─ 1. don't

2.9K 227 2
                                    

Hmphh ini tidak bisa diterima. Avvela Dian sigadis pintar, pekerja keras, nan tangguh menjadi bayi. Dia belum bisa menerima fakta ini. Tidak bisakah hidupnya simple saja.

Kalau diingat ini tidak adil baginya, bukankah dia sudah berusaha mati-matian bertahan hidup mulai dari bekerja, belajar giat, sampai mempertahankan hidup dari ayah bajingannya. Dan dia meninggal. Seharusnya cerita hidupnya tamat sampai disitu. Lalu apa maksudnya berada ditubuh bayi??

Walaupun sudah 2 tahun berlalu dia masih tak terima. Avvela─ atau Aina ini adalah anak dari mama Anggita dan papa Dexter. Ya, semua normal sampai dia menyadari kejanggalan beberapa bulan terakhir.

Pertama, semua dimulai dari dua bulan yang lalu, ketika Anggita menangis dikamar dan curhat pada balita. Kedengaran tidak waras. Tapi jadi waras karena yang mendengar jiwa Avvela bukan Aina.

Darisana Aina mulai memahami situasi. Anggita curhat jika Dexter ternyata selingkuh dengan sahabat sendiri. Wanda namanya. Kemudian dia mengoceh mengenang tujuh tahun pernikahan mereka yang bahagia hingga kebahagian itu lengkap ditahun pernikahan kelima, dimana Aina Jesi Maharta lahir.

Dan fakta mengejutkan, Dexter berselingkuh selama 3 tahun lamanya. Setengah dari usia pernikahan mereka. Parahnya perselingkuhan itu membuahkan nyawa lain.

Tidak ada yang aneh memang, namun begitu Aina menyadari nama-nama yang disebutkan tak asing ditelinga. Dia akhirnya tahu.

Dexter dan Wanda adalah nama dari orang tua Rajendra. Tokoh antagonis dari novel gila buatan Lala teman sekelasnya. Hidup Aina menjadi tak tenang semenjak itu. Otak kecilnya terus menerus dipaksa rodi mengingat alur.

Menurut alur, setelah mengetahui perselingkuhan Dexter, Anggita akan kabur dari rumah, sayangnya semua gagal karena tangisan Aina. Dexter segera menemukan mereka yang bersembunyi disebuah gang. Tanpa bisa dicegah, Anggita dikurung dirumah bersama Aina.

Dexter masih menjadi ayah biologis yang baik bagi anaknya, maupun suami dari Anggita. Tidak benar benar baik, karena kenyataannya Dexter mengakui Wanda sebagai istri kedua dan menutup akses agar Anggita tak dapat berkomunikasi dengan keluarganya. Sejak saat itu penderitaan Anggita dan Aina dimulai.

Ya, dialur memang begitu.

Namun sekarang berbeda. Anggita berhasil kabur dan kembali kerumah orang tuanya, oh tentu karena Avvela yang kini menjadi Aina tidak menangis, hohoho.

Beruntung orang tua Anggita sangat menyayangi anaknya, jadi mereka menerima kedatangan kami dengan tangan terbuka. Ditambah kondisi awut-awutan Anggita yang jauh dari kata baik-baik saja.

Dan disinilah Aina berada. Dimansion besar keluarga Bahcra. Sembari menunggu proses perceraian selesai sementara mereka akan tinggal disini. Pokonya Aina tidak mau selamanya─

"Woi elien" seorang pemuda yang masih terbalut seragam smp itu tampak menoel-noel pipi Aina.

"Hmphh! Bang Ata pipitu tena batteli" Aina memalingkan wajah segera. Tangannya mengusap bekas toelan atha dengan kesal.

Ini dia alasan Aina tak betah berlama-lama dimansion Bachra.

"Alay ah lo cil. Lagian mikirin apaan sampai serius gitu" tak ada kapoknya, Atha kembali menoel pipi Aina.

"Bang Ataa!!! Janan di egang-egang huh!" Kesalnya.

Atha tampak tak mengindahkannya. "Lagian ngomong belum lancar sok sokan serius gitu, bocil seumuran lo itu cocoknya gue jailin".

Kalau sudah begini jalan ninja terakhir adalah; "Huwaaa MAMA BANG ATA!!!!!!" Jeritnya sepenuh hati. Pipi Aina sudah nyut-nyutan karena ditoel toel gorila spesies Atha.

"Eh eh Cil jangan tereak." Atha gelagapan.

"Athaa kamu apain Aina?!?" Sahutan Anggita dari dapur menggema diseluruh mansion.

"Engga kak! Ini lagi mainan" balasnya ikut berteriak. Cih, padahal mereka sedang berada diruang tamu yang tidak jauh dari dapur. Memang dasar Atha tidak sopan pada yang lebih tua, main teriak-teriak saja. "Udah cil gak usah nangis!"

Aina semakin mengeraskan tangisannya dibumbui air mata buaya.

"Anjir, cepuan banget sih lo- awshh adoy adoy ma! Ma!"

Seorang perempuan paruh baya yang masih tampak cantik itu menjewer telinga Atha tanpa perasaan.

"Ngomong apa kamu?" Hawa tak mengenakan menguar dari sosok itu. Atha menunduk dalam tak berani mengangkat pandangan. "Udah gede masih aja ngajak ribut anak kecil. Aina tu ponakan kamu, harusnya kamu bisa jagain dong bukannya malah jailin dia terus." Pandangan Gina melunak ketika menatap Aina. Dia langsung melupakan Atha dan terenyuh melihat wajah menyedihkan cucunya, "yaampun cucu oma, sini sayang" seolah kemarahannya tak pernah ada, Gina dengan penuh kasih sayang membawa Aina kegendongannya.

Diam-diam Aina tersenyum kemengan. Dia menjulurlan lidah kearah Atha, mengejek. "Wlee" tanpa suara.

Atha mendelik kesal hendak menjuliti sebelum bombastic side eye dari Gina beregerak bak laser mematikan.

"Mau apa kamu?" Garangnya.

Sontak bibir Atha yang baru mangap kembali terkatup rapat.

"Beresin tuh mainan Aina." Titahnya mutlak tak mau dibantah.

Sementara Atha cosplay jadi art, Aina tengah menikmati rasanya dimanja seorang oma. Balita kecil itu terus menerima suapan-suapan cookies dari Gina. Pipinya naik turun setiap kali mengunyah.

Sepertinya dia tengah melupakan sejenak ketidak terimaan mejadi tokoh novel.

"Ma," Anggita tampak bergabung diantara Aina dan Gina dengan penampilan anggunnya. Aina jadi geram, Anggita secantik ini masih bisa diselingkuhin? Memang dasar pria. Jika diingat, Aina sudah dua kali mendapat ayah yang buruk. Tapi tak apa, masih ada sosok ibu disini.

Sebenarnya Avvela terima-terima saja menjadi Aina, toh siapa yang tak mau hidup bergelimang harta, wajah cantik, plus dihujani kasih sayang. Tentu Avvela akan tergiur oleh hal yang selama ini begitu ia idamkan. Dia hanya tak terima jika Aina merupakan bagian dari tokoh novel.

"Kenapa Na?" Sahut Gina.

"Aku udah selesai masak, mau nunggu papa pulang atau makan duluan" tanyanya.

Gina tampak berpikir. "Tunggu sebentar, katanya papamu mau pulang pas jam makan siang" tutur Gina. Anggita hanya mengangguk. Wanita beranak satu itu tampak memainkan tangan mungil Aina.

"Gimana sama proses per-"

"Ma ada Aina" potong Anggita cepat. Dia tak mau anaknya mendengar kata-kata yang tidak relevan diusianya, mau bagaimanapun balita itu sedang proses mengolah kata dengan keingintahuannya yang besar.

"Halah, Aina juga masih kecil kok" enteng Gina, wah tidak tahu saja jiwanya remaja 17 tahun. "Jadi gimana?" Gina tetap kekeh bertanya.

Anggita menghela nafas pelan. "Mungkin akan sedikit panjang, apalagi dia nuntut hak asuh atas Aina" ekspreksi Anggita berubah murung.

Gina mendengus kesal. "Baji-"

"Ma!" Peringat Anggita.

"Gak tau diri sekali dia! Mau gimanapun kamu ibunya, yang ngerawat Aina dari kecil. Dia ga akan bisa ambil Aina dari kamu, mama bakal dukung kamu gimanapun caranya" sungut Gina dengan api yang tampak berkobar dimatanya.

Anggita hanya mengangguk, justru dia lebih khawatir pada balita kecilnya yang tengah memakan cookies dengan hikmat. Sama sekali tak terganggu dengan ocehan kedua orang dewasa disekitar.

"Lagipula dia juga sudah punya anak dengan jal-" Gina menggeram. Dia tak melanjutkan kalimat terakhir karena kembali mendapat peringatan dari Anggita. Mendengus kesal Gina terus mengomel. "Mama jadi marah keingat waktu kamu melahirkan dia malah mentingin kerjaan! Emang dasar laki-laki gak tanggung jawab! Bisanya bikin anak, tebar benih sana sini- eh Nggi"

Anggita membawa Aina pergi darisana, sebelum balita kecil polosnya ini semakin dinodai oleh perktaan tidak bermoral Gina.

Disisi Aina, dia hanya ikut saja. Dalam hati balita itu mengumpat.

"Dexter bajingan! Semoga keluarga lo hancur!"

To be contiuned
.
.
.

MANIACTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang