Bab 5

10.6K 292 8
                                    

Happy Reading!

"Hamil? Mbah yakin?"tanya Astuti. Karena sangat membenci menantunya ia melarang siapapun memanggil dokter dan memilih mendatangkan bidan kampung.

Mbah Talas mengangguk. Ia masih meraba-raba perut Arin."Lihat! Perutnya besar dan sepertinya ada tiga bayi."

Haris dan Astuti langsung melotot tak percaya. Tapi beberapa hari yang lalu sebelum Arin pergi, mereka sempat ke dokter dan tidak ada tanda-tanda kehamilan.

"Kira-kira baru berapa bulan, mbah?"tanya Astuti.

"Karena kehamilan kembar, kemungkinan baru dua atau tiga bulan."

Astuti tersenyum lebar lalu mengangguk. Begitupun dengan Haris. Tadinya dia sudah berniat untuk menikahi gadis lain tapi karena Arin sudah hamil dan bahkan akan melahirkan tiga anak, semua niatnya akan dibatalkan.

"Aww"Arin membuka mata saat merasa sakit di perutnya. Dan saat itu ia kaget saat melihat wanita tua sedang menyentuh perutnya yang sudah membesar.

"Sayang."panggil Haris dengan wajah bahagia lalu segera mengecup kening Arin.

"Ada apa, mas?"tanya Arin bingung.

"Kamu sedang hamil, sayang. Dan itupun tiga anak sekaligus."ucap Haris bahagia. Akhirnya dia akan menjadi seorang ayah.

Arin hanya diam. Ternyata Magadha Ji benar. Ia sedang hamil dan itupun tiga anak sekaligus.

"Ibu."panggil Arin. Ia ingin melihat reaksi mama mertuanya.

Astuti tersenyum. Itu adalah senyuman yang tidak pernah Arin dapatkan sebelumnya.

"Mulai sekarang jangan melakukan pekerjaan rumah. Asisten rumah tangga akan melakukan segalanya. Dan tugasmu hanya menjaga tiga cucu ibu hingga lahir dengan selamat."ucap Astuti.

Arin mengusap perutnya lalu mengangguk. Akhirnya, hal indah seperti ini tiba juga. Arin benar-benar merasa sangat senang.

Beberapa hari kemudian, Arin mengusap perutnya lalu melotot bingung. Perutnya benar-benar menjadi lebih besar setelah empat hari. Ini sangat aneh. Meski suami dan ibu mertuanya berkata ini normal karena ada tiga bayi tapi Arin yakin bahwa ada yang salah.

Keanehan lainnya adalah, Arin makan dengan sangat lahap. Ia bisa menghabiskan seluruh makanan yang ada di meja makan sendirian dan setelah itu kembali merasa lapar.

Arin mulai merasa takut. Sepertinya bayi yang ia kandung adalah anak dari Magadha Ji. Jika begitu, cepat atau lambat suaminya akan tahu. Apalagi jika lahir ketiga bayi itu tidak seperti manusia, Arin bisa langsung diceraikan.

"Aku harus bagaimana?"gumam Arin cemas dan rasa cemas sukses membuat perutnya berdenyut sakit.

Ceklek

"Shhh"ringis Arin membuat Haris yang datang segera mendekati sang istri.

"Ada apa, sayang?"tanya Haris cemas.

Arin menggeleng."Anak-anak kita nakal, mas."ucap Arin membuat Haris mengusap perut bulat istrinya.

"Apa kamu tahu, sayang. Beberapa tetangga yang kemarin melihat perutmu. Mereka rata-rata bilang jika mungkin ada lebih dari tiga bayi di sini."ucap Haris dengan nada senang. Bahkan jika ada lima bayi, dia tidak akan kerepotan, mengingat pekerjaannya berjalan dengan lancar. Belum lagi usahanya yang lain juga menghasilkan banyak keuntungan. Lima bayi pasti sangat bagus sekali.

Arin hanya merespon dengan senyuman."Tapi nanti perutku akan sebesar apa, mas?"tanya Arin sedikit bercanda.

Haris tertawa."Yang jelas kamu pasti akan sangat cantik dengan perut yang sangat besar."ucap Haris lalu mencium bibir istrinya.

Arin tersenyum. Segala kecemasan yang tadi ia rasakan mendadak hilang saat mendapat perhatian dari suaminya. Jika ia tidak hamil, mana mungkin suaminya akan bersikap selembut ini.

"Bermesraannya nanti dulu. Sekarang mantu ibu harus makan buah dan minum susunya."ucap Astuti yang datang dengan nampan berisi buah dan susu.

"Ibu."kaget Arin lalu mencoba untuk bangun.

"Tidak perlu bangun,"cegah Astuti lalu melangkah mendekat."Haris, bantu istrimu!"titah Astuti pada putranya.

"Baik, bu."ucap Haris lalu mengambil sepiring buah yang sudah dipotong.

Astuti tersenyum lalu menglurkan tangannya mengusap perut besar menantunya."Ibu rasa bayinya memang lebih dari tiga."ucap Astuti berbinar.

"Besok Haris akan mengajak Arin ke dokter dan periksa, buk. Jika memang ada lima bayi, kita jadi bisa menyiapkan lebih banyak perlengkapan untuk kelahiran nanti."

Arin menahan napasnya. Ke dokter? Jika diperiksa oleh dokter maka ukuran bayinya akan terlihat dengan jelas.

"Mas, lebih baik panggil mbah Talas saja. Aku juga mau sekalian urut."ucap Arin membuat Haris mengernyit.

"Kenapa? Kamu tidak mau lihat perkembangan bayi kita?"tanya Haris.

"Bukan begitu, mas. Sekarang tubuhku rasanya pegal semua. Mau diurut saja. Kalau ke dokter kan bisa bulan depan. Sekalian lihat jenis kelaminnya."bujuk Arin membuat Astuti mengangguk.

"Turuti saja keinginan ibu hamil. Lagipula kalau tubuh pegal pasti malas mau pergi ke dokter."ucap Astuti.

"Ya sudah. Biar mas minta Asep jemput mbah Talas. Lebih baik di urutnya hari ini agar pegal nya bisa segera hilang."ucap Haris lalu memberikan piring berisi buah pada ibunya.

Astuti mengambil alih tugas untuk menyuapi menantunya.

"Nanti saat memasuki bulan keempat, ibu mau mengadakan syukuran. Sekalian pamer ke tetangga kalau ibu akan punya cucu kembar."ucap Astuti membuat Arin tersenyum lalu mengangguk.

Bersambung

MAGADHA JITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang