☞ diskusi ☜

10 5 0
                                    

haloo?? maaf ga up kelanjutannya beberapa hari ini, semoga yang baca masih ingat alurnya, hehe.

happy reading

*****

Renjun dan Haechan kembali ke tempat yang mereka sepakati tadi, cukup jauh dari tempat mereka saat pertama kali tersadar. Keduanya terlihat lesu tak ada semangat hidup setelah tidak menemukan apapun di pulau ini.

Mereka terjebak.

"Teman-teman!" teriakan Ning Ning menyapa telinga mereka, ternyata mereka berkumpul di sana. Ada Jisung juga yang turut berdiri menyambut kehadiran mereka.

"Guyss," tegur Mark berlari kecil bersama Gisel di sebelahnya, mereka datang di waktu yang bersamaan. Seperti biasa mereka bertukar kabar satu sama lain lalu lagi-lagi Karina mengambil alih perhatian Renjun dan Haechan yang baru menyadari kalau teman mereka itu terluka namun belum menyadari keberadaan tubuh seseorang di belakang teman-temannya.

Karina yang tadinya hanya berbaring kini duduk bersandar di bahu Winter. Wajahnya masih pucat.

"Gue mau ngomong sesuatu," ucap Mark setelah bertatapan dengan empat temannya yang sudah tau.

"Apa?" tanya Renjun.

"Chenle," Mark berhenti, ia tidak ingin mengucapkan kalimat dengan makna yang sama untuk kedua kalinya.

"Chenle udah ga ada," lanjutnya dengan suara lirih. Air matanya lolos begitu saja.

"Hah? Maksudnya?" tanya Haechan.

"Chenle meninggal," ucapnya masih menunduk.

Renjun dan Haechan yang mendengar itu terdiam bak patung sedangkan Gisel menutup mulutnya yang sudah menganga dengan tangan.

"Terus dia di mana?" tanyanya.

Seolah ada benda berat 1000kg yang bergelantungan di tangan Mark membuatnya berat hanya untuk mengangkat tangannya menunjuk keberadaan Chenle. Tiga orang itu mengikutinya, Gisel yang merasa aneh dengan sesuatu di balik sana sejak tadi langsung menerobos antara Jisung dan Ning Ning.

Ia mengangkat jaket hitam yang biasa Chenle kenakan dan benar saja, kulit Chenle yang sudah putih kini bertambah putih ditambah bibirnya yang pecah-pecah.

"Dia kehilangan banyak darah, Sel." Info Mark sebelum Gisel menjadi emosional.

"Kenapa? KENAPA LO GA SELAMATIN DIA? KENAPA!!???" Gisel bangkit lalu  memukul-mukul dada Mark.

"KENAPA LO GA SELAMATIN DIA ... KENAPA." Tubuh Gisel terjatuh ke permukaan pasir, pipinya sudah banjir air mata.

"Udah, lo jangan ribut-ribut, kasihan Chenle," ucap Renjun menutup kembali bagian atas Chenle dengan Jaketnya.

Ning Ning mendekat lalu memeluk tubuh Gisel, keduanya menumpahkan air mata yang sudah keluar begitu banyak.

Awan hitam mulai menutupi langit biru, mereka menyalakan api menggunakan batu dan beberapa kayu kecil. Itu menjadi salah satunya penerangan dan juga untuk menghangatkan tubuh mereka.

8 orang duduk melingkar dengan api di tengah-tengah mereka. Mulai dari Mark ke kanannya ada Karina yang bersandar di bahunya, lalu Winter dan Ning Ning yang saling merangkul satu sama lain, di sebelahnya ada Jisung yang sudah merasa baikan lalu ada Haechan dan Renjun yang hanya menundukkan kepala menatap kobaran api, terakhir ada Gisel menatap kosong ke lautan, posisinya membelakangi api dan beberapa temannya.

"Sekarang kita harus gimana? Nunggu bantuan?" tanya Gisel menatap rembulan yang menampakkan dirinya di atas sana.

"Cuman itu yang bisa kita lakuin sekarang." balas Mark.

"Tapi kalau ga ada siapapun yang datang dalam beberapa hari, gimana?" tanya Gisel lagi.

"Ga ada pilihan, kita harus survive di sini. Mau ga mau." balas Mark.

"Hyung, kalau kita masuk ke dalam hutan ... aman ga, ya?" tanya Jisung.

"Ke hutan?" ulang Haechan.

"Iya, siapa tau kita bisa dapat sesuatu," lanjut Jisung.

"Tapi kita ga tau di dalam sana ada apa, kalau ada hewan buas gimana?" Ning Ning was-was.

"Kayaknya ga ada deh, gue tadi sempet masuk sih sama Gisel dan ga nemu apa-apa," Gisel mengangguk membenarkan ucapan Mark.

"Kalau gitu kita harus bikin tempat berlindung, di dalam hutan mungkin ga sedingin di sini tapi kita harus jaga-jaga kalau kalau ada hujan." Mereka mengangguk mendengar Jisung.

"Jadi semuanya setuju, kan, kita masuk ke hutan?" ulang Renjun. Lagi-lagi mereka anggukkan kepala.

"Kita pergi besok, saat ini ga memungkinkan." Tangan Mark bergerak mengusap lembut kepala Karina yang berada di bahunya. "Lo bisa tahan, kan? Besok kita usahain ada tempat yang mungkin lebih baik," tanya Mark mendapat anggukan kepala kecil.

Pada malam ini mereka mencoba untuk beristirahat sejenak dengan pemandangan laut serta rasa dingin yang menjalar di seluruh permukaan kulit. Mereka harus bisa melewati malam ini.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 22 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

IslandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang