# chapter 17

162 11 5
                                    

Haiii author baliikk,gimana terjadwal ngga??

Bingung sebenernya takut alurnya berubah lagi,tapi demi readers apa sih yang enggak?.

Terrerererereng~~~~

"Iya,iya" kalimat itu sudah puluhan kali keluar dari bibir tipis Vano kala Altefa bertanya ini itu,bukannya malas menanggapi hanya saja... Vano malas untuk memberikan alasan.

"Ini udah istirahat kan?,makan ya?" Tanya Altefa di balik telepon,mereka sedang melakukan video call,baby nya itu sangat ngeyel sejak sepuluh menit lalu ia terus mengatakan 'iya' namun tidak juga berangkat,sangat menjengkelkan.

"Iyaaaaaaaaa" jawab Vano lagi dan lagi,ia terlalu banyak mengucapkan 'a' membuat mulutnya terbuka lama,*lucu sekali* pikir Altefa gemas sendiri,ia terkekeh pelan dengan senyum manis yang merekah.

"Pak,orang orang yang anda panggil sudah di sini" terdengar suara orang yang tiba tiba menyahut dari sebelahnya,membuat Altefa mengalihkan atensinya dari benda pipih yang menampilkan wajah pujaan hatinya.

"Udah sana kerja!,aku mau ke kantin bareng Piktor!" Jawab Vano sedikit judes,ia sudah lelah terus saja di tanya tanya-i,emangnya dia orang yang ketahuan korupsi 271 triliun hingga harus diintrogasi?.

"Yaudah,daa baby,jangan lupa makan" ujar Altefa finish dan dibalas deheman tak niat dari Vano.

Panggilan terputus,Vano menghela napas pelan.

"Capek?" Tanya Victor perhatian,ia menempelkan ice cream rasa vanilla ke pipi sahabatnya.

Vano tersenyum "makasihhh" ia merampas ice cream yang masih banyak dari kantong kresek di tangan Victor.

Victor berdehem guna membalas ucapan Vano.

Vano membuka kantong hitam tipis itu,dan mendapati 7 ice cream berbagai rasa di dalamnya,matanya berbinar dengan mulut sedikit terbuka.

"Makasihhh pikk" ia menerjang tubuh Victor,lalu memeluk lehernya,kelewat kencang hingga jatuhnya malah mencekik.

"I-ya sama sama" jawab Victor tersiksa,jadi ini yang dirasakan orang orang yang biasa ia cekik?,ngomong ngomong soal itu,kalau ditanya  Keisa mana?,masi ada kok dia ada di panci makanan para tahanan sekarang,memang sudah biasa para tahanan diberi makan seperti itu.

Vano kembali ke tempatnya hendak membuka bungkus ice creamnya,sebelum itu suara dering ponselnya menahan pergerakannya.

"Siapa sih??,ganggu aja" ia mengambil tak niat ponsel yang tergeletak di atas bangkunya.

Tanpa melihat ID si penelpon ia langsung mengangkatnya.

"Apa?!" Tanyanya nyolot,bikin BM aja orang lagi mau makan juga.Ia menyalakan loud speaker agar tetap bisa membuka bungkus ice creamnya.

"Baby" suara bass bariton Altefa menyapu pendengarannya,sangat berbeda dengan suara lembut pria itu tadi.

Vano segera melemparkan ice cream nya sembarang arah kala panggilan itu berubah menjadi panggilan video.

"Kamu makan apa?" Suaranya masih terdengar berat,menahan emosi lebih tepatnya.

"I-ini uh..,mau pesen ice,eh bukan bukan,anu" Vano kelabakan sendiri ia menggaruk pipinya yang tak gatal,lalu melirik Victor yang menggedikkan bahunya acuh sambil memakan ice creamnya.

"Ice apa?" Wajah Altefa berubah datar.

"Ice cream?,kemarin udah kan?" Tatapannya begitu tajam membuat lidah Vano terasa kelu untuk sekedar berbicara.

{Dasar ngeyel,rasain sendiri}

Ia terdiam sebentar,merasakan tenggorokannya yang sedikit tercekat"Um itu"Vano menunduk ia memilin ujung seragamnya,*SIAPAPUN TOLONG!!* batinnya menjerit.

"Itu apa?hm,itu apa?" Tanya Altefa menyudutkan Vano.

"Pak bagaima-"

"Diam" Altefa memotong ucapan Theo.

"Tunggu hukumannya nanti" ia mematikan telponnya.

Vano menaikkan pandangannya,matanya berkaca kaca.

