PROLOG

3.8K 188 2
                                    

Rasa sakit saat bagian tusukan itu masih terasa nyata. Avvela Dian─ masih mengingat jelas bagaimana rasa nyeri juga pedih kala ayah kandungnya sendiri membunuhnya setelah melakukan pelecehan seksual. Tikaman tikaman pisau tumpul masih menggerayangi perutnya. Dia masih disana memandangi tubuh tak berdayanya yang mulai dikelupasi dari atas. Setengah rambut hingga kulit wajah telah raib, menyisakan tengkorak. Tangannya tak luput, bahkan pria tersebut menarik paksa kukunya.

Tangan laki-laki setengah baya itu mulai merogoh jantungnya, juga mengambil beberapa organ penting lainnya, menimbulkan bunyi organ yang diambil paksa. Tak perlu menebak, Avvela tahu mau dibawa kemana seluruh organnya. Tentu dijual.

Pria tua tukang judi yang hanya tahu alkohol dan uang itu bahkan begitu pelik untuk sekedar disebut ayah.

Jiwa malang Avvela hanya meratapi jasadnya yang telah berbentuk potongan daging tak beraturan. Dia menangis. Merasa hina karena mati dalam keadaan begitu.

Seolah semesta tahu jeritan sakitnya, dan sebelum semakin larut sedihnya, jiwa itu ditarik paksa darisana.

Ketika cahaya berusaha menggapainya, Avvela bergerak mundur. Dia tidak mau. Cukup dengan semua cahaya, dia takut tak bisa lagi menjaganya. Ibunya yang terkasih telah pergi karena melindungi dirinya, sahabatnya juga menjauh karena dilecehkan oleh ayahnya. Avvela tak mau lagi menggenggam cahaya, dia takut tak akan mampu.

Sayangnya sekeras apapun menolak, cahaya itu tetap datang. Menyedot paksa jiwanya.




Bak baru terjatuh dari ketinggian, gadis itu tersentak. Netranya mengerjab menyesuaikan cahaya yang ditangkap retinanya. Sebuah taman dihiasi langit mendung.

"Yaampun sayang.. kamu kaget ya liat guntur, yaudah yuk masuk aja" seorang wanita cantik yang ternyata berada disebelahnya sejak tadi tampak membopong─ tunggu membopong?

Mata Avvela turun memandangi tubuhnya sendiri. Tubuh remajanya yang semok telah menyusut menjadi buntalan daging aka bayi.

Dia shock berat. Tanpa sadar naluri bayinya tergerak untuk menangis.

Wanita itu berlari kecil menghindari rintik hujan yang mulai berjatuhan sembari mendekap erat bayi kecilnya.

"Yaampun kamu kebasahan ya nak?" Dia panik mendengar tangis bayi kecilnya. "Maafin mama," wanita itu segera memasuki kamar dan mulai mengganti baju anaknya.

Tangis Avvela mengencang. Wanita itu tak boleh melihat tubuhnya! Salahkan tubuhnya, Avvela jadi tidak bisa berbicara kalau begini. Dia benci bayi!

"Loh, kamu kenapa makin kencang. Laper ya?" Wanita itu berusaha menghibur.

"Aina kenapa nggi?" Seorang pria tampan muncul. Dia ikut panik melihat bayi mereka.

Siapa?

Aina?



To be contiuned
.
.
.




MANIACTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang