KARTU MERAH

0 0 0
                                    

Happy reading

Kamila dan Umi yang sudah berbaikan dan menuju kembali ke ruang pasien bersama usai dari kantin rumah sakit. Rencananya memang hari ini mereka menginap. Kebetulan Bulik Asih memang sudah diperbolehkan untuk pulang sore nanti.

"Semoga lekas sembuh ya, Bu, segera pergi ke dokter jika mengalami gejala-gejala yang saya terangkan tadi," nasihat Antonio.

"Baik, Dok," jawabnya dengan senyum segenit mungkin. Antonio mengangkat jempol atas respons Bu Asih.

"Dok, udah punya istri belum?" tanya Bu Asih dengan nada jahil.

Antonio menggeleng, ia tak enak hati menjawabnya karena pertanyaan Bu Asih sudah mengarah ke rana privasi.

"Kalau calon?"

Antonio menggeleng cepat dengan masih mempertahan- kan senyum ramah.

"Pacar?"

Antonio kembali menggeleng untuk yang ke berapa kali. Pak Bambang sudah malu dengan kelakuan istrinya yang usil dan genit dari pertama dirawat oleh dokter tampan itu.

"Cemburu sih tidak. Malu iya," gumam Pak Bambang dalam hati.

"Kebetulan, itu keponakan saya masih single. Dokter mau nggak?" tunjuk Bu Asih pada Kamila yang baru datang. Seketika itu mata Kamila mendelik tajam. Ia yang ditunjuk merasa malu dengan kelakuan buliknya itu. Sedangkan, Antonio tersenyum mendengarnya.

"Doakan, semoga yang terbaik dan disegerakan ya, Bu," mohon Antonio dan langsung diamini dengan antusias oleh seluruh penghuni kamar. Sontak Kamila mendelik horor.

"Lah Maksudnya apaan coba ngomong begitu di saat banyak orang." Sepertinya Kamila mulai terserang penyakit gede rasa.

Antonio lalu izin pamit dari ruangan tersebut. Sedangkan, Kamila diam-diam mengikuti dari belakang.

"Dokter!" panggil Kamila.

"Iya, bisa saya bantu?" tanya Antonio menawarkan diri.

Kamila sedikit gugup untuk orang yang sudah mengambil sesuatu yang berharga darinya. Antonio terlihat santai jika dibandingkan dengan Kamila yang sekarang gugup setengah Mati.

"Anda masih ingat saya, kan?"

Antonio memalingkan wajah senyum miring terkesan jahil itu menggambarkan sesuatu yang tak biasa. "Siapa ya?" Dehemnya mengarahkan pandangannya kembali menghadap Kamila. Bohong kalau ia lupa dengan wanita yang ternyata masih gadis di depannya ini.

"Itu, yang bulan lalu di Taman Bungkul." Kamila mencoba mengingatkan agar Antonio mengingat kejadian tersebut. Pasalnya saat ini, ia seperti orang berpikiran mesum yang hanya ia sendiri mengingatnya pada kejadian tak lulus sensor itu.

"Yang mana ya?" tanya Antonio masih pura-pura lupa.

Sungguh wajah gadis di depannya ini sudah merah padam menggemaskan.

"Lupakan!" pungkas Kamila menyerah. Percuma saja Kamila menjelaskan, dirinya sudah terlanjur malu. "Tapi saya berterima kasih karena Anda, saya gagal tunangan."

Antonio syok berat mendengarnya, sampai menutup mulut. Entah iya harus prihatin atau menyelamati diri sendiri karena gagalnya pertunangan gadis di depannya ini. Makin lebar saja jalan menuju Roma.

Namun, ketimbang itu semua, ia lebih penasaran, kenapa gadis ini berterima kasih padanya? Seharusnya marah lebih masuk akal.

"Berterima kasih apanya nih? Gagal tunangan atau dapat itu?" Oke, Antonio sudah tidak steril otaknya, ____ "Kenapa berterima kasih?" tanya Antonio mungkin gadis ini mau menceritakan tentang dirinya.

Kapan NikahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang