BAB 3

39 5 0
                                    

Rumah tingkat dua yang didominasi warna putih dengan sentuhan warna hitam itu adalah tempat di mana Maira dibesarkan. Pekarangan di balik tembok kokoh bercat putih, dihiasi berbagai jenis bunga yang indah, segar, dan menyejukkan mata. Mama sangat pandai merawat tanaman. Setiap bunga yang dirawat selalu tumbuh subur, seakan-akan bahagia dan mendambakan sentuhan tangan mama. Rumput hijau yang selalu tampak segar dan terpangkas rapi pun tidak pernah luput dari sentuhan mama.

Di sudut tembok pekarangan, terdengar kicauan merdu dari beberapa pasang love birds yang berada dalam sangkar besar berwarna putih. Papa sangat menyukai segala jenis burung, terutama love birds. Menurut papa, burung berukuran kecil itu menggambarkan kepribadian papa yang selalu setia pada pasangan.

Papa selalu menjunjung tinggi kesetiaan sebagai bukti besarnya cinta papa pada mama. Papa adalah panutan bagi Maira, dan ia berharap bisa mendapatkan seorang pria seperti papa. Beruntung, saat ini Maira memiliki Ben, yang ia yakin adalah jawaban dari doa-doanya.

Setelah memarkirkan mobil di depan gerbang rumah orang tua angkatnya, Maira dan Ben pun segera keluar. Sambil bergandengan tangan, mereka berhenti di depan gerbang tinggi dan kokoh berbahan dasar kayu berwarna cokelat tua. Maira langsung menekan bel rumah, dan tak lama kemudian terdengar derap kaki dari balik pagar.

"Neng Maira!" sambut Bi Ijah riang, saat melihat dirinya dari balik gerbang, "sudah lama nggak ke sini, Neng."

"Iya, Bi. Kangen deh sama Bi Ijah," sahut Maira ringan sambil tersenyum hangat. Setelah gerbang terbuka, ia langsung memeluk Bi Ijah yang sudah merawatnya dari kecil.

"Eh, Mas Ben juga datang," ucap Bi Ijah dengan senyum ramah.

"Selamat malam, Bi," balas Ben diiringi senyum hangat.

"Mama sama Papa lagi ngapain, Bi?" tanya Maira.

"Lagi nonton, Neng," jawab Bi Ijah sambil menutup gerbang.

Mereka segera menapaki beberapa anak tangga menuju pintu kayu kokoh berwarna hitam, yang langsung membawa mereka ke ruang tamu. Sebuah meja bundar yang berada di tengah satu set sofa hitam, terlihat begitu kontras di ruangan berdinding putih bersih. Ruang tamu dan ruang TV dipisahkan oleh sebuah pemisah ruangan berbentuk rak cantik yang berisi berbagai macam pigura foto―kebanyakan berisi foto masa kecil Maira―dan patung-patung kecil yang terbuat dari keramik. Dari sela-sela rak, Maira bisa melihat kemesraan mama dan papa yang sedang asyik menonton TV.

"Mama, Papa," panggil Maira ceria.

Mama, yang sudah tak sabar ingin bertemu dengan Maira, langsung beranjak dari sofa, lalu bergegas menghampiri dan memeluknya. Maira tenggelam sejenak dalam hangatnya pelukan mama. Ia sangat merindukan pelukan ini. Pelukan penuh cinta yang selalu membuat Maira tenang, yang langsung membawanya kembali ke masa kecil nan bahagia.

Cukup lama mereka berpelukan, sampai akhirnya papa datang menghampiri dan membelai lembut rambut Maira. Dengan senyum hangat yang selalu menghiasi wajah, Mama mulai melepaskan pelukan dan memberi ruang bagi papa yang langsung memeluknya. Dengan tarikan napas panjang, Maira menghirup dalam-dalam aroma parfum papa yang khas. Seketika itu pula, kerinduan yang menyelimutinya beberapa hari ini, hilang dalam sekejap.

"Kamu baik-baik saja, Nak?" tanya papa tanpa melepas pelukan.

"Baik, Pa," jawab Maira sambil tersenyum kecil di dalam pelukan, "bagaimana kabar Papa dan Mama?"

"Baik, Nak. Kami baik-baik saja," jawab papa lembut sebelum mengecup ujung kepala Maira. Papa melonggarkan pelukan, lalu menatapnya sejenak dengan penuh kehangatan. Perlahan-lahan, Maira mulai melepas pelukan papa hanya untuk menatap Ben yang berdiri tepat di belakangnya, kemudian menggenggam tangan pria itu. Ben pun segera menjabat tangan papa dan mama yang menerima kehadirannya dengan tangan terbuka.

A Struggle Heart - The 'A' Series No. 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang