiri.

Diri ini mungkin telah mengatakan ikhlas, namun berbeda dengan hati yang selalu menginkan dirinya. Yah kalimat itu yang bisa menggambarkan perasaan Riyan sekarang.

Ia sudah siap akan pamit kepada keluarga ndalem untuk kedua kalinya setelah kemarin ia mengutarakan niatnya akan keluar dari pesantren.

"Yan!..  tunggu."

Riyan yang mendapatkan namanya disebut oleh seseorang yang sudah ia hafal, hanya diam di tempat tanpa berniat untuk membalikan posisinya.

Kini Riyan berhadapan dengan Rifki. Tatapan keduanya bertemu, tapi Riyan menatap datar lawan bicara di hadapannya. "Ada apa ki?" tanya Riyan to the point, tak mau berlama lama berintraksi dengan Rifki karena ketika ia melihat Rifki rasa marah selalu menguasai dirinya. Entahlah jangan salahkan Riyan karna hal ini.

"Bisa bantu saya membagikan bingkisan ini untuk para ustadz?"

"Minta tolong ke yang lain aja Ki, gue cape mau istirahat!"

Rifki menatap punggung Riyan yang kian menjauh meninggalkan tempat tadi, ada apa dengan sahabatnya? Mengapa akhir-akhir ini terkesan menjauh dan diam.

Sory Ki, Gue belum bisa terima keputusan lo yang udah Khitbah Ara..

🍂🍂🍂

"🎧Runtuh ~ Feby putri 🎶 "


Suara mesin Elektrokardiograf (EKG) memenuhi seisi ruangan. Hening..   itulah yang dirasakannya saat ini.

Seseorang yang sangat berarti dalam hidupnya tengah terbaring dengan menutup matanya. Alat pembantu pernapasan dan beberapa alat yang menempel di tubuhnya sudah setia menopang hidupnya. Berat rasanya jika melihat sosok Ayah yang selalu ada menemaninya terbaring lemah, tangannya menyentuh tangan yang kulitnya kian mengendur.

Bagaimana bisa pihak rumah sakit baru mengabarinya kemarin? sedangkan ayahnya sudah dirawat sedari tiga hari yang lalu.

"Riyan gak siap kalo harus kehilangan lagi."

Riyan hanyalah seorang pria yang tumbuh dewasa tanpa dekapan kedua orang tua, dia tidak lebih dari anak piatu yang kurang akan kasih sayang sosok ibu juga ayah.

Ayahnya sibuk bekerja hingga melupakan keluarga, datangnya kerumah hanya sebatas mengambil barang yang ia perlukan. Kedatangannya tak luput memicu pertengkaran antara Ayah dan Bundanya. Wajar jika karena itu dia kurang akan kasih sayang ayahnya, bahkan ketika keduanya bertemu tak pernah Riyan merasakan bagaimana rasanya bermain dengan sosok ayah, untuk pertanyaan menanyakan kabar saja belum pernah ia dapatkan dari ayahnya. Sosok ibu yang seharusnya menyayangi anaknya-pun tak pernah ia rasakan, bundanya sibuk akan dunianya. Bunda membenci kehadiran dirinya, bundanya tak pernah mau dirinya lahir dari rahimnya.

AlghifTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang