BAB 8

26 5 0
                                    

Mereka tiba di area parkir Bandar Djakarta, Ancol. Semangat dan kebahagiaan, membuncah di dada Maira yang sudah siap untuk bertemu keluarga besar Ben. Maira keluar dari mobil, begitu juga Ben. Pria itu terus menggenggam tangannya saat berjalan menuju restoran, sampai akhirnya mereka bertemu seorang pria berusia lima puluhan bertubuh gempal yang memiliki wajah ramah dan suara riang.

Ben menjabat tangan pria itu dan mengenalkannya pada Maira. Pria itu adalah salah satu paman Ben. Mereka bertiga pun melanjutkan perjalanan menuju barisan meja yang sudah dipesan. Terlihat beberapa orang sedang asyik bercengkerama riang dan akrab. Mata Maira tertuju pada ibu Ben yang duduk manis di kursi roda dan sedang berbicara dengan wanita berusia lima puluhan yang berpenampilan cantik dan elegan.

Ben terus menggenggam tangan Maira, menuntunnya ke arah meja, di mana ibu Ben duduk. Tatapan hangat wanita itu menyambut kedatangannya. Senyum manis pun terukir di wajah yang sudah tidak muda lagi. Maira sedikit terkejut dengan perubahan sikap Ibu Ben karena terakhir kali ia ingat, wanita itu cukup dingin padanya.

Maira mencoba menepis kerisauan dalam hatinya. Ia tidak ingin sikap ibu Ben malah merusak momen berharganya saat ini. Dengan raut ceria, Ben memanggil seorang pelayan, sementara Maira duduk di tempat yang sudah disediakan, tepat di samping Ben. Pelayan tersebut segera menghampiri.

"Ada apa, Ben?" tanya Maira setelah Ben berbisik pada si pelayan.

"Nggak ada apa-apa," jawab Ben tersenyum lebar, tampak menyembunyikan sesuatu, lalu mengecup punggung tangan Maira dengan lembut.

Tak lama kemudian, si pelayan yang sebelumnya berbicara dengan Ben, datang membawa sebuah buket bunga melati yang sangat indah, lalu meletakkannya tepat di hadapan Maira. Ia menatap Ben dengan raut bingung terutama saat pria itu berdiri dan memberi isyarat kepada beberapa orang yang ada di sana. Semua orang pun mulai diam dan memusatkan perhatian pada Ben.

"Selamat sore semua!" sapa Ben semangat. Maira memperhatikan sikap dan raut Ben yang terlihat begitu percaya diri, bangga, serta ceria.

"Saat ini, saya mengundang saudara-saudara semua dengan maksud dan tujuan tertentu. Seperti yang sudah saya ceritakan pada Paman tertua beberapa hari sebelumnya, saya bermaksud untuk mengenalkan seorang wanita yang sangat saya cintai—selain Ibu saya, tentunya," ucap Ben lancar, lalu mengulurkan tangan pada Maira sambil tersenyum. Ia menerima uluran tangan itu dan berdiri.

Ben menarik Maira mendekat, lalu melingkarkan tangan di pinggangnya. Wajah Maira sontak merona ketika menerima perlakuan mesra itu. Ia memang sudah sering berada di muka umum untuk mempresentasikan pekerjaan. Namun, mempertunjukkan kemesraan di depan keluarga adalah hal baru bagi Maira. Pandangan hangat serta senyum bahagia yang keluarga Ben berikan, tertuju kepada mereka berdua.

"Wanita ini adalah Maira. Dialah yang akan menjadi calon istri dan pendamping hidup saya," lanjut Ben sambil menatap matanya dalam-dalam. Kehangatan langsung memenuhi dada Maira, tersentuh akan keberanian serta tatapan penuh cinta yang Ben tunjukkan padanya. Ketika Ben menoleh ke arah tamu undangan, Maira melirik sekilas ke arah ibu Ben. Perasaan hangat kembali menyelimuti dadanya saat melihat senyum bahagia menghiasi wajah wanita itu.

"Saya ingin memperkenalkan wanita cantik ini kepada keluarga besar, dan memohon restu demi kelancaran persiapan kami dalam menyusun rencana pernikahan yang akan dilaksanakan dalam waktu dekat," lanjut Ben semangat.

Tatapan tegas, senyum bangga, dan pelukan erat di pinggang Maira, menunjukkan betapa Ben bersedia menerjang apa pun demi memperjuangkan kebahagiaan mereka. Maira terus memperhatikan wajah Ben dan sesekali melempar pandangan ke keluarga besar, yang menerima kehadirannya dengan mudah. Maira, yang begitu tenggelam dalam kebahagiaan, tidak mendengar dengan jelas apa yang Ben katakan.

A Struggle Heart - The 'A' Series No. 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang