Alina menghembuskan napas lelah,setelah menonton konser dengan Tio akhirnya ia bisa merebahkan tubuhnya. Ia ingin berendam dalam air hangat namun matanya begitu lelah.
"Alin."
Alina yang hendak masuk kedalam alam mimpi seketika membuka matanya,ia menoleh kearah pintu yang sedikit terbuka dan mendapati Kiki yang tersenyum padanya.
"Kenapa Kak?"tanya Alina yang kini memilih untuk bersandar saja di bahu ranjang. Kiki memasuki kamar dengan cat berwarna cream yang dipadukan dengan warna putih. Kiki memilih untuk duduk di tepian kasur,"katanya kemarin kamu nanyain bagian warisan kamu ke paman Pian?"
Alina mengangguk kecil,"kayanya aku mulai merubah pikiran buat mengurus apa yang udah Papa sama Mama kasih buat aku,"jawab Alina dengan wajah yang ia buat setenang mungkin.
"Kamu yakin?"tanya Kiki yang dijawab anggukan mantap oleh Alina.
"Tapi aku nggak bisa meninggalkan pekerjaan aku sekarang,jadi aku butuh seseorang dan aku udah nemu orangnya."
Kiki tersenyum,"syukurlah Kakak seneng dengernya."
"Kamu udah makan belum?"tanya Kiki yang kini bangkit dari duduknya,lantai marmer itu begitu dingin menyentuh kulit. Alina menggeleng,"tadi pulang nonton aku sama Tio makan dulu,"jawab Alina.
Kiki mengangguk lagi,"Yaudah kalo gitu kamu istirahat ya,Kakak ke bawah dulu mau makan."
"Oke Kak!" Alina mengangkat tangannya membentuk huruf 'o'.
Setelah Kiki turun,Alina termenung. Ia penasaran dengan jawaban Adnan nanti. Apa ia menerimanya atau menolak?
Pikiran itu spontan saja melintas saat mendapati Adnan dalam masalah. Kalau seperti ini 'kan Alina jadi seperti orang yang memanfaatkan oranglain yang sedang kesusahan?
***
Langkahnya terhenti,sesaat Adnan menatap kearah ruang yang ditempati oleh Alina. Wanita yang kini memakai blouse berwarna sage dan juga rambutnya yang ia cepol itu mampu membuatnya terlihat begitu menarik. Adnan heran,setahunya dari awal ia bekerja banyak sekali para pria yang memperhatikan Alina bahkan ada yang terang-terangan mendekatinya.
Kenapa Alina malah memilihnya menjadi suami kontrak?apa karena Alina tahu bahwa Adnan tidak punya apa-apa?
Jadi,Alina bisa dengan mudah mengaturnya. Adnan menghela,ia hendak berjalan menuju tempatnya kini karena pekerjaannya belum selesai. Namun,seorang perempuan menepuk bahunya.
Dia Riana.
Office girl yang cukup dekat dengannya,Riana tersenyum cerah padanya. Gadis dengan rambut yang selalu diikat itu menariknya.
"Gue mau minta bantuan lo sebentar,sini!"
Keduanya kini berada di pantry,Riana menunjuk galon yang berada di bawah.
"Gue minta tolong angkatin galon dong,gue udah berapa kali bilang buat ganti dispenser tapi nggak pernah di denger."
Adnan terkekeh kemudian membantu Riana,setelahnya perempuan itu segera meminum air dalam gelas.
"Sumpah haus banget gueeee,"rengek Riana. Setelah membersihkan tiga lantai Riana merasa begitu kehausan. Adnan ikut membawa gelas dan mengambil minum juga.
"Pak Sean nggak akan nambah office boy lagi gitu?kayanya masih butuh dua lagi,"ujar Riana. Adnan mengangguk karena mereka berdua dan tiga orang lainnya merasa tak sanggup untuk membersihkan kantor berlantai 12 itu.
"Mau gimana lagi Na,kita cuma pekerja."
Riana mengangguk dengan wajah kesal,"andai gue berpendidikan tinggi pasti sekarang kerjaan gue duduk disana,"tunjuk Riana mengarah pada karyawan kantor yang sedang sibuk mengetik. Dari jendela mereka bisa melihat kesibukan mereka.
"Lo gaboleh gitu,nggak bersyukur namanya,"tegur Adnan yang kini mencuci gelas miliknya dan Riana. Riana mendengus,"iyaaa."
Riana kembali memegang pel dan sapu yang tadi ia simpan,masih ada beberapa lantai lagi yang harus ia bersihkan. Perempuan itu segera pamit dari hadapan Adnan. Adnan yang hendak pergi mengurungkan niat begitu melihat Alina masuk kedalam pantry. Alina sedikit terkejut melihat Adnan,wanita itu tadinya ingin membuat kopi untuk mengusir kantuk.
"Bu Alin,saya mau bicara,"ucap Adnan yang teringat akan tawaran Alina. Alina mengangguk kecil sembari membuat kopi untuk dirinya,"ada apa?"
Adnan memantapkan hatinya untuk mengatakan hal ini,sejak semalam ia merangkai kata untuk mengucapkannya kepada Alina.
"Saya bersedia menjadi suami kontrak Bu Alin,dengan perjanjian yang Bu Alin sepakati nanti."
Alina diam-diam menahan senyum,ia menuangkan air panas kedalam mug,kemudian menatap Adnan,"pulang nanti kita bicarakan,sekarang aku banyak kerjaan,see you."
Alina segera pergi dari hadapan Adnan karena tak ingin kelihatan bahagia,ia senang karena Adnan mau menerima tawarannya.
Bagaimana jadinya jika Adnan menjadi suaminya?Alina tidak bisa membayangkan hal itu terjadi,ini semua seperti mimpi.
Alina terus melihat jam yang berada di dinding,menunggu waktu yang begitu lamban ia rasa untuk ukuran orang yang menunggu waktu pulang.
Alina tak henti-hentinya tersenyum,ia bahkan mentraktir Tio dengan alasan balas budi karena mengajaknya ke konser kemarin.
Alina harap semuanya berjalan lancar.
Ya,harus.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. A
Roman d'amourAlina tidak pernah menyangka sebelumnya bahwa lelaki yang ia temui di kereta adalah lelaki yang menjadi bagian dari hidupnya. Lelaki yang mampu membuatnya keluar dari semua masalahnya,lelaki yang selalu bertindak dengan kepala dingin,Alina berharap...