S e l f : 6 (H e r)

458 37 29
                                    





Di lorong-lorong gelap abstrak kehidupan, terhampar lanskap yang tak terbaca. Dalam warna-warna yang bertabrakan, terperangkap dalam permainan waktu yang tak terduga.

Pada kanvas yang kosong, mereka berdansa, melukis jejak-jejak yang tak terduga diantara garis-garis yang menyilang. Mengukir makna dalam kekacauan yang menyala.

Hidup adalah simfoni yang tak ternilai, diantara nadanya yang membingungkan. Menyusun bait-bait dalam irama yang tak berujung, mengalun dalam harmoni yang tidak berujung.

Dalam abstraksi hidup, mereka menemukan diri, terhanyut dalam arti yang tak terduga, Menelusuri makna di balik kekacauan, Dan menemukan keindahan dalam keabstrakan yang menyala.

Suasana terasa magis dengan aroma kayu dan kain gorden tua yang menambah kesan nostalgia. Panggung terbuka dihiasi dengan latar belakang yang menggambarkan kota kuno, menciptakan suasana yang mendalam dan penuh misteri.

Di sudut panggung, seorang wanita dengan gaun hitam yang elegan duduk di kursi berdampingan dengan meja kecil yang bercahaya. Wajahnya diliputi oleh bayangan cahaya lampu yang redup, menyoroti ekspresi serius yang terpahat di wajahnya.

Teater itu dimulai, gerakan selembut sutra dan seanggun dewi. Kisah indah dalam puisi direalisasikan dalam panggung penuh suka cita, gadis berambut biru itu adalah yang paling bersinar di sana. Membaca seuntai puisi dari Shakespeare, dia aktif dengan segala gerakan gemulai. Semua orang terpesona dengannya, dia terlihat seperti putri yang keluar dari negeri dongeng.

Yahiko duduk di antara penonton, dengan bunga ditangannya. Wajahnya tidak memperlihatkan emosi apapun, di tangannya ponsel terus bergetar. Nama Nagato terpatri disana.



****

Di jalan sempit yang dipenuhi debu dan dikelilingi oleh bangunan kumuh, terdapat sebuah kantor rentenir yang terasa seperti tempat yang terlarang. Pintu masuknya dilengkapi dengan jeruji besi, menciptakan kesan penjara yang menakutkan. Suara gemerisik dan tatapan curiga para pengunjung menggambarkan atmosfer mencekam di dalam.

Wanita merah jambu itu berjalan perlahan menuju pintu kantor rentenir tersebut, tangannya sedikit gemetar saat mengetuk pelan. Pintu itu terbuka dengan berat, dan di baliknya, seorang pria hitam bertubuh besar dengan wajah yang keras dan tegas menatapnya dengan penuh curiga, namun kemudian berubah menjadi seringai.

"yo gadis kecil, ada yang bisa kubantu?"

"aku ingin membayar tunggakan" tutur wanita itu.

"kalau begitu temui dia"

Dia berjalan dengan pelan, mengikuti langkah besar pria tadi. Dia sudah dua kali datang ke tempat itu, kantor rentenir yang terasa gelap dan mencekam, dipenuhi dengan asap rokok dan keheningan yang tegang.

Kantor rentenir ini dikelilingi oleh dinding-dinding bata tua yang kusam, dengan lampu-lampu remang yang hanya menyoroti sedikit ruang. Udara terasa berat dengan aroma rokok dan bau alkohol, menciptakan suasana yang tidak ramah dan menakutkan.

Raikage, pemilik kantor, seorang pria bertubuh besar dengan tatapan tajam dan sikap dingin, duduk di belakang meja kayu yang besar. Wajahnya dipenuhi dengan ekspresi skeptis saat melihat wanita itu memasuki ruangan.

"dia ingin membayar hutang" kata pria tambun sebelumnya.

Sakura maju, tatapan matanya kosong. Dia tidak memperlihatkan emosi apapun, seperti mayat hidup. Merogoh tasnya, mengeluarkan uang dari tasnya di hadapan pria itu.

Raikage mengambil uang yang telah diserahkan oleh wanita merah jambu itu, dan mulai menghitungnya dengan penuh ketelitian.

"uangnya pas, tunggakanmu sudah lunas. Bulan depan jangan menunggak lagi, tapi utamakan persenanannya untuk bulan depan" tutur si rentenir dengan suara serak.

S  E  L  FTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang