"Cie calon pengantin. Gue lihat-lihat wajahnya makin berseri,"goda Kairi sembari menyikut lengan Nayara yang sedang menikmati santapan makan siangnya.
Nayara jelas berdecak kesal dan melirik ke arahnya tajam. Kairi hanya menaikkan alis, bingung dengan sahabatnya yang berwajah tidak enak ini. "Kenapa lo?"
"Gue lagi makan. Jangan lo sikut. Kebiasaan deh,"ujar Nayara.
Kairi hanya bisa terkekeh ringan. "Mohon ampun."
"Maaf akan diterima kalau lo mau traktir gue salad buah,"ucap Nayara.
Kairi mengangguk. "Boleh. Gue beliin sekarang. Senyum dulu dong."
"Nihh senyum."Nayara menarik senyumnya.
Lavelyn tertawa melihat kedua sahabatnya ini. Memang seperti itulah mereka. Tidak ada yang namanya bertengkar karena hal sepele. Bagi mereka, selama kekesalan masih bisa dibawa ke arah becanda dan minta maaf. Kenapa tidak?
"Ly, gue nggak ada lihat Serena masuk hari ini,"ucap Nayara.
Lavelyn mengangguk. "Gue juga. Kayaknya dia benar-benar butuh waktu."
"Perasaan lo sendiri gimana? Udah jauh lebih baik?"tanya Nayara.
Lavelyn menghela nafas. "Ya setidaknya jauh lebih baik. Gue merasa lega udah utarakan semuanya kemarin. Sekaligus senang akhirnya tahu apa yang ada di dalam benak Serena selama ini."
"Gue tahu lo nggak pernah bermaksud begitu. Hanya saja, kalian kurang komunikasi dan belum saling memahami satu sama lain. Kalau Serena jauh lebih baik, gue harap lo dan dia bisa baikan. Jujur, gue nggak suka ada berantem antar teman. Rasanya sakit banget. Apalagi kalau ingat masa indah kita waktu kuliah dulu. Mana pernah ada tengkar kayak gini,"tutur Nayara.
"Gue juga berharap begitu, Nay. Nggak ada yang mau ngalamin situasi ini. Tetapi, kalau aja kejadian kemarin malam nggak terjadi. Mungkin, selamanya gue nggak akan tahu rasa sakit Serena. Keputusan gue tetap bertahan sama Astalian salah nggak ya? Gue mikirin itu terus-menerus. Rasanya gue jahat banget. Udah jadi penyebab rasa sakit Serena. Eh, malah tetap bertahan sama Astalian."
Nayara menggeleng dan segera ia menggenggam tangan Lavelyn. "Keputusan lo nggak salah, Ly. Itu hanya menambah kesakitan yang baru. Kadang, seseorang tuh harus menerima kenyataan bahwa rasa sukanya nggak harus selalu berhasil."
"Semoga Serena bisa maafin gue,"lirih Lavelyn.
Nayara tersenyum simpul. "Gue yakin dia akan maafin lo."
.
.
"Mama minta kita untuk fitting baju setelah pulang dari kantor,"ucap Lavelyn.
Astalian mengangguk. "Nanti aku akan datang. Tetapi, mungkin terlambat. Jadi kamu dulu yang handle ya?"
"Ada kerjaan yang belum selesai? Kalau gitu, biar aku minta Mama untuk atur ulang janjinya."
Astalian menggeleng keras. "Jangan, sayang. Mama kamu udah bantuin kita. Masa mau minta atur ulang? Nggak enak sama desainer-nya. Kamu bisa coba dulu gaun kamu dan aku rasa itu butuh waktu yang lama."
"Kamu belum jawab pertanyaanku loh,"ucap Lavelyn menatap Astalian intens.
Astalian menghela nafas. Ia tidak mau Lavelyn menaruh curiga padanya. Apalagi ucapannya terkesan menghindari pertanyaan yang seharusnya di jawab. "Bukan apa-apa. Hanya sekedar cek gedung Astama Fair."
"Itu bisa dilakuin lain waktu, Asta. Tadi juga aku habis dari sana. Nggak ada kendala apapun kok."
Astalian menggeleng keras. "Itu dari sudut pandang kamu sebagai Ketua Pemasaran. Sedangkan aku? Aku bahkan belum cek. Ini juga atas perintah Papa."
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Cowok Idaman!
FanfictionIni kisah Lavelyn mengejar lelaki idaman yang membuatnya jatuh cinta pada pandangan pertama. Namanya Astalian Altama. Laki-laki yang bahkan tidak pernah menatap ke arahnya, tidak ingin di sentuh, irit bicara, dan selalu memejamkan mata setiap berhad...