Sudah 2 hari semenjak pertemuannya dengan Varo. Jennie semakin sibuk, bahkan gadis cantik itu sampai melupakan jam makannya.
"Jen, kita pamit ya. Ntar kalau lo mau balik lagi ke bandung chat kita aja. Siap menjemput neng jennie."
Jennie mengangguk seraya tersenyum.
"Hati-hati, kalau udah nyampe kabarin gue."
"Yoii, lu jangan lupa makan sama istirahat. Tuh muka pucet banget anjir. Gue bilang kan kemarin apa? Makan lu sana, kalau sakit ntar lu juga yang repot." Omel Satya
"Gue gak napsu makan." ujar jennie
"Soalnya lu sibuk kerja, sampe lupa kalau tubuh lo juga butuh tenaga sama istirahat." kata theo prihatin
"Iya, nanti gue usahain buat makan sama istirahat."
Andara mengusap pucuk kepala jennie, "Good girl, kita gamau dapet kabar kalau lo sakit."
Jennie memaksakan senyumnya, "Iya bawel."
Varo yang baru saja selesai dengan meetingnya, mulai melajukan mobil menuju butik Jennie. Ia berencana, untuk meninjau perkembangan project mereka. Padahal itu cuman modus, niatnya sih mau ngajak lunch bareng.
Setelah sampai, lelaki dengan paras tampan itu segera memarkirkan mobilnya. Raut wajahnya cerah, terkesan seperti seorang pria yang akan menemui kekasihnya. Padahal sudah jadi mantan, kok malah jatuh cinta lagi?
"Maaf tuan, ada yang bisa saya bantu?" tanya salah satu pegawai di sana
"Saya ingin bertemu nona jennie."
"Ooh, nona jennie sedang berada di ruangannya. Mari saya antar."
Pegawai itu menunjukkan letak di mana ruangan Jennie berada.
"Hai nona, kita bertemu kembali." ujar Varo.
Jennie yang sedang sibuk merancang model pakaiannya, langsung menatap Varo.
"Jika anda menanyakan tentang progres project ini, saya belum bisa menjawab apapun."
Varo mengangguk santai, "Ya, saya mengerti. Tapi lupakan saja, lebih baik kau beristirahat dulu nona. Wajahmu sangat pucat."
"Jika anda ingin mengajak saya untuk makan siang, maka saya menolaknya, tuan."
"Maka saya akan memaksa anda, nona cantik."
Jennie menatap Varo jengkel, sudah tau kepalanya pusing tujuh keliling. Lelaki itu malah membuat emosinya naik.
"Stop! Saya sedang bekerja dan tidak ingin diganggu. Lebih baik anda keluar, sebelum saya melontarkan kata-kata yang tidak sopan." ujar jennie tegas.
Varo menatap jennie sayu, ia mulai mendekati gadis itu. Meski tahu jennie akan menolaknya. Tapi ia tak peduli, toh ia tidak akan marah, jika jennie melontarkan kata pedas atau bahkan memukulinya sekalipun.
"Jangan sampai sakit,Jen. Aku gak mau, sampai kamu menderita lagi gara-gara mag kamu kambuh." Varo berujar lembut. Lelaki itu, berusaha menyingkirkan penghalang di antara mereka.
Jennie enggan menatap Varo, perasaannya sedang tak terkendali. Semenjak pertemuannya dengan lelaki itu, semuanya terasa campur aduk. Sulit untuk dipahami. Ia hanya takut, jika perasaan yang telah ia kubur kembali tumbuh.
"Diisi dulu perutnya, dan kamu pasti ngelewatin sarapan juga?"
Jennie mengangguk seperti anak kecil, ia tak berbohong. Bahkan makan malam saja ia skip, entah mengapa perutnya tidak merasa lapar sama sekali. Namun, itu berimbas pada tubuhnya. Tubuhnya semakin lemah, ditambah kepalanya yang terasa sangat sakit.