BAGIAN IV

14 1 0
                                    


─── ⋆⋅☆⋅⋆ ───

40 hari lamanya ia menunggu. Menunggu wanita tua yang kini sudah tiada. Entah kemana perginya, jauh bahkan tak bisa ia cari. Ia tau apa yang terjadi pada pria tua tersebut, namun apakah ia terlihat peduli? Tentu tidak.

Detik selanjutnya hujan turun. Perlahan namun pasti. Deras hujan melanda kota Jakarta. Sinar mentari pagi, kini hilang dengan sendirinya. Ditutupi awan-awan hitam yang kian menangis, menangis dengan kencang.

Hembusan nafas sang bumi kini menerbangkan ribuan helai rambut hitam kecoklatan tersebut. Tanah coklat disertai rumput hijau bagaikan rambut yang tumbuh tak tau arah kini menjadi alas ia duduk. Di depan sebuah makam yang dilapisi keramik hitam. Tak lupa dengan sebuah batu nisan yang bertuliskan nama seorang wanita yang lahir pada tahun 1973.

"Kenapa mama pergi duluan,"

Hujan turun dengan riuh, tak tau etika. Suaranya yang begitu bising membuat sang gadis harus sedikit berteriak. Dengan sekuat tenaga ia tahan tangis yang kian tak lagi bisa dibendung. Samar-samar tapi pasti, sungai kecil telah terbentuk. Semakin lebar, tapi hujan yang jahat kini menutupi sungai tersebut, seolah benci dan tak ingin sang sungai bahagia.

"Mama, Ula kangen mama."

Detik berikutnya ia pingsan. Tak sadarkan diri. Tangan yang masih menempel pada nisan tersebut kini memucat. Tak lupa dengan bibir yang kini memucat.

─── ⋆⋅☆⋅⋆ ───

PULANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang