Bab 4

15.9K 350 11
                                    

Happy Reading!

Arin melotot lalu segera keluar dari mobil. Kenapa ada banyak orang di rumah?

"Jangan-jangan?"Arin menggeleng lalu segera berlari memasuki rumah dan langkahnya langsung terhenti saat melihat suaminya duduk bersanding dengan seorang wanita.

"Mas Haris."panggil Arin membuat semua orang yang ada di sana menatap ke arahnya.

Haris segera berdiri lalu melangkah mendekati Arin. Dia pikir istrinya itu tidak akan pulang secepat ini.

"Apa-apaan ini, mas? Kamu menikah lagi?"tanya Arin bergetar.

"Iya."sahut Haris datar lalu menarik lengan istrinya itu menuju sebuah kamar.

Brakk

Haris menutup dan mengunci pintunya.

"Bukannya ada waktu selama dua bulan. Lalu kenapa mas sudah menikah dengan wanita lain?"tanya Arin histeris.

"Sekarang atau dua bulan lagi sama saja. Lagipula mas dan ibu sudah tidak sabar ingin melihat anak kecil di rumah ini."bentak Haris.

"Tapi, mas__"

"Tidak ada tapi. Perempuan yang hari ini mas nikahi namanya Karina, ia adalah sekretaris baru mas di kantor. Dan jangan membuat masalah atau kamu akan mas ceraikan."ancam Haris membuat Arin menangis. Ia berlutut dan memohon agar suaminya jangan melakukan ini. Tapi Haris malah mendorong Arin lalu melangkah meninggalkan kamar itu.

"Mas, aku tidak rela hiksss.. Mas Haris!"teriak Arin dengan tangisan menyayat hati.

Saat sedang menangis, tiba-tiba saja cincin yang Arin kenakan bersinar dan muncul lah seorang pria tampan bertubuh besar.

"Magadha Ji"isak Arin lalu berdiri dan memeluk tubuh besar dihadapannya. Suaminya telah menikah lagi dan itu artinya segala yang telah ia lakukan menjadi sia-sia.

"Kamu membutuhkan bantuanku?"

Arin mengangguk penuh keyakinan."Tolong bunuh istri kedua suamiku, Magadha Ji."ucap Arin. Rasa kecewa yang ia terima membuat Arin kalap. Hatinya kini sudah dipenuhi kebencian.

"Tapi harus ada pengorbanan yang dilakukan."

Arin mengangguk lalu melepas satu persatu pakaian yang melekat di tubuhnya.

Magadha Ji tertawa lalu segera menggendong tubuh kecil dihadapannya kemudian membawanya ke atas tempat tidur.

Beberapa menit kemudian, Arin mulai melenguh kencang saat seluruh tubuhnya dipermainkan. Arin bahkan tak ingat jika ia sedang berada di rumahnya.

"Kamu sedang hamil."ungkap Magadha Ji membuat Arin melotot.

"Apa?"

Magadha Ji mengusap perut Arin dengan telapak tangan besarnya. "Ada tiga bayi di sini."

"Benarkah?"tanya Arin. Tapi mana mungkin?

Saat Arin sedang sibuk berpikir, Magadha Ji telah memposisikan miliknya di depan lubang hangat yang akan memberinya kenikmatan.

"Jika aku sedang hamil, maka mas Haris pasti akan sangat senang."ucap Arin membuat Magadha Ji marah. Wajahnya berubah menggerikan dengan bulu-bulu lebar berwarna hitam.

Jleb

"Arghhhhhh"jerit Arin keras. Bukan hanya kaget melihat penampilan Magadha Ji yang berubah, namun juga tubuhnya yang tiba-tiba saja dimasuki dalam sekali hentak. Benda itu terasa semakin besar dan panjang.

Magadha Ji mengeram dan bergerak cepat membuat Arin kelabakan. Tubuh kecilnya benar-benar terayun dengan kuat.

Plok

Plok

Plok

"Ahhh ahhhh"desahan Arin benar-benar menggema diseluruh kamar.

Arin semakin dibuat kalang kabut saat perutnya terlihat membesar. Memang tidak begitu besar, namun jika diperhatikan, orang bisa saja mengira jika ia sedang hamil lima bulan.

"Ahh perutku hhh"jerit Arin. Karena perutnya terasa sakit akibat hujaman Magadha Ji.

"Bayi-bayiku."ucap Magadha Ji lalu mengusap perut besar dihadapannya sedang Arin segera menggeleng.

"Ini adalah anak-anakku bersama mas Haris."teriak Arin membuat hujan deras turun disertai petir dan kilat.

Arin terkejut bukan main apalagi benda besar di dalam tubuhnya mulai membesar dan bergerak semakin heboh.

"Berhentii ahh sakittt.. bayikuu"jerit Arin memeluk perutnya namun tumbukan Magadha Ji semakin menguat.

Plok

Plok

Plok

"Ahhhh ahh pelan-pelannnn.."teriak Arin. Ia takut miliknya robek karena terus dihujam sekeras itu.

Magadha Ji bergerak semakin cepat lalu mendongak saat ledakan pelepasan itu melandanya.

"Ahhhhhhhhhhhh"desah Arin panjang dengan tubuh melengkung nikmat. Seperti ada aliran keran yang masuk ke dalam tubuhnya.

Arin langsung menutup matanya tanpa peduli pada apapun lagi. Dan saat ia membuka mata, seluruh kamar yang tadinya berantakan sudah terlihat rapi. Pakaian yang berserakan di lantai kini melekat dengan baik di tubuhnya dan sprei yang basah juga telah kering dan wangi.

Ctar ceklek

"Mas Haris."panggil Arin lalu segera turun dari tempat tidur. Ia senang karena suaminya mau membuka pintu tapi ada yang aneh. Suaminya yang tadi memakai baju berwarna biru khas seorang pengantin kini malah berpakaian serba hitam.

Tanpa kata lagi, Haris menarik lengan Arin keluar dari kamar itu.

Arin menatap sekeliling. Ke mana hiasan yang tadi memenuhi seluruh rumah. Lalu kenapa ada suara tangisan dan pengajian. Apa yang terjadi.

"Istri kedua mas telah meninggal. Ia jatuh dari tangga saat kami ingin menuju kamar pengantin."

Arin melotot lalu menutup mulutnya.

"Dasar pembawa sial."teriak seorang wanita.

"Ibu."panggil Arin. Itu adalah mama mertuanya.

"Kamu memang mantu pembawa sial. Setelah lima tahun menikah tidak juga memiliki anak. Sekarang saat putraku menikah lagi, istrinya malah meninggal. Ini pasti karena nasib sialmu."tunjuk Astuti pada wajah menantunya.

Arin menggeleng."Ibu, aku punya kabar baik.. Aku sed__"

Plak

Tubuh Arin yang lemah langsung saja jatuh ke lantai dan pingsan.

"Apa yang ibu lakukan?"tanya Haris lalu meminta asisten rumah tangga menelpon dokter. Dan tubuh Arin pun di gendong menuju sebuah kamar.

Bersambung

MAGADHA JITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang