Al 3. Meet up

44 7 8
                                    

"Mungkin ucapannya telah membohongi rasa, namun dirimu menampakan sebuah luka."

-Riyan Al-Ghifari-
.
.
"Happy Reading 🌾."

Suasana riuh di dalam Cafe tak membuat hati dan pikirannya menjadi tenang, kepalanya sesekali terangkat mencari seseorang yang sedari tadi ia tunggu. Penampilannya berubah 180° dari biasanya ia di pesantren. Kemeja putih serta celana panjang yang menggantikan posisi sarungnya setiap hari membuatnya terkesan berbeda.

Pandangannya menatap lurus objek dihadapannya dengan tatapan kosong, orang yang ingin menemuinya tak kunjung datang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pandangannya menatap lurus objek dihadapannya dengan tatapan kosong, orang yang ingin menemuinya tak kunjung datang. Tatapannya turun pada sebuah surat undangan yang baru saja ia terima dari sahabatnya, Rifki. Senyum nanar penuh luka menghiasi wajahnya, nama disana sudah terpampang jelas bahwa itu nama sahabatnya dengan orang yang ia cinta. Sesakit ini buat ngikhlasin.. batinnya, seraya tertawa hambar.

Kepalanya terangkat saat derap langkah terdengar mendekatinya. Tanpa disangka gadis itu memeluknya begitu erat seraya tersenyum kegirangan. Riyan yang mendapatkan perlakuan yang mendadak membuatnya tak bisa menghindari pelukan dari gadis itu.

"Khem ..."

Gadis yang menyadari ketidak nyamanan orang yang berada dalam dekapannya melepaskan pelukannya. Ia sadar jika sekarang ia dan seseorang dihadapannya telah berbeda, ia hanyalah gadis biasa yang masih mengumbar auratnya dengan tidak memakai hijab, sedangkan orang itu sudah bersetatus seorang santri dari 5 tahun setelah ia memutuskan kuliah di luar negri.

"M-maaf, refleks.." ucapnya mampu di jawab anggukan kepala oleh lawan bicaranya.

"Duduk."

Gadis itu mengikuti perintah Riyan. Dia Alya Maheswari Gadis kecil yang tak sengaja bertemu dengan Rifki dan Riyan, hingga menjalin persahabatan di antara ketiganya. Alya gadis berusia 22 tahun itu baru saja menyelesaikan pendidikan S1-Nya di luar negri hingga membuatnya berpisah dengan kedua pemuda yang sudah seperti Kakak sendiri, namun berbeda dengan anggapan Alya terhadap Riyan.

"Biasa aja kali liatinnya. Alya gak berubah dan gak akan pernah berubah," ungkapnya saat menyadari Riyan yang memperhatikannya sedari tadi.  

Riyan mengalihkan pandangannya ke objek lain.

Alya baru mengetahui kabar jika Riyan sudah tidak tinggal di pesantren lagi kemarin, hal itu hingga membuat ia nekat untuk mengajak Riyan dan Rifki untuk bertemu. Namun Rifki tidak bisa hadir karena sibuk dengan persiapan pernikahannya yang tinggal menghitung hari, ia hanya meminta maaf dan memberikan surat undangan pernikahan pada dirinya.

Riyan menatap surat undangan di tangan Alya. Ia hafal itu surat undangan yang sama dengan yang sedari tadi ia pegang.

"Rifki?"

Alya mengikuti arah pandang Riyan, ia mengangguk sebagai jawaban, meski sempat bingung dengan pertanyaan Riyan.

Riyan menghempaskan punggungnya pada punggu kursi, suara nafas berat keluar dari dirinya. Kepalanya mendongak menatap plafont Cafe.

AlghifTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang