Bab 15

5.1K 378 81
                                    

Happy Reading!

Arin membuka mata dan hal pertama yang ia lihat adalah perut besarnya yang menggunung. Ia perlahan bangun lalu memegang pinggangnya yang terasa hampir patah.

"Ugh ke mana mereka semua?"gumam Arin lalu menatap sekeliling. Tempat tidur yang biasa ditempati anak-anaknya ternyata kosong padahal ini adalah waktunya untuk tidur.

"Tidur hanya untuk manusia."

"Ya ampun."kaget Arin saat Magadha Ji muncul tiba-tiba dan pria itu membawa banyak makanan.

"Makanlah!"titah Magadha Ji membuat Arin segera beranjak menuju meja dan menyantap kambing bakar utuh dengan lahap.

"Emm ini enak sekalii.. "ucap Arin dan tanpa sadar ia malah menghabiskan semuanya.

Magadha Ji hanya diam menatap istrinya makan. Dia perlahan mendekati tubuh Arin dan mengulurkan tangan untuk mengusap perut besar yang berisi tiga anaknya itu.

Arin hanya sibuk menjilati jari-jarinya lalu mengambil gelas untuk minum.

"Huekk_ ini darah huekk"Arin langsung saja memuntahkan cairan merah yang baru saja ia minum. Sepertinya ia salah mengambil gelas.

Magadha Ji langsung menarik gelas yang akan dilempar oleh istrinya. Ia susah payah mencari tumbal agar bisa makan, enak saja mau dibuang.

"Huekk ugh huekk"Arin kembali muntah saat melihat Magadha Ji meminum cairan merah itu dengan lahap. Ia tidak peduli jika muntah di atas meja karena Magadha Ji yang akan membersihkannya nanti.

Magadha Ji langsung membersihkan bibirnya yang merah karena bekas darah. Dia langsung mendekat dan membopong tubuh istrinya menuju tempat tidur.

"Ughh perutku sakit."rintih Arin. Tiba-tiba saja rasa sakit datang setelah ia muntah tadi.

Magadha Ji langsung mengusap perut Arin lalu menekannya ke bawah.

"Arghh apa yang kau lakukan?"jerit Arin keras dengan mata melotot.

"Bayi-bayi kita akan lahir malam ini."

"Apa? Arghh apa tidak bisa ditunda ugh sakitt.. Sakit sekalii."rintih Arin lalu mengusap perut besarnya yang sudah menunjukkan pergerakan tak normal.

"Aku akan membuat mereka lahir dengan cepat."

"Apa? Tidak. Jangan!"teriak Arin lalu berusaha mendorong Magadha Ji yang berniat menciumnya.

"Ini agar anak-anak kita lahir dengan cepat."ucap Magadha Ji lalu memaksa melepas kain yang melilit tubuh Arin.

"Jangan akh. Lagipula tidak Ada manusia normal yang mengajak istrinya yang mau melahirkan bercinta." teriak Arin menolak.

Magadha Ji diam lalu berkata."Tapi aku bukan manusia."

Arin melotot dengan rasa sakit yang semakin menjadi. "Benar juga, tapi arghh genderuwo mana yang bercinta dengan istrinya yang mau melahirkan?"teriak Arin membuat Magadha Ji melepas seluruh pakaian yang melekat di tubuhnya lalu menjawab.

"Aku." setelah mengatakan itu Magadha Ji segera membuka lebar kaki Arin lalu menuntun miliknya untuk masuk.

Arin menggeleng frustasi lalu membelalak saat tubuhnya dimasuki benda besar dan keras. Benda itu bergerak keluar masuk dengan cepat membuat Arin menjerit kuat dan memukul tempat tidur sebagai bentuk pelampiasan.

Jeritan dan teriakan Arin benar-benar memekakan telinga. Belum lagi suara tangisan yang menunjukkan betapa tersiksanya ia saat ini.

"Sudahh.. Berhentiiiii arghh ampunn.."teriak Arin lalu melotot saat ketubannya pecah namun milik Magadha Ji masih berada di dalam tubuhnya.

Magadha Ji menatap Arin yang sudah kepayahan lalu menyentuh perut besar wanita itu kemudian menghentak semakin cepat mengejar pelepasannya. Dan karena itu juga teriakan Arin kembali mengudara beserta jeritan kesakitannya.

Setelah keluar, Magadha Ji segera menarik miliknya lalu meminta Arin untuk melahirkan ketiga anak mereka.

Arin mengejan dengan tangisan dan untungnya bayi pertama bisa lahir walau tak mengeluarkan banyak tenaga.

Magadha Ji langsung meletakkan bayi pertamanya di samping Arin kemudian meminta wanita itu untuk kembali mengejan.

"Arghhhhhhhhhhhhhhhhhhhh"teriak Arin kuat disusul tangisan bayi yang membahana.

Dua bayi kini sudah lahir dan Arin masih harus mengeluarkan bayi ketiga.

"Jalan lahirnya sudah terbuka dan bayi kita akan lahir dengan mudah."ucap Magadha Ji lalu menekan perut Arin memancing kontraksi dan benar saja rasa sakit langsung muncul kembali.

Arin mencengkram alas tempat tidur lalu mengejan sekuat tenaga.

"Enghhhhhhhhhhhhh"

Magadha Ji yang melihat kepala bayinya langsung saja menariknya hingga tubuh anak ketiganya lahir dan suara tangis langsung terdengar.

Arin langsung saja mengatur napas lalu melihat penampakan ketiga bayinya yang hitam legam ditutupi bulu.

Sedang Magadha Ji langsung membersihkan tubuh Arin yang dipenuhi keringat bercampur darah. Bahkan Arin sedikit terkejut karena tenaganya langsung pulih setelah melewati proses persalinan tadi.

Arin duduk menatap Magadha Ji memangku ketiga bayi mereka. Pria itu terlihat sangat senang begitu juga dengan Mada, Meda dan Muda. Ketiga anak laki-laki itu sangat bahagia bisa memiliki tiga orang adik.

"Wahh adik sangat tampan."puji Muda Ji membuat Arin melotot.

'Tampan apanya? Bukannya sama saja, hitam dan berbulu.' batin Arin lalu langsung berbaring dan pura-pura tidur saat Magadha Ji dan ketiga anaknya menatap ke arahnya.

***

Beberapa waktu sudah berlalu dan kini, Arin sedang duduk sambil menatap semua anak-anaknya. Dari yang dewasa hingga yang masih kecil. Belum lagi sekarang perutnya sudah kembali buncit karena mengandung tiga bayi.

Arin mengusap perutnya lalu menghela napas. Rasa jenuh dan penyesalan sedang memenuhi perasaan Arin saat ini. Ia baru tahu kalau setelah pindah ke alam ini maka manusia secara otomatis akan terus muda dan tidak mengalami perubahan fisik apapun.

Dan itu artinya, Arin akan terus menjalani rutinitas seperti ini hingga waktu yang tidak bisa ditentukan. Bercinta, hamil lalu melahirkan. Itu akan terus berulang tanpa bisa dicegah. Pernah Arin merasa sangat lelah dan berniat mengakhiri nyawanya namun bukannya mati, ia hanya akan tidur dan tetap bangun. Ia bahkan berusaha menahan napasnya namun bukannya merasa sesak, Arin malah tahu bahwa ia tak perlu bernapas lagi. Intinya tidak ada cara untuk mengakhiri semua ini.

'Harusnya aku tidak mengambil jalan pintas untuk mencapai suatu tujuan.'

'Jika saja aku berusaha ikhlas dan bersabar meski diceraikan. Mungkin hal seperti ini tidak akan terjadi.'

'Aku menyesali semua tindakan dan keputusan yang telah ku ambil. Namun meski menangis darah, aku tidak bisa mengembalikannya lagi.'

Arin menghapus air matanya lalu menatap semua anak-anak yang telah ia lahirkan. Setidaknya ia tidak kesepian meski penyesalan setiap hari selalu datang menghampiri. Dan semua ini terjadi karena ia meminta bantuan pada makhluk yang tidak seharusnya ia datangi.

TAMAT

MAGADHA JITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang