7. Menyukai Adnan

2 1 0
                                    

Alina menyimpan tas miliknya dan juga paper bag,dia kemudian mengedarkan pandang mencari seseorang. Dan,sepertinya dia belum datang. Jadi Alina memilih untuk membuka ponsel miliknya,melihat aplikasi Instagram.

Saking asyiknya,Alina tidak menyadari bahwa Adnan ada di hadapannya. Lelaki itu menyimpan satu bungkus besar permen kopi.

"Selamat pagi,Ibu Alin."

Alina terkejut,ia kemudian mendongak dan mendapati Adnan yang sedang mengelap kaca penghalang. Alina tersenyum bahagia,"selamat pagi juga Adnan."

Adnan ikut tersenyum,ia kemudian kembali bekerja.

"Makasih ya,"ucap Alina begitu Adnan hendak keluar dari ruangan,Adnan memberikan jempolnya. Alina menyimpan bungkusan permen kopi itu ke dalam laci.

Tak lama,Tio datang dan menghampiri kubikelnya,lelaki itu tampak ceria pagi ini.

"Lo harus tau ini!"heboh Tio membuat Alina merotasi bola matanya.

"Apa?"tanya Alina kesal.

"Gue dapet nomer mbak-mbak minimarket yang cantik itu!"ucap Tio lebih heboh,dia memperlihatkan ponselnya. Ya,Tio menyukai mbak-mbak minimarket yang seringkali dia sebut sebagai pacarnya itu. Padahal,kenal juga nggak.

"Terus lo tahu namanya siapa?"tanya Alina membuat Tio membusungkan dadanya,"tau dong,tadi 'kan kita kenalan!"

"Siapa namanya?"tanya Alina lagi. Dia juga penasaran sebenarnya siapa sih gadis yang Tio suka itu,pasalnya setiap kali Alina ke minimarket banyak mbak-mbak yang menurutnya cantik juga.

"Namanya Yeshika,nanti gue coba kenalin deh sama lo,sekarang kita lagi dalam masa pdkt."

Alina mengangguk saja,gadis itu membuka ponselnya,ia jadi teringat bahwa dirinya tak punya nomor Adnan.

"Eh btw weekend jangan lupa lo nonton sama gue!udah janji lo!"peringat Tio membuat Alina terkekeh,"kenapa lo nggak ngajak mbak-mbak minimarket?"

Tio menggeleng,"nggak ah,nggak cocok aja gitu kencan nonton konser,masa baru kenal udah gue ajak barbar?"

Alina tertawa,ia kemudian menaik-turunkan kepalanya,"oke-oke,lo jemput aja gue dirumah."

Setelah itu Alina kembali fokus dengan ponselnya. Sampai seseorang menyimpan sesuatu didepannya. Alina mendongak dan mendapati San yang memberinya satu cup kopi.

"Sorry masalah kemarin—"

"Nggak usah dibahas,"potong Alina. Ia malas sekali meladeni lelaki satu ini. San menghela,harus bagaimana lagi dirinya membuat Alina...

"Nggak akan ada yang berubah,Pak San."

San masih termenung,Alina menyimpan gawainya,menatap penuh San yang kini tampak gelisah. Ia terkekeh,"demi hal seperti itu,anda bahkan siap merendah untuk saya?"

"Alina,kamu tahu saya—"

"Menyukai saya?"potong Alina lagi. Ia kembali terkekeh lebih nyaring. Sudah berapa kali dirinya mendengar hal itu dari mulut lelaki yang ia jadikan rival dalam dunia kerja.

"Pak San,saya tidak bodoh,sejak hari dimana Kakak saya membatalkan perjodohan itu,kami berdua sepakat untuk tidak pernah mengenal kalian lagi,karena apa?karena kepicikan kalian sendiri."

Alina bangkit,dia menatap cup kopi yang masih mengepulkan asap,"dan untuk alasan Bapak yang mencintai saya,saya harap Bapak kubur dalam-dalam perasaan itu,karena tidak akan ada balasan yang serupa dari saya,Bapak mengerti?"

***

Alina memakan bekal dari Kakaknya di kubikel,dia sedang malas untuk sekedar bertegur sapa dengan karyawan lain saat jam makan siang seperti ini. Biasanya Alina akan bersemangat menemui teman-temannya yang lain,tapi kini ia rasa harinya tidak begitu baik karena San.

Kenapa lelaki itu terus mengejarnya,bahkan ia rela menjadi karyawan di perusahaan Andreas ini?

Alina tak habis pikir,lelaki itu bahkan menempatkan posisinya serata dengan Alina dan membuat mereka menjadi saingan—hanya untuk menjatuhkannya.

Semengerikan itu. Untung Kiki saat itu berada di pihaknya,karena mereka juga menemukan bukti bahwa keluarga San mengincar resort dan Villa milik Alina.

"Nggak ke kantin Bu Alin?"

Alina terkesiap,dia hampir saja tersedak karena tiba-tiba seseorang bertanya padanya.

Ia mendongak dan mendapati Adnan yang tersenyum manis di depannya,jantung Alina berdebar begitu kencang.

Ayolah Lin,jangan seperti ini! Alina terus membatin,ia berdeham kencang guna menghilangkan perasaan gugupnya.

"Aku bawa bekal dari Kakak,"jawab Alina dengan senyuman. Adnan mengangguk,"mau saya buatkan kopi?"

Alina segera menggeleng,"aku bisa buat sendiri,kamu jangan repot-repot."

"Itu sudah jadi pekerjaan saya disini,Bu Alin."

Alina tersenyum,ia tatap mata teduh milih Adnan. Senang sekali melihat wajah itu.

"Kamu udah makan?kalo belum ayo sini makan bareng sama aku,"ajak Alina yang dijawab anggukan oleh Adnan,"saya sudah makan Bu Alin,terima kasih."

"Aku makan ya,Adnan."

Alina kembali menyuapkan makanannya. Ia sesekali menatap layar komputernya dengan wajah serius,Adnan kini beralih untuk membersihkan lantai dengan sapu yang tadi dia simpan.

Sejak tadi dirinya melihat Alina murung,Adnan khawatir dan kini dirinya memutuskan untuk menemani Alina. Alina termenung,sembari menikmati makanannya. Dia ingat,dulu Kiki begitu bahagia saat mengetahui tentang perjodohan itu. Namun,raut kekecewaannya lebih besar saat mengetahui tentang kebusukan keluarga San. Mereka memanfaatkan dirinya dan Kiki. Ia mengepalkan tangannya yang memegang sendok.

Adnan yang melihat itu segera pergi dan membuatkan wanita itu kopi,setelahnya menyimpan di hadapan Alina.

"Jangan terlalu banyak pikiran,Bu Alin."

Setelah mengatakannya dengan nada lembut,Alina menatapnya dengan mata berbinar.

"Makasih Adnan huhu,aku emang lagi banyak pikiran tentang ini." Alina menunjuk komputernya,Adnan mengangguk paham.

"Jangan terlalu dipikirin,nanti Bu Alin sakit,Bu Alin bisa cerita nanti pas pulang kerja,Saya harus ke ruang presdir dulu,selamat makan Bu Alin."

Entah kenapa setiap perlakuan Adnan mampu membuat Alina membaik dari ulah San. Ia sangat ingin sekali mengatakan bahwa dirinya menyukai Adnan,namun masa sih dia terlebih dulu mengatakan itu?

Bagaimana cara mengungkapkan bahwa Alina menyukai Adnan?

Mr. ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang