Setelah mendapatkan persetujuan gadisnya, Varo benar-benar memenuhi ucapannya. Ia, akan memperjuangkan jennie dengan ugal-ugalan. Bukan anak SMA lagi yang gengsi-gengsian.Varo sudah meminta sekretaris pribadinya untuk mengosongkan jadwalnya. Ia, memang sudah berniat untuk menemani gadisnya seharian. Entah itu berupa pekerjaan, ataupun hal lainnya. Varo akan siap menjadi supir pribadi jennie selama 24 jam. Memang aneh, dikira robot yang bakal tahan lama kalau gak tidur.
Baiklah, manusia jika berhadapan dengan cinta sudah seperti manusia bodoh yang penuh kekonyolan. Meluangkan segala waktu dan menyempatkan diri untuk sang pujaan hati.
Lelaki berparas rupawan itu, merogoh ponselnya guna menghubungi seseorang.
“Halo.” suara lembut itu mengalun di udara. Bibir Varo terangkat ke atas, menciptakan senyuman manis.
“Hari ini aku yang antar-jemput kamu ya.” Ujar Varo yang terlihat seperti sebuah paksaan.
“Kamu mau jadi supir pribadi aku?” Celetuk jennie, tawanya mengudara.
“Sesuai ucapan aku kemarin, aku bakal perjuangin kamu. Jadi supir pribadi kamu gak masalah, yang penting bisa berduaan sama kamu seharian full.” Ujar Varo sumringah.
“Waah ditunggu progres selanjutnya, kakak, semangat!” Goda jennie
“Jadi, tuan putri udah selesai atau lagi siap-siap?”
“Tuan putri udah siap pangeran tampan.” Jennie tersenyum diseberang sana.
“Pangeran tampanmu siap menjemput.” Keduanya terkekeh akibat percakapan konyol itu.
Varo memarkirkan mobilnya di depan pekarangan rumah jennie. Lelaki itu, segera melangkahkan kakinya untuk menemui sang pujaan hati.
Ia, beberapa kali sempat bertegur sapa dengan para pekerja di rumah jennie. Rumah besar itu, tampak sangat nyaman dengan nuansa classy dan elegan.
“Den, mau minum apa?” Seorang wanita paruh baya menghampiri Varo.
Varo tersenyum, menolak halus tawaran wanita paruh baya itu.
“Makasih bi, saya cuman sebentar. Nunggu jennie turun.” Wanita paruh baya itu tersenyum.
“Nona jennie bilang sebentar lagi turun, lagi benerin tali sepatunya dulu. ” Varo mengangguk paham.
Ia, kembali masuk dalam keheningan. Memperhatikan satu persatu figura gadisnya, dari kecil hingga beranjak dewasa.
Deheman keras cukup mengejutkannya. Disamping Varo, sudah berdiri calon papa mertuannya.
Varo segera bangkit, ia tersenyum lalu menyalami Adi. Lelaki paruh baya itu menatapnya tajam.
“Mau deketin anak saya lagi?” Varo tersenyum sopan. Jantungnya berdetak sangat kencang, ketara sekali ia sangat gugup.
“Iya om, kali ini saya mau lebih serius. Saya mau perjuangin jennie.” Tegas Varo. Tidak ada keraguan sedikit pun di dalam ucapannya.
“Saya gak yakin! Kamu dulu sia-sian anak saya. Bisa jadi kali ini lebih parah.” Ketus Adi. Lelaki paruh baya itu menatap Varo tak suka.
“Saya sudah cukup dewasa, om. Kalau dirasa untuk main-main, saya gak bakal nunggu jennie selama itu. Om bisa pegang janji saya, dalam waktu dekat saya akan memantaskan diri untuk putri om.” Penuh keteguhan di dalam ucapan Varo. Sudah cukup semua perpisahan dan kenangan pahit itu. Ia, ingin membuka lembaran baru bersama jennie dan keluarga kecilnya kelak.