"Eh?,loh nangis?" Victor berjalan mendekati Vano,mereka duduk bersebrangan terhalang meja.

Bukannya menenangkan sahabatnya ia justru mengambil kembali ice creamnya yang masih ada 6 tadi,"Ngga boleh makan ice cream kan?" Tindakannya itu mendapat tatapan iba dari si pemilik.

Tapi Victor tak menghiraukannya ia malah berjalan ke luar kelas tanpa menoleh sedikitpun.sangat jahat.

Namun tak lama kemudian Victor masuk terbirit birit juga ada beberapa murid di belakangnya sama sama berlari namun dengan keringat di dahi mereka,oh Vano tau mereka ada teman temannya yang tadi bilang ingin bermain basket,sebenarnya ada orang yang Vano suka diantara mereka,tapi itu dulu.

"Ada apa?" Tanya Vano saat Victor duduk di sampingnya dengan wajah yang sedikit pucat,juga napas yang tersengal.

"A-ir tolong" ucapnya susah payah,Vano memberikan sebotol air pada Victor.

Seorang guru yang terkenal sangat galak juga disiplin masuk,itu bu Celin dengan make up yang tak setebal biasanya.

Ia berjalan menuju meja guru,duduk sebentar,napasnya juga sedikit tersengal.

"Maaf hari ini saya telat,ada keperluan mendesak tadi" ucapnya dengan mimik wajah serius,sebenarnya istirahat sudah selesai 15 menit yang lalu namun karena belum ada guru yang masuk jadi beberapa siswa keluar kelas tak termasuk Vano ia  hanya diam di dalam kelas.

Bu Celin berdiri lalu berjalan menuju papan tulis hendak menuliskan tugas hari ini,tapi sebelum itu suara ketukan pada pintu yang terbuka menginterupsi pendengarannya.

"Permisi,maaf mengganggu" 4 orang pria dewasa dengan setelan jas kantor berdiri di ambang pintu tak lupa juga dengan wajah datar mereka.

"Iya?,ada apa?" Bu Celin mendekati mereka,saat sudah tepat di hadapan mereka,ada yang membisikkan tujuannya datang ke sini tepat di telinga guru perempuan itu.

Alisnya bertaut "Apa?,kau pikir aku bodoh? Tak mungkin jangan mengada ada,cepat pergi dari kelasku" ucap Bu Celin lirih yang tak dapat di dengar oleh murid muridnya.

"Kami bisa buktikan" satu orang yang paling tinggi,juga sedikit menyeramkan?,menarik pergelangan tangan Bu Celin.

Mereka berlima keluar kelas,selang beberapa menit mereka masuk lagi,tapi kali ini berbeda wajah guru tadi tampak sedikit shock juga tertekan.

Ia berdehem "Sepertinya kita akan belajar tanpa kehadiran satu murid,ka-kamu Vano" dengan tangan gemetar ia menunjuk murid yang ia maksud.

"Saya Bu?" Apa ini,kenapa harus aku?,sungguh aneh,atau mungkin aku akan diikutkan lomba? Pikir Vano berusaha menerawang.

"Iya kamu,i-ikut mereka" Bu Celin melirik orang orang tadi dengan takut.

Vano berdiri ogah ogahan,lomba apa yang mengharuskan dia ikut mereka?,membuat mood turun saja.

Setelah ia sampai di depan orang orang itu,mereka berempat kompak menunduk.

"Maafkan kami tuan muda" ujar salah seorang dari mereka lirih namun bisa didengar oleh Vano.

"Ap-!,hei! Turunkan aku! Brengsek! Turunkan aku!" Ia berteriak seperti orang kesetanan saat orang orang tadi mengangkatnya tinggi tinggi lalu berlari menuju salah satu mobil asing.

"Dasar orang orang gila!,mau apa kalian?!,siapa tuan kalian perlihatkan pada ku!!" Suaranya makin kencang kala Vano merasakan tubuhnya mulai lemas.

"Sungguh maafkan kami tuan muda" itu kata kata terakhir yang Vano dengar sebelum ia benar benar menutup mata.

Teteteteww

Terjadwal ga?,mungkin aku bakal up satu Minggu dua kali tapi sesuai mood,gapapa kan?,misalnya Selasa aku up terus nanti aku up lagi Minggu gitu,gimana menurut kalian,plis komen butuh saran nih.

Sampai sini dulu yaa

Jan lupa vote

Muuuaaaaacccchh 💋 💋 💋

My Big Baby (BxB) HIATUS 1 MINGGUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang