Zayna teringat, jadwal dokter ahli Bedah Tulang khusus tulang belakang di RS Sumitra hanya ada di tiap hari Selasa per pekannya. Pelayanan poliklinik hanya buka dari pukul 8 pagi hingga 11 siang, sedangkan ia masih ada jadwal perkuliahan.
Kebetulan karena Zayna sudah memasuki tahap skripsi, perkuliahannya sekarang hanya tambahan saja. Ia masuk di Blok Elektif. Ia bisa memilih dua mata kuliah dari beberapa pilihan. Ada marketing, leadership, teaching, alternative medicine, kolaborasi kesehatan dan okupasi. Menarik, bukan? Sampai bikin Zayna bingung mau pilih yang mana.
Salah satu impiannya, yang pasti ingin menjadi seorang dosen. Zayna memilih teaching. Tinggal satu lagi. Mau yang mana ya? Marketing, dia kurang tertarik dengan dunia bisnis. Leadership, tampaknya dia sudah cukup bosan dengan dunia ini sejak melanglang buana berorganisasi di beberapa daerah di Indonesia. Alternative medicine, seru juga, bisa belajar “keseimbangan” antara kimia dan herbal (alami). Siapa tahu, nanti bisa jadi bahan edukasi ke pasien hihi, pikir Zayna.
Kolaborasi kesehatan, mau sih, rame ketemu teman-teman dari jurusan kedokteran lain; keperawatan, kesehatan masyarakat dan psikologi. Bisa sambil berbagi dan berdiskusi terkait dunia kesehatan. Tapi, lokasinya di luar kota, daerah Garut. Sedangkan Zayna di Jatinangor. Apalagi Zayna seorang anak tunggal, mana rela orangtua Zayna untuk pergi seorang diri berkendara ke luar daerah? Tentu ayahnya yang protektif, was-was bila Zayna harus bolak-balik ke sana. Okupasi, menarik juga, apalagi bagi yang berminat jadi dokter perusahaan. Wah, asik banget tuh. Tapi, Zayna engga tertarik. Akhirnya, ia memilih alternative medicine sebagai topik yang kedua. Didorong oleh teman-temannya yang “bintang kelas”, semakin memotivasi Zayna biar bisa ikut ketularan pintar. Hihihi, dasar Zayna. Tapi betul juga, ya.
Pertemuan perdana kelas Almed, singkatan alternative medicine, membuat Zayna dag dig dug. Macam mau ujian komprehensif. Dia masih belum tahu banyak soal topik ini. Ditambah, teman-teman sekelasnya dominan pintar. Insecure lah ia. Tapi ia berpikiran positif, melawan rasa ketidakpercayaan dirinya; kalau gitu, deketin aja temen yang pintar! Gumam Zayna.
Seorang wanita dengan tinggi 155 sentimeter, berkerudung lebar, berpakaian syar’i, dengan sepatu sandal, berkacamata, memasuki ruangan kelas Zayna. Ternyata Bu Sari. Beliau pengajar di mata kuliah Almed.
“Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh, pagi adik-adik.” buka ibu Sari dengan ciri ketegasannya.
“Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh, pagi buu..” jawab kami bersahutan.
“Hari ini, hari pertama di kelas alternative medicine ya. Selamat datang ya kalian, semoga bisa mengikuti pelajarannya dengan baik.”
“... Untuk adik-adik semua, kita akan memulai kelas dengan membuat minuman tradisional. Tentu kalian sudah pasti pernah mengonsumsinya. Minuman tradisional ini adalah jamu. Tidak asing lagi, bukan? Ibu sudah membawa beberapa bahannya. Untuk pancinya, juga sudah disediakan ya. Sebelumnya, ini ada pembagian kelompok. Harap dari kalian, tentukan masing-masing ketuanya, lalu perwakilan kelompok bisa mengambil alat bahan yang dibutuhkan.” jelas ibu Sari panjang lebar.
Waw, bikin jamu! Seumur hidup Zayna belum pernah melihat proses pembuatan jamu. Membuat dirinya excited akan hal itu.
Tiba-tiba, notifikasi Whatsapp di gawai Zayna berbunyi. Ada pesan dari ibunya.
“Nak, hari ini kan hari Selasa. Kamu jadi tidak konsultasi ke dokter spesialis di Sumitra?”
“Kamu kan masih kelas, kalau izin sebentar bisa tidak? Nanti ibu yang daftarin buat ke polikliniknya nak.”
“Kalau nanti-nanti takutnya baru bulan depan kontrolnya. Kan Selasa depan tanggal merah.” tiga pesan berderet dari ibu ke Zayna.Zayna yang membaca pesannya, setengah ragu dengan keputusan ibunya. Hari ini baru pertemuan pertama di kelas elektifnya, tapi dia belum bisa full mengikuti perkuliahannya. Akhirnya, dia coba bertanya ke temannya yang “bintang kelas” tadi, Yanti. Untungnya, sesuai harapannya; mereka satu kelompok. bu Sari mengelompokkan sesuai abjad. Huruf Y dan Z berdekatan, jadi lah ia dan Yanti menjadi satu. Hahaha..
“Coba dulu aja, Zeh. Siapa tahu ibu Sari ngebolehin..” ucap Yanti yang lemah lembut. Iya, Zayna dipanggil dengan sebutan Izeh oleh teman dekatnya. Asal-usulnya Zayna juga kurang ngerti.
“Hmm, kalau kamu gitu, aku coba deh! Makasiih ya Yaan..” jawab Zayna yang sudah tidak ragu lagi mendengar Yanti. Zayna pun mencoba memberanikan diri meminta izin kepada Bu Sari.
“Ibu, permisi, saya Zayna.. Mohon maaf bu, hari ini saya ada jadwal konsultasi untuk skoliosis saya di RS Sumitra. Apakah saya boleh untuk izin sebentar bu?” mohon Zayna.
“Oh iya, baik kalau begitu. Silakan ya Zayna.” Alhamdulillah! Mendengar jawaban Bu Sari, akhirnya Zayna bersiap-siap untuk ke RS. Tak lupa ia membalas pesan ibunya bahwa sudah diizinkan Bu Sari. Selesai berkemas, ia pamit dengan Yanti dan teman sekelompoknya. Ia lihat sudah ada gula yang dipanaskan di panci. Sepertinya ingin membuat gula merah. Emm enak banget. Sayangnya Zayna belum bisa icip-icip dulu. Ia pun berangkat ke RS Sumitra yang jarak dari kampusnya hanya berkisar 3 menit.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Perjalanan Mengejar Cahaya
General FictionZayna dan saudaranya, lahir dari keluarga religius dan harmonis, berjuang menggapai impiannya masing-masing. Namun, mereka harus menghadapi berbagai ujian dari Allah; kelainan, kehilangan dan keputusasaan. Akankah takdir ini menjadi salah satu jalan...