Mendarah (3)

238 12 0
                                    

Archen membuka matanya perlahan, retinanya menangkap cahaya yang sangat terang, ia berusaha menyesuaikan pandangannya yang sedikit mengabur hingga akhirnya matanya terbuka utuh. Ia mengedarkan pandangannya ke semua ruangan. Archen tak bodoh pasti ia ada di rumah sakit.

Sepersekian detik Archen mengingat segala hal yang terjadi malam itu. Satu hal dipikiran Archen saat ini adalah Nata, bagaimana kondisi kekasihnya sekarang. Ia berusaha bergerak namun tubuhnya seakan patah. Sakit mulai dirasakannya saat ia menggerakkan sedikit tubuhnya hingga terdengar suara pintu terbuka dan Archen memusatkan padangannya pada pintu berharap bahwa itu adalah Nata, semua yang ada dipikirannya adalah Nata.

"Archen sudah bangun?" Suara perempuan mengalun pelan masuk ke pendengarannya. Archen kecewa bahwa yang ia lihat bukanlah Nata. Perempuan itu berjalan mendekati ranjangnya.

"Nata dimana?" Tanpa basa-basi Archen menodongkan pertanyaan tersebut kepada Racha.

"Itu.." Belum sempat Racha melanjutkan perkataannya, seseorang kembali masuk kedalam ruangan.

"Archen putraku, bagaimana keadaanmu, adakah yang sakit sayang?" Itu mama Archen, berlari dari pintu segera mendekati putra kesayangannya.

"Nata baik-baik saja kan ma?" Archen kembali menanyakan hal yang sama.

"Archen, mama panggilkan dokter dulu ya." Mamanya tetap tidak menjawab.

"Ma, jawab dulu apa Nata baik-baik saja?" Archen tak menghiraukan wajah khawatir mamanya. Terdengar helaan nafas dari mamanya. Mamanya beranjak mendekat kemudian memeluknya yang masih terbaring.

"Archen dengarkan mama, mungkin ini akan menyakiti Archen. Mama minta maaf karena mama yang harus menyampaikan ini. Nata tidak bisa diselamatkan saat itu Chen. Mama minta maaf." Mama Archen mengelus perlahan rambut milik Archen.

Archen seakan ditimpa ratusan beton pada dadanya. Ini seperti mimpi, kekasihnya tidak mungkin meninggalkannya. Ia tidak percaya bahwa Nata benar-benar menjauhinya seperti ini. Ia merutuki dirinya, mengapa ia tidak berpikir jernih malam itu, mengapa bukan ia saja yang mati, mengapa harus Nata.

Isakan perlahan terdengar dari mulut Archen. Sang mama semakin mengeratkan pelukannya menenangkan putranya. Ia merasakan kesedihan Archen, sebab ia tahu bahwa Archen dan Nata sudah bersahabat cukup lama. Archen pasti sangat kehilangan Nata.

Isakan Archen terhenti, ia meminta waktu untuk sendiri. Mamanya memahaminya dan segera pergi keluar ruangan bersama Racha.

"Nat, maafin aku Nat, ini semua karena aku. Mungkin aja kamu masih ada disini kalau saat itu kita bicarain semuanya pelan-pelan." Archen menatap langit-langit kamarnya. Rasa penyesalan dan kesedihan berlomba mengisi relung hatinya.

Hari-hari berlalu, Archen sudah semakin pulih, kondisinya semakin membaik, namun tidak dengan hatinya. Archen seperti raga tanpa jiwa, seperti mati enggan hidup pun susah, ia menjadi sangat pendiam. Bahkan Racha yang menemaninya setiap hari pun merasakan perubahan Archen yang semakin tertutup.

Saat ini Archen sudah diperbolehkan untuk pulang setelah 2 minggu menginap di rumah sakit. Ia dibantu Racha untuk bersiap, perempuan itu selalu menampakkan dirinya setiap hari untuk menjaga Archen.

Setelah selesai mereka berjalan berlahan menuju mobil. Disana sudah ada mama Archen menunggunya. Mereka semua masuk kedalam mobil dan mobil berjalan perlahan meninggakan rumah sakit.

JUST JOONGDUNKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang