BAGIAN II

19 1 0
                                    


─── ⋆⋅☆⋅⋆ ───

"Kak, kita hari ini pulang?" tanya laki-laki dengan baju hitam yang ternodai oleh tanah.

Laura, gadis yang berusia 20 tahun tersebut hanya terdiam tanpa suara. Ia bingung harus berkata apa. Usia yang muda menjadi sasaran empuk bagi setiap orang yang menanyakan hal apa yang ia lakukan dalam waktu dekat.

Bagi orang banyak, mereka akan melanjutkan studi setinggi-tingginya. Mereka akan berusaha dengan susah payah untuk masuk ke sekolah mahal, megah nan bagus itu.

Sedangkan dirinya? Baginya menuntut ilmu tidak harus datang ke sekolah di pagi hari, akan tetapi semua berasal dari diri sendiri.

Laura, gadis dengan 1001 keistimewaan tentunya telah merasakan ribuan, bahkan jutaan luka, kegagalan dan lain sebagainya. Gadis yang kini telah mengenakan sepasang sarung tangan kain pun tentunya memiliki kegiatan yang sangat ia sukai.

Ia sangat suka menggambar, melukis dan tentunya menulis. Menulis sebuah cerita dengan abstrak. Hanya ia, Ia dan ia yang tau. Selain itu, Laura juga sangat mahir dalam memainkan alat musik seperti biola, viola dan cello.

"Kak! Yeh, dia diem,"

"Jadi gimana? Kita hari ini pulang atau gimana? Tadi soalnya papa tanyain aku loh," seru laki-laki yang kini berada di hadapannya.

"Kamu aja yang pulang, aku masih mau disini." jawabnya dengan singkat.

Sang lawan bicara hanya terdiam, ia mengerti bahwa tak semua yang telah mereka lakukan dapat mengembalikan ia yang hilang.

"Kak papa kasihan loh, dia dari kemarin nyariin kakak terus. Dia ngespam chat aku loh kak." bujuk lelaki tersebut dengan raut wajah yang sendu.

Laura, ia terus terdiam. Entah apa yang ia pikiri. Ia duduk di salah satu kursi pada halaman luas dan kosong itu. Hanya ada berbagai tanaman lah yang menghuni halaman tersebut. Sebuah pohon besar yang terikat oleh beberapa pasang tali, yang membentuk sebuah ayunan.

Ia memandang ke arah pohon itu, pohon dengan seribu memori.

─── ⋆⋅☆⋅⋆ ───

Duk.. Duk... Duk...

"Aduh kamu berisik banget sih, pelan-pelan dong nanti kopernya rusak." geram Laura. Di lain sisi lelaki muda itu pun hanya cengengesan.

Sang surya kian terbenam disebelah barat, menandakan ia akan bersembunyi di belakang rumah megah nan tua tersebut. Mobil kecil berwarna hitam kian terparkir di pekarangan rumah tersebut. Walaupun kecil, mobil tersebut adalah salah satu pemberian terindah dari sang ibu. Gadis itu sangat sering menggunakan mobilnya. Kemana pun ia pergi, akan ia bawa mobil tersebut.

"Jem, kamu yang bawa ya. Aku mau baca soalnya." ucap gadis itu sambil melempar kunci mobil yang melekat pada gantungan kunci berbentuk kelinci.

"Ye lu mah kak, giliran yang ga enak aja di kasih ke gue." ucapnya dengan nada bercanda.

─── ⋆⋅☆⋅⋆ ───

Waktu kini menunjukkan pukul 19.00, dalam beberapa jam mereka akan sampai di ibu kota. Gadis dengan kacamata berwarna hitam serta hoodie hitam miliknya kini menutup buku bacaannya. Buku yang berjudul "Galaksi Andromeda", merupakan salah satu buku yang ia pinjam dari teman lamanya, Rafael.

Lelaki muda disampingnya kini tengah fokus mencari dimana pintu masuk drive thru salah satu restoran pada rest area tersebut.

Jeremy, adalah anak bungsu dari dua bersaudara. Kini ia duduk di bangku kelas 3 SMA, dan tentunya hari ini ia lah hari liburnya sebab ia telah menyelesaikan ujian sekolah yang di adakan pekan lalu.

Jeremy atau yang kerap dipanggil dengan Jemy oleh keluarganya, merupakan laki-laki yang cerdas, disiplin dan tentunya ia memiliki segudang prestasi. Baginya belajar adalah hal terbaik yang sering ia lakukan untuk menghilangkan segala penat. Ia adalah salah satu orang yang sangat ekspresif dalam segala hal, selain itu juga, Jeremy merupakan laki-laki yang periang.

Berbeda dengan sang kakak, Laura jauh berbanding terbalik. Sejak kecil Laura sangat suka menggambar, melukis, menulis dan membaca. Laura juga suka memainkan alat musik. Jika sang adik sangat suka dengan hal-hal yang berbau akademis, tidak dengan dirinya. Ia akan memilih untuk melukis selama berjam-jam daripada belajar matematika selama 15 menit.

Lihatlah sekarang, mereka jelas sangat berbeda seperti saat ini. Sebuah laptop berlogo apel yang telah tergigit asal kini menyala. Lelaki itu menyempatkan diri untuk mengurus pendaftaran kampus yang telah ia pilih. Tentunya semua kerabat dan keluarga sangat bangga dengan lelaki itu. Siapa yang tidak bangga? 10 universitas ternama telah menerimanya.

Berbeda dengan Laura, kini ia duduk sambil mengeluarkan sebuah buku berjudul "AKU". Plastik bening yang masih melindungi buku tersebut melekat jelas dan belum tergores sedikit pun. Ia buka perlahan plastik tersebut lalu ia buang. Ia buka secara perlahan buku tersebut lalu ia baca sampul belakang buku tersebut, sinopsis singkat yang ditulis oleh penyair favoritnya.

Kini keduanya berada di dalam mobil sambil menunggu makanan serta minuman yang mereka pesan. Tak lupa lampu mobil yang tak begitu terang, kini menyinari mereka.

Beberapa menit berlalu, seluruh pesanan mereka kian sampai dan di berikan oleh salah satu pelayan. Mango passion frappuccino, caramel macchiato, sandwich, dan dua buah burger.

Jika Jeremy memilih untuk membeli kopi agar tidak mengantuk saat di perjalanan, sang kakak justru akan berbanding terbalik. Laura sangat suka dengan buah maupun sayur, sehingga setiap hari ia pasti akan memakan banyak sayur mayur dan buah-buahan.

Kini keduanya sibuk melakukan hal yang mereka sukai. Tanpa melihat waktu yang kini telah menunjukkan pukul sembilan malam.

"Kak, gantian deh lo yang nyetir gue mau input semua dokumen untuk univ." ujar laki-laki tersebut.

─── ⋆⋅☆⋅⋆ ───

PULANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang