☆゚.*・ bertemu ☆゚.*・

15 5 0
                                    

Tiga orang terus menangis dengan tubuh Chenle mereka baringkan di tengah. Mark menutup bagian kepala temannya itu dengan jaket milik Chenle.

"Sekarang kita harus gimana?" tanya Winter mengusap pipi membersihkan air matanya dari sana

"Kita ga ada pilihan lain selain nunggu di sini untuk dapat bantuan," ucap Mark pasrah.

"Chenle kenapa bisa ... meninggal?" tanya Karina pelan.

Mark yang mulanya menunduk perlahan mengangkat kepalanya, menatap Chenle lalu Karina.

"Gue ga tau, dia udah meninggal begitu kita nemuin dia. Tapi gue rasa, Chenle meninggal karena benturan dari batu," jelas Mark saat menemukan Chenle tadi dengan keadaan bagian kepala dan lengannya berdarah. Sudah dipastikan temannya itu meninggal karena kehabisan darah.

Mark mengacak rambutnya kasar lalu bangkit dan menendang pasir tak bersalah itu dengan kasar pula. Teriakan kekesalan laki-laki itu keluarkan seolah-olah semua rasa bersalahnya ikut menghilang terbawa udara.

"Oppa," panggil Karina menghampiri Mark dengan bantuan Winter di sisinya.

"Lo jangan merasa bersalah terus, dong. Kita juga ngerasain hal yang sama atas kejadian ini. Ga ada yang bisa disalahkan di sini. Jadi, stop!" pinta Karina.

Winter mengangguk, "Iya, sekarang kita harus bisa bertahan sampai ada bantuan dan mungkin kita bisa bertemu yang lain," tuturnya.

"Kalian bisa berdua di sini?" tanya Mark.

"Lo mau ke mana?" tanya Karina.

"Gue harus cari yang lain sekaligus lihat-lihat sekitaran sini siapa tau ada rumah warga, kan, kita bisa minta tolong," jelasnya.

"Tapi kita ga tau pulau ini dan kayaknya cukup luas. Kalau kita juga terpisah, gimana?" cemas Karina.

"Gue janji bakalan balik lagi, gue ga akan pergi jauh," Mark meyakinkan kedua temannya. Sebenarnya ia juga tidak tega meninggalkan mereka apalagi keduanya perempuan terlebih lagi ada yang terluka tapi ia harus mencari bantuan bagaimana pun juga atau mereka akan mati di sini.

Setelah menyetujui keputusan Mark, merekapun berpisah. Karina dan Winter kembali ke tempat mereka tadi dan Mark pergi mencari bantuan.

"EONNI! WINTER!" Kedua perempuan yang dipanggil namanya itu menoleh dan melihat Ning Ning sedang berlari ke arah mereka diikuti Jisung di belakangnya memegangi perut kanan bawahnya.

Ning Ning terus berlari ke arah Karina dan Winter sembari mengusap air matanya yang menetes mengenai pipi. Begitu sampai ketiganya langsung berpelukan erat.

"Lo ga terluka, kan?" tanya Winter mendapat anggukan dari Ning Ning.

"Cuman, Jisung ... " Ning Ning menoleh ke belakang. Jisung menghampiri mereka dengan wajah pucat, tidak jauh berbeda dengan kondisi Karina.

"Paha eonni kenapa?" tanya Ning Ning yang baru sadar akan luka Karina.

"Ngga apa-apa, ayo ke sana." ajaknya.

Karina kini berjalan dengan bantuan Winter dan Ning Ning sedangkan Jisung berjalan sendiri, katanya ia bisa berjalan lebih baik dari Karina jadi menyuruh Ning Ning ikut membantu Karina.

"Ini siapa yang tidur?" tanya Jisung begitu mereka sampai.

Karina dan Winter saling bertatap dan diam selama beberapa saat. "Chenle," ucap Karina.

"Nih anak bukannya nyari yang lain malah tidur. Bangun woi!!" teriak Jisung menendang kaki Chenle namun tak ada balasan. Mereka menganggapnya lelucon karena Chenle selalu saja menutupi bagian kepalanya saat ia sedang tidur, katanya tidak ingin wajahnya terlihat dan juga Chenle sering berpura-pura tidur jika ada situasi penting.

"Chenle." Panggil Jisung lagi dan tetap tidak mendapat jawaban.

Karina dan Winter yang dari tadi mencoba menahan air mata sudah tidak bisa lagi. Ning Ning dan Jisung yang melihatnya menjadi bingung, apa yang terjadi?

"Kenapa?" tanya Jisung.

"Chenle ... Chenle udah meninggal."

DUARRR

Rasanya ada tembakan besar yang baru saja mengarah ke jantung Ning Ning dan Jisung. Perasaan yang aneh bercampur aduk menjadi satu dalam waktu yang sama. Otak mereka berputar secara paksa memikirkan kata-kata Karina.

"Ga, ga mungkin. Lo bercanda, kan?" tanya Jisung berlutut lalu mengambil jaket yang menutupi tubuh bagian atas Chenle.

Entah sudah berapa liter air mata yang mereka habiskan atas kejadian mengerikan ini. Kehilangan teman dan terluka.

Jisung yang memang lebih banyak menghabiskan waktu dengan Chenle langsung memeluk tubuh temannya itu, kesedihan yang sangat sedih itu tidak bisa ia sembunyikan.

Di sela-sela tangisnya, Jisung tiba-tiba mengingat perkataannya saat di atas kapal ketika ia mengobrol dengan Jaemin.

"Hyung, kalau kapal ini tenggelam, kita bakal mati ga, ya?"

Dan Jisung sangat menyesal telah mengucapkan kalimat itu, nyatanya salah satu temannya benar-benar meninggal karena kejadian kapal tenggelam itu.

IslandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang