Bab 2

15K 258 7
                                    

Happy Reading!

Arin duduk di atas kursi kayu sembari memangku keris kecil yang tadi diberikan ibunya.

"Tutup matamu!" titah Bu Syati lalu mulai membaca mantra.

Arin yang tidak tahu apapun hanya menurut dan menutup matanya setelah itu dapat ia rasakan guyuran air di atas kepalanya.

"Telan sedikit airnya!"

Arin kembali menurut dan menelan air yang menetes di wajahnya.

Pukk pukk pukk

Bu Syati kemudian memukul seluruh tubuh Arin dengan daun bunga Kelayu berwarna merah.

"Kabulkan permintaan kami!" ucap Bu Syati lalu menutup tubuh Arin dengan kain putih dan sekali lagi mengguyur air yang sudah dicampur dengan bunga tujuh rupa.

Arin bisa mencium aroma wangi yang menguar dari tubuhnya. Aroma yang sangat menyengat.

Setelah selesai, tubuh Arin dililit dengan kain berwarna merah lalu diminta untuk memegang sebuah lilin.

Bu Syati meminta suaminya masuk.

"Ikuti bapak, Rin!" ucap pak Hasmun lalu melangkah keluar dari dinding kain yang dibuat untuk mandi pembuka ritual.

Arin melangkah dengan susah payah mengikuti ayahnya di belakang. Jalanan gelap yang hanya diterangi cahaya bulan dan lilin di tangan Arin.

Setelah berjalan beberapa saat, pak Hasmun akhirnya berhenti lalu berbalik menatap Arin.

"Pergilah dan temukan pondok kecil di samping pohon beringin." ucap pak Hasmun membuat Arin menelan ludahnya kasar lalu melangkah maju.

"Magadha Ji akan mendatangimu dengan sosok yang ia inginkan." ucap pak Hasmun lalu melangkah pergi sedang Arin segera berjalan maju menuruti perkataan ayahnya.

Jderrrr

"Arghh" Arin mendongak dan menatap langit yang bergemuruh.

"Sepertinya akan hujan." gumam Arin lalu melangkah semakin cepat mencari keberadaan pondok yang dikatakan ayahnya.

Drassss

"Arin membuang lilin di tangannya yang sudah mati lalu berlari tak tentu arah. Keadaan malam ini sangat menakutkan bagi Arin.

"Bapak." teriak Arin ketakutan lalu berlari sangat cepat. Karena keadaan yang gelap, Arin tidak bisa melihat jalanan hingga akhirnya kakinya tersandung sesuatu.

Brukk

"Engh sakit."gumam Arin lalu mencoba untuk bangun namun ternyata ia tidak jatuh ke tanah melainkan di atas tubuh seseorang.

Jderrr

Arin melotot kaget. Berkat kilat tadi, ia bisa melihat wajah seorang pria yang berada di bawahnya.

'Tampan sekali.' batin Arin dan karena terlalu hanyut dalam ketampanan pria itu. Arin jadi tak sadar bahwa kini tubuhnya telah digendong dan dibawa pergi.

Jderrrr trasssssss brukkk

"Akh"Jerit Arin saat suara kilat, hujan dan pohon tumbang terdengar bersamaan. Dan karena itu juga, Arin sadar kini tubuhnya sedang berbaring di atas kasur tipis di dalam pondok.

Namun bukan itu saja yang membuat Arin menggigil ketakutan. Tapi pria yang ada di depannya. Pria berwajah tampan dan tubuh yang sangat besar. Arin yakin jika pria itu bisa saja adalah seorang petinju dilihat dari otot lengannya.

"Apa yang kau inginkan?"

Arin mengerjap tak mengerti saat pria itu bertanya keinginannya.

"Kau memanggilku dengan mantra dan wangi tubuhmu membuatku datang ke sini."

'Magadha Ji.' batin Arin. Jadi sosok pria tampan di depannya adalah orang yang akan membantunya untuk memiliki seorang anak.

Arin segera bangun dan bersimpuh."Aku ingin seorang anak ah tidak maksudku.. Aku ingin memiliki banyak anak dan orang tuaku bilang kau bisa membantuku."ucap Arin dengan kedua tangan menyatu seolah memohon.

"Hahahaha"

Arin segera bergerak mundur saat pria tampan di depannya tertawa. Suaranya tiba-tiba saja berubah menyeramkan.

"Jika kau takut, kau bisa kembali."

Arin segera menggeleng. Suara pria itu kembali normal.

"Tidak. Aku tidak takut. Jika aku takut maka aku tidak akan datang ke sini."ucap Arin memelas. Ia bahkan langsung berdiri dan melepas lilitan kain yang melekat di tubuhnya.

"Ini kesempatan terakhir. Jika aku memutuskan untuk membantu maka kau tidak akan punya jalan untuk kembali."

Arin mengangguk. "Tolong bantu aku, Magadha Ji."

Pria di depannya terlihat menyeringai membuat Arin menelan ludahnya kasar.

"Kemarilah!"

"Hh iyaa"Cicit Arin pelan lalu melangkah mendekati sosok besar di depannya. Arin cukup kaget atas perbedaan ukuran tubuh mereka.

"Lepaskan pakaianku!"

Arin mendongak, menatap wajah pria yang jauh lebih tinggi dari dirinya itu.

"Cepat!"

Dengan tangan gemetar Arin mencoba melakukan apa yang diperintahkan kepada dirinya. Ini adalah pertama kalinya Arin melakukan hal seperti itu pda seseorang yang bukan suaminya.

'Maafkan aku mas Haris ARGHHHH.'Jerit Arin tiba-tiba saat tubuhnya diangkat hingga wajahnya sejajar dengan wajah pria itu.

"Jangan pernah memikirkan pria lain saat sedang bersamaku."

Arin melotot saat tubuhnya diturunkan dan pria di depannya tiba-tiba saja merobek pakaiannya sendiri, hingga mereka berdua sama-sama berdiri tanpa pakaian.

"Itu.. Hhhh"Arin menutup mulutnya lalu melangkah mundur saat melihat senjata pria di depannya. Itu bahkan empat kali lebih besar dari milik suaminya.

"Sudah ku bilang kau tidak bisa mundur lagi."

Arin menggeleng saat pria itu melangkah mendekatinya.

"Tidak.. Jangann.. tolonggggggggggg!!"

JLEB

"Arggghhhhh"

-Bersambung-

MAGADHA JITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang