~♡ Karina ~♡

18 4 0
                                    

Mark berhenti sejenak memegang lututnya untuk menumpu badannya yang sudah kelelahan. Sudah cukup jauh ia mengitari area sekitar namun tak juga menemukan satu orang pun, bahkan ia tidak melihat adanya rumah di sini, bahkan kapal di lautan sana pun tidak ada.

Sebenarnya tempat apa ini?

"Hyung!!" teriak Renjun berlari menghampiri Mark.

"Lo gapapa, kan?" tanya Mark dibalas anggukan dari Renjun.

"Lo, sendiri?"

"Bertiga, di sana ada Gisel sama Haechan tapi mereka masih pingsan jadi gue pergi buat cari bantuan." Renjun memberi informasi.

"Ya udah, kita ke sana."

Mark dan Renjun segera menuju tempat Gisel dan Haechan berada. Dua manusia itu masih tergeletak di atas pasir dan belum juga sadarkan diri, Renjun yang dari tadi berusaha membangunkan merekapun menjadi frustasi sendiri, untungnya ia bertemu dengan Mark.

"Hah, akhirnya sadar juga nih bocah," lega Renjun begitu Haechan tersadar dengan mengeluarkan banyak air dari mulutnya.

Haechan yang baru sadar langsung bergerak gusar, memeriksa bagian tubuhnya satu persatu, takut-takut jika ada yang terluka namun untungnya tidak ada.

Plak

Satu pukulan di kepalanya membuat Haechan menatap kesal ke arah pelakunya, siapa lagi kalau bukan Renjun.

"Uhukk ... uhukkk,"

Mereka menatap Gisel yang juga baru saja sadar, Mark membantu gadis itu memposisikan dirinya dalam posisi duduk.
Gisel menatap sekeliling, tangannya memegang kepalanya pusing. Pertanyaan umum yang biasa orang-orang keluarkan begitu sadarkan diri dan berada di tempat asing keluar dari mulut gadis dengan rambut panjang kecoklatan agak bergelombang itu.

Tanpa mendapat balasan dari teman-temannya Gisel sudah mendapat jawaban, ia menghela napas lega menyadari dirinya selamat dan tidak menjadi santapan hewan laut di sana.

"Ohh iya, Hyung, lo sendiri?" Kini berbalik Renjun yang bertanya.

"Ga, gue berempat ada Karina, Winter sama ... Chenle," ucap Mark pelan di akhir, ia tidak ingin memberitahu mereka soal Chenle sekarang, ia harus mengajak mereka untuk mencari bantuan di sekitar sini, itu juga akan sangat membantu Chenle nantinya.

"Gue mau nyari bantuan jadi nyuruh mereka nunggu di sana," sambungnya membuat tiga orang tersebut mengangguk.

"Ya udah kita ke sana," ajak Haechan bangkit sambil membersihkan celananya dari pasir yang menempel.

"Bentar, kita harus cari bantuan di sekitar sini, siapa tau ada orang lain," jelas Mark.

"Gue sih ga masalah, lo bisa ga, Sel?" tanya Haechan.

"Bisa-bisa aja, ke mana?" tanya Gisel turut menyetujui.

"Kayaknya lo ga usah deh," ucap Renjun.

"Kenapa? Karena gue cewek? Santai aja kali,"

"Nanti lo ngerepotin kita, gabung aja sana sama yang lain," suruh Renjun.

"Kalau gitu kita berpencar aja ya, kalian berdua ke sana," Mark menunjuk Renjun dan Haechan bergantian lalu menunjuk arah selatan dengan dagunya.

"Gue sama Gisel ke arah sini," tunjuk Mark ke arah utara.

"Nanti lo gabung sama yang lain aja," Mark menatap Gisel.

"Kita ketemu di tempat Karina dan yang lain. Kalau kalian rasa udah pergi terlalu jauh dan belum nemu apa-apa juga, balik." tegas Mark membuat Haechan dan Renjun mengangguk paham.

Setelah perbincangan singkat itu akhirnya mereka berjalan ke arah yang sudah disepakati bersama. Renjun dan Haechan ke arah selatan sedangkan Mark dan Gisel ke arah utara. Sepanjang perjalanan perasaan Mark terus diselimuti rasa gelisah, ia tidak tahu harus menjelaskan bagaimana kepada Gisel tentang Chenle.

Sementara itu di tempat yang mereka janjikan untuk bertemu, Winter sedang memainkan pasir dengan ranting kecil yang ia dapatkan. Matanya menatap kosong ke depan. Ia duduk berjejer dengan Ning Ning dan Jisung di sebelah kanannya, sementara Karina ia biarkan berbaring di pangkuannya karena kondisi gadis itu semakin melemah. Tubuh Chenle mereka letakkan di belakang mereka bertiga karena tidak ingin terus menerus melihat tubuh tak bernyawa milik teman mereka itu.

"Winter, itu Aeri eonni bukan, sih?" tanya Ning Ning menyipitkan matanya menatap orang yang sedang berlari menuju ke arah mereka diikuti Mark di belakang gadis itu.

"Emang dia, kan, yang cewek cuman kita berempat," ucap Winter membuat Ning Ning menggaruk pipinya, pemilihan katanya memang tidak tepat.

"Kalian baik-baik aja, kan?" tanya Gisel merangkul tubuh Ning Ning dan Winter, ia belum menyadari keberadaan Chenle di balik tubuh teman-temannya itu. Mark menghampiri Jisung lalu menepuk pelan lengannya membuat sang empu sedikit kesakitan karena itu lengan yang terluka.

"I'am sorry,"

"Karina, paha kamu kenapa?" tanya Gisel memegang paha Karina yang makin mengeluarkan banyak darah. Karina tidak menjawab, keringat yang terus keluar di permukaan kulitnya serta wajahnya yang sudah sangat pucat sudah cukup menjadi jawaban kalau ia merasa sangat kesakitan.

"Jaemin," gumam Gisel.

"Kalian lihat Jaemin, ga?" semuanya mengangguk.

"Kan, dia yang paling suka rawat-rawat luka begini, pasti dia juga bisa bantu Karina,"

Jaemin salah satu di antara mereka memang sangat ingin menjadi seorang dokter namun karena tuntutan orang tua yang malah menyuruhnya menjadi seorang jaksa membuat Jaemin terpaksa mengikuti perkataan orang tuanya. Meski begitu Jaemin tidak ingin mengubur keinginan terbesarnya itu secara percuma, ia sering mencari-cari di internet seputar dunia medis. Membaca beberapa kasus medis yang ia dapat di internet dan mencoba mendiagnosa penyakit.

Jika kata-kata seperti, "cinta pertama tidak akan bisa dilupakan" tidaklah benar menurut orang lain, menurut Jaemin 6 kata itu adalah sesuatu yang sepenuhnya benar untuknya. Setiap kali temannya menanyakan apakah ia sudah melupakan cinta pertamanya itu, Jaemin selalu konsisten dengan satu jawabannya.

Tidak.

Kini mereka harus berusaha agar bisa membantu Karina mengurangi pendarahan di paha Karina, bisa-bisa ia juga akan tiada karena hal yang sama dengan yang terjadi pada Chenle.

Kehilangan banyak darah.

IslandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang