CHP. 8

42 21 8
                                    

- BOTOL PENAWAR RACUN -

***

[ illustrasi kamar Arlan ]

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

[ illustrasi kamar Arlan ]

***

Keesokan harinya, kondisi Arlan masih sama. Hanya perubahan fisik saja yang semakin mencolok. Rambutnya memutih total, sampai para tabib kebingungan karena hal seperti itu adalah pertama kalinya dalam sejarah.

Maverick menjenguk sang Kakak, dengan membawakan satu botol suatu cairan di kantongnya. Terlihat para pelayan kebersihan sedang bertugas dalam ruangan itu, sementara Maverick duduk di kursi yang berada di sisi ranjang.

Tampak keraguan di wajahnya, sembari melihat botol yang telah dia rebut dari sosok berjubah hitam itu sebelumnya. Botol tersebut mungkin penawar racun, Maverick hendak memberikannya kepada Arlan.

Kemarin, sebelum bertarung dengan sosok tersebut mereka sempat berbincang tentang racun, sosok itu mengakui bahwa dialah yang telah membubuhi racun ke hidangan Arlan. Maverick menawarkan perjanjian, alih-alih ingin penawar racun tadi. Karena kesal merasa dikelabui, sosok itu murka dan menangkap Maverick lalu membantingnya dengan keras ke sudut ruangan.

"Maverick!" panggil seorang gadis di sampingnya.

"Ah, Evangeline. Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Maverick kepada gadis tadi yang rupanya sang Adik.

"Biasa. Mau jenguk kakak, dong!" jawabnya, tersenyum. Maverick hanya menganggukkan kepalanya.

"kemarin itu ... menyeramkan sekali, lho. Aku dengar badanmu terluka akibat benturan keras, sekarang sudah baikan, belum?" tanya Eva khawatir, dia menatap Maverick, penuh rasa khawatir.

"Masih belum, tapi aku akan segera pulih, tidak apa-apa."

"Aku kemari untuk menjenguknya sebentar saja, dan memberikan ini." ujar maverick seraya menunjukkan botol tersebut kepada Eva.

Maverick mulai menceritakan semuanya kepada sang Adik, Evangeline terlihat begitu syok mendengar kejadian yang menimpak kakaknya.

"Dan ini mungkin penawar racunnya. Atau setidaknya, itulah yang dikatakannya. Aku sendiri masih ragu, sih." tandas Maverick.

Evangeline mengambil botol tadi, dia melihat secara rinci tiap sudut botol itu. Dia membuka tutup botol tersebut dan mencium aroma cairan di dalamnya, "aroma ini ... entah kenapa terasa familiar. Kurasa, ini aman, kak."

"Kenapa tidak coba saja dulu?" celetuk Eva, menyarankan.

"Coba saja katamu? Bagaimana jika itu memperburuk keadannya? Lagipula, aku mendapatkannya justru dari pelaku sendiri." lempar Maverick, kesal.

"yah ... Kalau tak mencoba kita tak akan tahu, bukan? Kak Arlan dulu juga berkata demikian." jawab Evangeline lagi.

Mendengar hal itu, Maverick memutuskan untuk memanggil seorang tabib untuk memastikan keamanan isi botol tersebut. Ajaibnya, tabib itu juga setuju akan botol penawar racun tadi.

"Namun, saya rasa, ini hanya akan mengurangi efek racunnya saja, Tuan Muda. Jika anda hendak memberikannya pada Tuan Muda Arlan, maka itu tak apa."

Setelah diyakinkan sang adik dan tabib, pada akhirnya Maverick setuju. Maverick menopang kepala sang kakak sementara Evangeline menuangkan cairan dari botol itu ke mulut Arlan.

Dengan segenap harapan di lubuk hati para adik yang merindukan seorang kakak sulungnya, tetes demi tetes cairan itu diberikan, hingga kemudian hari, terdengar berita gembira ke penjuru istana.

"Tuan muda Arlan telah siuman!"

"Tuan muda Arlan telah siuman!"

"Tuan muda Arlan telah siuman!"

Seru seorang pelayan melaporkan hal tersebut kepada Baginda Ratu. Wanita berambut pirang panjang yang terurai itu bergegas menuju kamar sang Pangeran.

Setelah sampainya di sana, semua orang telah berada di ruangan itu. Terlihat Evangeline yang menangis haru dalam pelukan sang kakak. Sementara Maverick hanya bisa berdiri, karena punggungnya masih sakit.

Sang Ibu pun tak sanggup menahan tangisnya, dia langsung mendekap Arlan, mengelus rambutnya dengan lembut. Keluarga kecil itu kembali berkumpul. Pelayan dan para pekerja lainnya di istana yang menyaksikan hal itu turut bersuka cita.

Sampai pada titik di mana sang Adik menyadari, "Kak Arlan, kenapa kakak diam saja?" tanya Eva, khawatir.

"kalian ini ... Siapa?". Pertanyaan Arlan itu bagai petir yang menyambar di cuaca cerah, membuat suasana menjadi terdiam beku.

"Rupanya masih bisa bercanda, ya." celetuk Maverick, tapi hatinya berfirasat buruk.

"Maaf, ini di mana?" ucap Arlan lagi.

Kebahagiaan yang tadi di rasakan, dengan sekejap mata sirna, membawa duka yang baru. Sejauh mana pemuda itu melupakan segalanya? Seberat apa perasaannya saat itu? Tak ada yang tahu, bahkan dirinya sendiri.

***

Asing. Sangat asing. Rasanya aku pernah di sini, namun rasanya sangat asing. Mengapa kepalaku sangat sakit begitu mencoba mengingat segalanya? apa yang telah terjadi pada ku sebelumnya ...

"Arlan!"

Siapa dia? Aku tak begitu mengenalnya. Suara-suara berisik itu terus menghantui kepalaku. Sangat menganggu. Apa sebaiknya aku tidur kembali saja?

Tanpa disadari badanku tumbang kembali, aku kehilangan keseimbangan. Tangan-tangan mereka mencoba meraih ragaku yang terasa rapuh, tapi aku tak kuasa menahan tubuhku yang berat ini.

Suatu citra yang buram, dilatari suasana ramai orang-orang yang terasa familiar bagiku, tapi juga begitu asing. Sayup-sayup aku mendengar orang-orang memanggil sebuah nama. Namaku?

"Arlan, sadarlah!"

Kemudian semuanya luruh dari pandanganku ...

***

Don't forget to support the Author with vote, comment and share.

All is very appreciated.

- Story & art
Yamada.
- Co-writer
Pyu & Azhar.

Throne Wars Beneath The MoonlightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang