AL 6. Maaf untuk Ayah

40 18 21
                                    

"Mungkin ia tak pernah menunjukan rasa kasih sayang dan pedulinya, namun ingat satu hal! Yang dipikirkanmu belum tentu selamanya benar."

-Riyan Al-Ghifari .

Hayooo sebelum lanjut, klik bintang itu tuh, tuhh tuhh..

"Happy Reading 🌾"

.
.

Riyan berlari dengan langkah lebarnya, menuruni satu persatu anak tangga yang menuju ke lantai bawah. Tak peduli dengan nasibnya yang akan terkilir atau tergelincir dari tangga, yang ada di pikirannya saat ini hanyalah bertemu dengan ayahnya.

Riyan membuka pintu bercat putih itu dengan cukup kuat hingga membuat seseorang yang sedang merebahkan tubuhnya di atas kasur persakitan tak jadi memejamkan matanya.

Dengan langkah cepat Riyan langsung mendekat ke arah ayahnya lalu memeluknya cukup kuat. "Makasih ya Allah kau telah memberi hamba kesempatan untuk kembali bertemu dengan ayah hamba dalam kondisi yang lebih baik." Ucapan syukur keluar dari dalam hati Riyan yang masih setia memeluk ayahnya.

Tanpa disadari senyum Khali terbit di sela-sela memeluk putranya. Begitu banyak penyesalan yang ia rasakan, begitu banyak rasa salahnya pada putra semata wayangnya. "Maafin ayah .. maafin ayah." Riyan menggeleng tidak setuju. "Harusnya Riyan yang minta maaf Ya, Riyan salah. Maafin Riyan Yah."

Khali melerai pelukan hangat putranya lalu menyeka air mata yang keluar dari sudut netra putranya." Kamu gak salah! Ayah yang salah. Selama ini ayah terlalu sibuk dengan kerja dan kebahagiaan kamu. Sampai Ayah gak sadar ternyata bukan cuma uang yang kamu butuhkan, tapi kasih sayang seorang ayah pada anaknya yang lebih kamu butuhkan," ujar Khali kembali memeluk Riyan. Riyan kaku dengan di liputi rasa sedih yang ia rasakan, ia masih menikmati pelukan seorang ayah. Sosok yang sejak kecil ingin ia rasakan kasih sayangnya, sosok yang selalu orang lain sanjung sebagai seorang pahlawan di keluarganya.

"Maafin Ayah, Ayah belum bisa jadi Ayah yang baik buat kamu. Maaf karena Ayah gak pernah temenin kamu sampe tumbuh jadi pria sedewasa ini."

Riyan tersenyum menatap wajah Ayahnya yang masih terlihat pucat. "Bagaimanapun Ayah tetep Ayah yang terbaik buat Riyan."

🍂🍂🍂

"Makasih."

"Buat?"

"Makasih karena lo udah jagain Ayah tadi." Alya mengangguk. "Santai. Kaya ke siapa aja," ujar Alya dengan senyum manisnya.

Saat ini keduanya tengah berada di Rooftop rumah sakit. Menikmati memilir angin malam yang terus mengenai wajah, seraya melihat lampu dari gedung-gedung yang menjulang tinggi. Di bawah sana jalanan ibu kota masih ramai kendaraan dengan sedikit kemacetan.

Riyan menoleh pada Alya yang masih pokus melihat ke depan memperhatikan lampu-lampu yang menghiasi setiap gedung. "Pulang Al."

"Hah?!" Alya memalingkan pandangannya ke arah Riyan.

"Pulang."

Alya diam seperti sedang memikirkan sesuatu, bibirnya setia ke pinggir seolah ikut berpikir. "Em, Gue boleh nginep disini aja gak? Temenin lo di rumah sakit." Riyan menolak cepat. Mana mungkin ia mau membiarkan Alya ikut tidur di rumah sakit menjaga Ayahnya, selain memang ia tidak mau merepotkan Alya, ia juga bingung jika Alya menginap sedangkan dia dan Alya berbeda.

"Engga Al, pulang ya!"

"Semalem aja ya? Boleh, pliss.." tawar Alya belum menyerah.

Alya sebenarnya kesepian di rumahnya sendiri, itulah sebabnya ia meminta untuk menginap di rumah sakit. Jujur setelah ia kembali dari luar negri kemarin, saat ia menginjakan kaki di rumahnya lagi terasa benar-benar hampa.

Momy dan Dady- nya telah resmi bercerai tahun lalu, dan perihal rumah? Mereka tidak pernah ada yang Pulang ke rumah itu, walaupun hanya sekedar melihat kondisi rumah atau membayar para pekerja di rumah. Setelah perceraian itu hidup Alya semakin tanpa arah. Kesehariannya hanya di isi ke kosongan, dan trauma yang di torehkan kedua orang tuanya.

Saat kelulusannya bulan kemarin. Kedua orang tuanya tidak ada yang datang menghadiri wisudanya atau datang ke Apartemen sekedar memberi selamat pada anak mereka yang baru menyelesaikan pendidikan S1-nya .

"Engga Al, lo harus pulang," tolak Riyan.

Alya memasang raut sedih di hadapan Riyan. Riyan yang melihatnya hanya bisa pasrah menghembuskan nafas. "Cuma satu malem!"

Alya tersenyum sumringah. "Yeay.."

"Makasih abang Riyan ganteng ," rayu Alya sambil menyolek dagu Riyan. Riyan bergidig sendiri di perlakukan seperti itu. "Mimpi apa punya temen kaya gini?"

"Yaudah yuk," ajak Alya yang sudah berdiri hendak turun ke bawah.

Riyan hanya menyahut dan ia ikut berdiri melangkah bersamaan dengan Alya. Alya diam-diam senyum di belakang bahu tetap Riyan."Yan, sampe kapan lo bakal terus perhatian terus sama Gue? Apa setelah lo tau soal perasaan Gue, Lo bakal jauhnya gue?"

🍂🍂🍂

Hallo akhirnya kita ketemu lagi😁.

Aduh mau bilang apa ya tadi, lupa ey..

Ini gimana konsepnya kok bisa lupa mau bilang apa. Yaudah lah, See you part selanjutnya yaw.

Ig : wp.Ray_ol
Tt : Ray_ol

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 02 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

AlghifTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang