Bab 14

4.5K 406 56
                                    

Happy Reading!

Arin sedang melihat anak-anaknya yang sedang bermain. Mereka nampak sangat bahagia berlarian dan saling dorong. Andai saja ia juga bisa keluar dan bermain bersama mereka, Arin pasti tidak akan sedih seperti ini.

Cupp

Sebuah kecupan tiba-tiba saja Arin dapatkan di punggungnya. Ia segera berbalik dan menyentuh dada bidang Magadha Ji.

"Ini baru beberapa minggu tapi anak-anak sudah bisa berlari dan bicara dengan lancar."ucap Arin. Ia sama sekali tak merasakan sensasi saat menjadi seorang ibu karena segala hal yang dibutuhkan oleh anak-anaknya diurus oleh Magadha Ji.

"Mereka memang akan tumbuh dengan cepat dan mungkin beberapa hari lagi bisa merubah wujud menjadi sedikit lebih baik."

Arin melotot senang."Benarkah?"

Magadha Ji mengusap kepala Arin lalu mengangguk. Saat anak-anaknya tumbuh, dia memang meminta ketiganya untuk tidak tinggal bersama dengan ibu mereka. Hal ini tentu karena wujud anak-anaknya yang menakutkan dengan bulu yang lebat menutupi tubuh. Arin mungkin tidak mengatakannya tapi Magadha Ji tahu bahwa istrinya sering merasa takut. Bahkan beberapa kali menjerit kaget saat melihat salah satu dari anak mereka bergerak.

Cupp

Arin melotot namun tidak menolak ciuman dari Magadha Ji. Lagipula siapa yang bisa menolak jika disentuh oleh pria setampan Magadha Ji. Walaupun sosok aslinya menyeramkan tapi Arin tak pernah melihatnya lagi setelah ia marahi malam itu.

"Enghh argh"desah Arin lalu memekik saat tubuhnya tiba-tiba saja terangkat dan dibawa menuju tempat tidur.

"Kali ini bagaimana dengan lima anak sekaligus."bisik Magadha Ji membuat Arin segera mendorong pria itu. Tiga bayi saja perutnya sangat besar apalagi lima bayi.

"Satu bayi saja."ucap Arin.

"Terlalu lama."

Bukk

Arin langsung memukul kepala Magadha Ji dan pria itu nampaknya marah.

"Apa? Kenapa melotot padaku?"tantang Arin keras.

Magadha Ji menghela napas."Jadi begini para istri di alam manusia."

Arin mengangguk. "Jika tidak suka, kamu bisa mengantar ku pulang."

"Tidak."sahut Magadha Ji lalu kembali menyerang Arin. Kali ini dia tak segan lagi dan mengabaikan jeritan serta penolakan dari istrinya.

"Arghh sakittt"jerit Arin saat liangnya dibobol dalam sekali hentakan kasar. Kemudian disusul dengan hujaman-hujaman kencang yang sukses membuat perut Arin kram.

Arin menjerit dan mendesah keras sembari mencengkeram apa saja yang tangannya bisa raih. Saat ini tubuhnya benar-benar bergerak heboh. Turun naik seiring hujaman pada tubuh bawahnya.

Kegiatan itu berlangsung cukup lama bahkan hingga Arin pingsan dan terbangun tiga hari kemudian. Namun saat bangun Arin langsung merasakan keanehan pada tubuhnya. Ia juga mual dan perutnya terasa kram.

"Aku pasti hamil."gumam Arin setelah mencoba untuk muntah.  Ia langsung menyentuh perutnya yang sudah nampak menonjol lalu bergerak menuju tempat tidurnya lalu berbaring di sana.

"Mama." terdengar tiga suara anak kecil memanggilnya membuat Arin menghela napas lalu bergerak bangun.

Mada Ji adalah nama anak pertama. Meda Ji adalah anak kedua dan Muda Ji adalah nama anak bungsu.

"Ada ap__arghhh"jerit Arin saat melihat wujud anak-anaknya. Bahkan Magadha Ji langsung muncul karena mendengar teriakan istrinya.

"Apa mama masih takut?"ucap sibungsu membuat Arin menggeleng lalu segera beranjak mendekati ketiga putranya.

"Kalian terlihat lebih baik."ucap Arin lalu menatap Magadha Ji. Anak-anaknya bukan hanya kehilangan semua bulu hitam di tubuh tapi juga berubah menjadi begitu tampan. Jika di alam manusia, ketiga anaknya mungkin akan menjadi terkenal karena terlalu sempurna.

"Mulai sekarang kami akan menemui mama dengan wujud seperti ini."ucap Mada.

Arin mengangguk, sedikit merasa bersalah karena sebelumnya sempat merasa takut pada anak-anaknya. Tapi manusia manapun pasti akan merasa takut jika melihat wujud mereka.

"Mama jangan takut lagi."ucap Meda pelan. Mereka memang juga bisa mendengar suara hati Arin.

Arin langsung tersenyum."Tidak lagi dan maafkan mama."ucap Arin lalu memeluk ketiga anaknya.

"Papa akan mengambil makanan untuk kita."ucap Magadha Ji setelah sedari tadi hanya diam lalu menghilang kemudian sesaat kemudian kembali muncul dengan banyak makanan di tangannya.

Arin duduk di meja dan menatap semua makanan enak dihadapannya. Ada bebek panggang, ikan bakar serta berbagai jenis kue tradisional dan juga buah-buahan.

"Dari mana semua makanan ini?"tanya Arin. Sebelumnya ia tidak peduli tapi sekarang malah penasaran. Jangan bilang kalau ini ulat yang disulap menjadi makanan oleh Magadha Ji, bukankah di film-film horor selalu seperti itu. Makanan yang disajikan biasanya adalah daun atau ulat yang disihir.

"Papa mengambilnya di bawah pohon beringin, mah." beritahu Mada.

Arin melotot."Jadi, ini makanan___"

"Jika mama mau sesuatu katakan saja. Semuanya akan disediakan."ucap Meda.

"Kalau begitu minta mereka menyiapkan pizza."ucap Arin lalu mulai makan. Ia tidak takut lagi menghabiskan semua makanan yang ada.

"Apa pizza lebih enak dari darah?"tanya Muda Ji polos. Dia baru saja menghabiskan segelas darah dengan lahap.

"Enak. Nanti kalian juga harus makan."ucap Arin membuat Magadha Ji menatapnya tajam.

'Ck! Aku akan memberi makan anak-anakku saat dia tidak ada.' batin Arin dengan akal licik sedang Magadha Ji dan ketiga anaknya hanya bisa menggeleng pelan saat mendengar suara hati Arin.

Bersambung

MAGADHA JITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang