BAGIAN VII

13 0 0
                                    


─── ⋆⋅☆⋅⋆ ───

"Jeremy!"

Suara bariton tersebut menggelegar di seluruh ruangan. Lelaki yang kini tengah mengumpulkan beberapa dokumen untuk studinya harus membiarkan ratusan kertas tersebut terabaikan lagi.

Ia turun dengan perlahan sambil menatap wajah pria tua tersebut. Ponsel hitam milik pria tersebut telah di genggam erat hingga urat-urat tangan pria tersebut tampak dengan jelas dibawah semburan cahaya mentari.

"Kenapa pa?" tanya Jeremy. Bukannya menjawab, ia malah menatap marah pada putra laki-lakinya.

"Dimana Laura? Apa dia masih sama Boff? Oh atau jangan-jangan memang dia mencintai Boff sehingga ia tak ingat keluarganya di rumah atau bahkan papa?" ucap pria tersebut dengan marah.

Untuk kesekian kalinya Jeremy harus menahan mati-matian sumpah serapah yang ingin ia lontarkan. Ia tidak ingin menjadi anak yang tidak berbakti kepada orang tua. Selain itu ia juga pernah berjanji untuk menjadi anak yang penurut kepada kedua orang tua. Ia sudah berjanji kepada kakaknya demikian maka ia tidak akan melanggar janji tersebut.

"Aku semalem telepon Kak Ula, untuk sementara Kak Ula butuh waktu pa untuk terima semua keadaan. Dia di apartemen dan kemungkinan besar lusa dia bakal balik." jelas Jeremy.

bunda

Pria tua tersebut tidak senang dengan informasi yang baru saja putranya beritahu. Menurutnya anak sulungnya itu sangat lebay. Ruang untuk apa? Waktu untuk apa? Bukankah gadis tersebut selalu menerima semua yang telah terjadi? Gadis itu juga menyetujui saat Kirana dan istrinya tinggal di rumah yang sama seperti Laura dan Jeremy tinggal.

"Waktu apa Jer? Emang kurang papa sama mama kamu apa? Ingat Jeremy, bahkan bunda kamu juga setuju terhadap pernikahan papa dan mama kamu. Jadi atas dasar apa Laura marah kepada papa? Sejak mama kamu kecelakaan kenapa anak itu selalu berulah?" sarkas pria tua tersebut.

Sejujurnya ia sudah tidak sanggup menahan semua apa yang ayahnya katakan. Tapi bagaimana pun ia tak boleh melawan pria tua tidak tau diri tersebut.

"Pa udah pa ini ga sepenuhnya salah Kak Ula. Dia tuh butuh waktu doang pa. Sama kayak papa, pasti papa juga butuh waktu untuk ngeyakinin bunda kalau misalnya papa ga bakal pilih kasih saat nikah sama mama kan? Pa, aku cape pa. Ini bukan salah aku tapi aku yang harus kena omel sama papa." ucap Jeremy.

Ia sejujurnya sangat lelah, sebelum sang bunda meninggal kondisi rumah sangat tidak baik-baik saja hingga detik ini.

─── ⋆⋅☆⋅⋆ ───

PULANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang