"Mamaa" Aina menghambur kepelukan Anggita. Dipeluknya erat tubuh sang mama. "Kenapa ga ngabarin kalau mau datang?" Suaranya teredam.
Anggita tersenyum menanggapi. Perempuan itu balas memeluk buah hatinya.
"Yang ikhlas ya, sayang?" Suara lembut Anggita mengalun. Aina tak menjawab, pelukannya semakin mengerat. Seakan paham, Anggita mengelus-elus punggung Aina, membiarkannya kembali menumpahkan air mata.
Beberapa pelayat yang masih berada ditenda memandang iba pada Aina, dia tampak sangat terpukul atas kepergian Dexter.
"Ma.. ak- aku sa..yang papa" ucapnya tersendat-sendat. Dia kembali terisak dipelukan Anggita.
Anggita mengurai pelukan mereka, dirabanya wajah Aina. Matanya ikut berkaca-kaca, mau bagaimanapun sosok Dexter pernah singgah dihatinya, tak dipungkiri Anggita turut sedih atas kepergian sosok Dexter.
Tangan lembut Anggita membelai pipi anaknya yang basah. "Sudah ya? Ayi harus ikhlas." Tuturnya. Gina yang berdiri dibelakang Anggita hanya mampu menggenggam tangan cucunya.
Aina menggeleng, masih terisak. "Ak-aku sayang ma sama papa," ucapnya putus asa. "Aku sayang banget...".
"Iya mama tau, Ayi sayang sama papa. Tapi jangan menangis lagi ya? Kasian papa kalau Ayi nangis terus."
Aina berusaha meredam kesedihannya, diusapnya wajah dari sisa air mata. Dia kembali menghambur kepelukan Anggita.
"Tante, ini hpnya. Terimakasih"
Tubuh Aina menegang. "Ma..-
Bruk
***
Bibir tebal itu mempout, sesekali terkatup-katup hingga menimbulkan bunyi memgecap. Sekali lagi gadis itu membenahi penampilannya dicenter miror.
Gadis yang sedari tadi menunggu temannya itu memandang jengah tingkah sahabatnya.
"Join Miss universe aja Lo" cibir Aina.
Beca tertawa pelan menanggapi cibiran Aina. "number one appearance ay," kekehnya.
"Penampilan gak guna kalau attitude Lo spek Medusa."
Beca mendengus.
"Udah ayo turun," Aina segera keluar mobil mendahului Beca. Bibirnya terus menggerutu pelan, harusnya dia sudah masuk kedalam sejak tadi jika bukan karena gadis manja itu merengek memaksa Aina menunggunya touch up dan keluar bersama.
"Ihh Ayy tungguin dong!" Rengek Beca.
Aina tak menghiraukan. Dia terus berjalan memasuki koridor sekolah.
"Lo jahat banget sih," Beca segera merangkul Aina saat berhasil menyamakan langkahnya.
Aina masih diam tak menggubris Beca. Dia jadi heran, kenapa bisa dia betah bestiean dengan mahkluk satu ini. Bukan apa, lihatlah keduanya? Sangat bertolak belakang.
Rebeca Xena Altaraja sigadis centil dengan seragam pres yang membentuk lekuk tubuh, beserta segudang riwayat sebagai murid bermasalah. Wajahnya memang cantik, namun tidak dengan attitude. Beca itu bermulut pedas, suka clubbing, ons, pembuat onar, segala sifat yang nyaris bertolak belakang dengan Aina.
Hanya satu sisi positif Beca, dia tak pernah mengajak Aina melakukan hal-hal negatif tersebut.
"Lo semenjak ditinggal mokad bokap jadi makin judes aja sih," Beca mencolek dagu Aina yang tentu mendapat respon tak baik dari sang empu. "Canda ay," ujarnya dengan nada manja.
KAMU SEDANG MEMBACA
MANIAC
FantasySelamat datang. Selamat menikmati penindasan, obsesi gila, posesif, kasar, dan arogannya seorang Rajendra. Avvela ─gadis yang mati dimutilasi ayah kandungnya harus menerima kenyataan bahwa ia hidup kembali sebagai Aina. Karakter novel karangan teman...