Bertemu lagi dengan tempat ini. #6

220 22 1
                                    

Taufan meninggalkan Halilintar yang terdiam, Taufan berlari keruang tamu karna memang yang lain sudah menunggu ia disana. Sesampainya diruang tamu, terlihat dia berlinang air mata. Dari tadi Taufan menahan tangisnya saat berinteraksi dengan Halilintar.

"Kerja bagus fan!" Ucap Gempa bangga

Taufan tidak kuasa menahan tangisnya, tanpa ia sadari air matanya perlahan mulai jatuh membasahi pipinya. Suara isakannya terdengar jelas, ia tak pernah sejahat itu pada Halilintar.

"Udah fan, cuma sehari doang kok. Habis itu kita minta maaf sama - sama ya?" Sopan seraya memeluk Taufan yang sedang terisak, hatinya pedih. Taufan bisa dibilang yang paling sayang dengan Halilintar.

Sementara keadaan Halilintar sendiri juga sama seperti Taufan, ia terdiam dan mencoba menahan tangisannya itu.. tetapi tentu saja ia tidak bisa menahannya lebih lama. Lalu berlari pergi kelantai dua sambil mengusap air matanya yang terjatuh dengan lengannya. Disana dia dihadapkan dengan kedua adik kembarnya yang memang sedang menunggunya, Mata mereka bertemu. Kedua anak kembar itu menatapnya dengan sinis.

"Dasar cengeng, memang kakak sulung ga becus yang bisanya cuma nyuruh - nyuruh. Lo pembunuh, lo yang bunuh bunda sampe - sampe ayah ninggalin kita dan ambil semua hartanya. Ya ga Blaze?" Ice seraya menepuk pundak Blaze dengan pelan, menandakan Ice ingin ia menambah kata - katanya.

"Iya, bagusnya kak Taufan atau kak Gempa aja yang jadi kakak sulung. Lo ga sudi ada dikeluarga ini tau ga?! Bunda kehilangan nyawa karna lo, dan lo seenaknya ambil alih harta bunda? Huh, Memang anak sialan lo." Blaze mengulang perkataan Ice, ia maju kehadapan Halilintar. Dan hampir menamparnya, tetapi Ice menarik pundaknya.

"Kau terlalu berlebihan Blaze! Mundur!" Bisik Ice

Blaze mundur karna ice menyuruhnya agar tidak berlebihan dengan kakak sulungnya, "Bebas lo kali ini, besok - besok gw gaakan biarin lo lewat dengan muka kosong tanpa lebam. Gw mau banget ngebunuh pembunuh." Ucap Blaze dengan dendam dimatanya.

"Ayo, Pukul aja. Sampe mati kalau bisa."

Halilintar merentangkan kedua tangannya, menyuruh adiknya untuk membunuhnya. Karna memang ia yang membunuh sang Ibunda. Halilintar tidak masalah dijadikan pelampiasan, asal adiknya tidak mempunyai dendam dengan ia lagi.

"Ck, lu ngerusak mood gw aja bangsat! Ayo ice kita pergi!"

Dibalas anggukan oleh Ice, lalu mereka pergi kelantai satu untuk bertemu saudaranya yang lain.

"Sumpah lu keterlaluan Blaze." Ice bergumam pelan.

Blaze yang baru saja melangkah masuk ruang tamu langsung menarik kursi dan duduk, ia tau. Amarahnya tak terkendali tadi.

"Maaf, gw kelepasan" Blaze penuh penyesalan.

Beralih ke Halilintar, ia berlari kelantai tiga alias kekamarnya. Benar saja, Asma Halilintar kambuh.

"Sudahku duga, aduh sakit bet dada.. kenapa harus kambuhnya sekarang sih.."

Halilintar dengan tenaganya yang tersisa mencoba mencari inhalernya yang hilang, setelah dicari sekitar lima menit. Tak ada hasil. Halilintar menyerah dengan menyandarkan dirinya dikasur, mencoba mengatur nafasnya tetapi tidak membuahkan hasil. "Terpaksa gw harus ngelakuin ini.." Benar, Halilintar pingsan disamping tempat tidur.

Sore harinya, Mereka tidak melihat Halilintar sama sekali. Mereka sudah mencari ke berbagai tempat dan hasilnya nihil, Halilintar tidak ada disana.

"Kalian udah cek kamarnya? Mungkin Kak Hali lagi dikamar" Ucap Gentar sambil mencari Halilintar, Taufan membalas "Belum, ayo coba cek. Gw khawatir."

Mereka semua naik kelantai tiga satu - persatu, Taufan yang sudah sampai mencoba mengetuk pintu. Namun tidak ada balasan, ia mencoba mengintip lewat jendela. Ia melihat kakaknya yang tak berdaya disamping kasur.

Kau lah Kakak Terbaikku! (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang