BAGIAN III

16 1 0
                                    


─── ⋆⋅☆⋅⋆ ───

Rumah modern dengan nuansa putih yang megah kini menjadi pemandangan kala surya menyambut. Sejuk angin menyapu lembut kulit kedua insan tersebut.

Letak rumah tersebut tentunya dekat sekali dengan ibu kota. Mereka hanya butuh menempuh 2 kilometer dengan waktu 15 menit hingga sampai pada pusat kota. Halaman yang luas dan asri menjadi bagian dari sejuknya angin.

Tanaman serta beberapa kelinci yang berkeliaran sangat memanjakan mata. Surya kini berjalan dengan perlahan menyinari dunia. Menjadi pusat kehangatan di pagi itu.

─── ⋆⋅☆⋅⋆ ───

Ding dong... Ding dong..

Suara bel berbunyi. Menandakan ada tamu yang berkunjung. Kedua insan yang kini tengah berdiri di depan rumah tersebut tengah po nsel mereka. Selang beberapa detik mereka menekan bel tersebut, muncul lah seorang wanita paruh baya.

Wanita tersebut memakai kemeja putih lengan panjang, serta kulot hitam panjang. Tak lupa dengan aksesoris yang begitu banyak, mulai dari anting, kalung, gelang, dan cincin. Aksesoris yang memakan ratusan juta rupiah itu terlihat begitu mewah jika dikenakan oleh wanita tersebut.

"Hei, Laura long tim no see sayang. Kamu kemana aja? Mama jarang lihat kamu dirumah loh." tanya sang ibu kepada gadis yang diam sambil memainkan ponselnya. Sambil berucap wanita itu memeluk gadis yang tak pernah mendengarkannya.

"Karena pekan ini aku udah libur jadi kita sempetin ke rumah eyang ma. Kita baru pulang kemarin sore."

Bukan. Bukan Laura yang menjawab. Laki-laki di sampingnya lah yang menjawab pertanyaan tersebut. Ia terlihat sangat antusias, sedangkan dirinya diam dan tidak peduli dengan apa yang ibunya ucapkan.

"Oh, kalau begitu kapan-kapan kita kesana ya sayang. Mama kan belum pernah ke rumah eyang, kita ajak papa dan Kirana ya. Kita masuk yuk, papa udah nunggu tuh di meja makan." ajak sang ibu.

─── ⋆⋅☆⋅⋆ ───

Tentu tidak. Kini meja makan hanya terhuni oleh empat orang yaitu seorang lelaki tua yang berusia 50 tahun, wanita paruh baya, seorang gadis yang berusia 15 tahun dan Jeremy.

Mereka duduk sambil menyantap makanan yang telah dibuat oleh para pelayan yang bekerja pada rumah tersebut. Tak lupa dengan 1001 cerita yang gadis tersebut miliki.

Kirana adalah seorang gadis yang sangat ekspresif. Dirinya hampir mirip dengan sang kakak yaitu, Jeremy. Ia begitu ceria dan pandai dalam bidang akademik. Walaupun ia pandai, tidak memungkinkan jika dirinya memiliki kekurangan. Ia tidak bisa melakukan hal-hal seperti olahraga, bermain musik dan lainnya.

Kirana tidak bisa melakukan aktivitas yang melelahkan, fisiknya tidak dapat menyeimbangkan dengan semangat yang Kirana punya. Walaupun demikian hal tersebut tidak menutup kemungkinan bagi Kirana untuk tidak suka akan bidang olahraga.

"Pa, aku besok boleh main ga bareng sama temen aku?" tanya gadis itu. Pria tua yang merasa terpanggil pun akhirnya menoleh ke arah gadis tersebut.

"Main kemana Kir? Kan kamu baru sembuh, nanti kamu sakit lagi loh." balas pria tua tersebut.

"Aku mau ke rumah Natalie pa. Kali ini ga bakal cape kok kita cuman mau main basket doang terus nanti aku bakal shopping sih pa. Boleh ya pa? Please, please, please" bujuk gadis berkepang dua tersebut.

Tanpa mereka sadari seorang gadis dengan pakaian serba hitam serta selendang hitam kini menuruni anak tangga. Ia melangkahkan kaki ke arah dapur. Gelas merah disertai gambar sepasang tikus yang tersenyum kian diambil oleh gadis tersebut. Diisi oleh jutaan tetes susu putih.

"Kak, lo ga makan? Ini masakan Bi Ina enak banget loh." ucap lelaki dengan baju hitam serta celana hitam selutut itu. Tentu walaupun ia tahu bahwa gadis tersebut tidak menjawab, ia akan tetap menanyakan hal tersebut. Ia tahu persis sang kakak tentunya tidak makan sejak mereka pergi kesalah satu rest area untuk mengisi energi.

Tentu gadis itu tidak menjawab pertanya sang adik. Ia dia hanya diam sambil menuangkan susu berwarna putih dengan rasa vanila tersebut. Tak lupa ia ambil sepotong kue coklat, lalu ia bergegas menaiki tangga.

Berbeda dengan gadis kecil yang kini tengah duduk di salah satu kursi di meja makan tersebut. Ia terdiam tanpa kata. Sulit rasanya untuk menerima kenyataan bahwa kini ia tak lagi dekat dengan sang kakak. Sedih bercampur, kesal serta amarah yang harus di pendam.

Sedangkan lelaki tua tersebut menampilkan wajah benci dan marah. Kepalan tangan kekar yang begitu kuat membuat setiap urat-urat yang berada pada tangan tersebut menonjol. Amarah yang tak bisa ia tahan kini meledak.

Gebrakan meja serta pecahan gelas menjadi bising dikala sunyi yang melanda mereka. Kian ia keluar dari ruang makan tersebut, menyisakan beberapa butir nasi serta beberapa sayur mayur yang lezat, yang sayangnya akan dibuang secara cuma-cuma. Pria tua itu keluar dari rumahnya sambil menggebrak pintu rumahnya dengan kuat. Sebuah mobil Jeep hitam keluar dari garasi rumah tersebut.

─── ⋆⋅☆⋅⋆ ───

PULANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang