6. Kacungnya Leo

23 7 0
                                    

Mini menutup bukunya ketika guru telah selesai menerangkan mediasi dan justifikasi. Ia menguap dengan kencang. Belajar baginya sekarang sangat melelahkan. Otaknya sepertinya tidak ikut balik ke masa lalu.

"Pak Agus selalu korupsi jam pulang, aku benar-benar lelah." Agatha berbisik di sampingnya.

Bel telah berbunyi sepuluh menit yang lalu. Tetapi kelas Mini masih melanjutkan pelajaran sosiologi. Sebelum akhirnya Pak Agus mengucapkan selamat siang dan pergi dari ruang kelas. Sementara para siswa bangun berpura-pura memukul Pak Agus. Mereka sepertinya sangat sebal.

Benar, hanya Mini yang merasakan bekerja lembur tanpa dibayar. Jadi telat pulang 10 menit tidak ada apa-apanya baginya. Buku-buku telah masuk ke dalam tas dan Mini menggendongnya. Namun saat di depan kelas sebuah tas terlempar ke arahnya.

"Bawa," perintah Leo.

Mini menangkap tasnya yang berat. Sampai-sampai ia heran apakah Leo membawa semua buku pelajaran ke sekolahnya.

"Yang benar saja, bukankah kau sudah pulang dari tadi? Kenapa masih disini?" Tanya Mini.

"Badanku pegal aku butuh seseorang untuk membawakan tasku."

Mini mulai menggeram. Ia tidak habis pikir dengan Leo. Kelasnya pasti sudah pulang dari tadi. Daripada pulang, Leo lebih memilih untuk menunggunya dan mengganggunya. Mini tidak bisa membayangkannya bagaimana kehidupannya selama tujuh hari ke depan. Jika hari pertama saja Leo sudah bertingkah seperti ini.

"Leo sudahlah, kita baru pulang jangan mengajak Mini bertengkar," ucap siswa lain sambil memukul bahunya dan pergi.

Tapi Leo membantahnya katanya, Mini telah berjanji untuk menjadi kacung selama seminggu.

"Good luck," bisik Lana.

"Uang habis, sekarang harus menjadi kacung. Tetapi tidak apa. Siapa tau kau akhirnya berpacaran dengan Leo," Lana berbicara di dekat telinga Mini.

"Jangan sampai hamil," Rika ikut menambah.

"Mulut," teriak Mini. Ia akan mencengkram mulut Rika jika saja Leo tidak menggangunya.

"Rok Mini, ayo." Teriak Leo yang sudah berjalan.

Mini berjalan mengikuti Leo. Tas Leo benar-benar berat sehingga ia kesusahan. Saat berjalan di sebelahnya Mini lalu terpikirkan sesuatu, kenapa ia harus mengikuti semua ini. Ia memutuskan untuk berkhianat. Mini melempar tasnya kepada Leo.

Ia berlari sambil menjulurkan lidahnya, "taruhan batal."

Mini berlari meninggalkan Leo namun tidak semudah itu. Badannya tertarik ke belakang. Ia menoleh ke  dan melihat Leo sedang menarik tasnya.

Leo melemparkan tasnya lagi kepada Mini.

"Bawa," perintah Leo dengan sungguh-sungguh.

Leo menyeramkan jika marah... Mini tidak punya pilihan lain selain menangkap tas Leo. Ini pertama kalinya Leo menunjukkan ekspresi itu. Tidak ada hal yang bisa dilakukannya lagi selain menurut. Tetapi ia tetap berusaha agar Leo membatalkan taruhannya. Dengan memasang wajah imutnya, Mini memeluk tas Leo sambil memanyunkan bibirnya.

"Apa-apaan sih."

Hans muncul di antara mereka. Ia menarik tas Leo dari pelukan Mini dan melemparkannya kepada Leo.

"Kau kelewatan. Bawa tas sendiri."

Hans mengambil tangan kanan Mini. Ia mengajaknya pergi tetapi Leo menahannya dengan menggenggam tangan kiri Mini. Apakah aku sedang ada di drama The Heirs? Pikir Mini yang tidak asing dengan situasi ini.

"Tidak usah ikut campur." Leo lalu melihat Mini, "perlukah aku memberitahunya kenapa kau harus mengikuti perintahku?"

"Tidak usah," Mini melepaskan tangannya dari Hans.

Mini tidak ingin Hans tau jika ia kalah taruhan. Ia tidak ingin membuat Hans merasa bersalah. Kalah dalam pertandingan basket dari tim cupu seperti Leo pasti membuat hatinya sedikit terluka. Belum lagi para murid yang mulutnya memaki karena kalah taruhan. Walaupun Hans bersikap biasa saja tapi sejak SMP jika ia kalah bertanding, Hans akan murung saat sendirian.

Leo lalu menyeret Mini. Namun Hans lagi-lagi menghentikannya dengan menarik tangannya. Mini yang sebal dengan situasi ini lalu melepaskan kedua tangan mereka.

"Apakah aku Cha Eun Sang? Tanganku sakit dari tadi ditarik-tarik," Teriak Mini.

"Maaf," ucap Hans.

"Siapa suruh tidak menurut," kata Leo.

Leo sepertinya sangat suka dipiting oleh Mini. Tetapi ia mengabaikannya mengingat posisinya sekarang adalah kacungnya. Terlebih dia bisa saja mengatakan jika Mini kalah taruhan. Jadi ia harus menjaga sikap kepada Leo. Mini melipat kedua tangannya dan melihat Hans.

"Hans, kau ingin berbicara sesuatu?" Tanya Mini.

"Ada, tapi tidak disini kau harus ikut denganku."

"Tidak bisa, Mini harus menemaniku ke suatu tempat." Ucap Leo, suaranya sedikit meninggi.

Leo menarik bahu Mini. Dan membuat Mini hampir jatuh. Bisa dikatakan Leo sedang memeluknya secara tidak langsung. Dengan jarak sedekat ini, Mini dapat mencium aroma matahari dan merasakan suhu badan Leo.

Mini lalu memperhatikan wajah Leo yang bertaburan debu. Kedua matanya menatap Hans seolah ia telah merebut sesuatu darinya. Pandangan Mini lalu mengarah pada tangan Leo yang bergelayut di bahunya. Melihat sikapnya yang begitu santai membuat Mini marah. Ia sudah tidak tahan lagi. Mini lalu menggigit tangan Leo.

"Kenapa kau menggigitku?" Tanya Leo.

"Karena kau menyebalkan," Mini memutar bola matanya lalu melihat Hans. Wajahnya berubah menjadi ramah. Sudut-sudut bibirnya melebar saat melihat Hans.

"Hans, kau mau mengatakan sesuatu? Apakah itu penting? Atau itu rahasia? Kita bisa bertemu di luar setelah ini jika kau mau."

Mini lalu tertawa jahat di dalam hatinya. Ia merasa sudah maju selangkah untuk mendekati Hans. Mini kagum dengan langkahnya yang cepat dan tepat. Ia tak henti memuji dirinya sendiri karena sangat pintar. Jomblo sampai umur 28 tahun ternyata membuatnya survive untuk mencari celah dalam kesempatan. Tenang Hans, aku akan menemanimu saat kau sumpah dokter nanti... Mini tertawa menyeramkan seperti seorang penjahat di film superhero.

"Aku hanya ingin mengembalikan uang minum tadi," Hans menyerahkan uangnya, "selain itu nanti aku kabari lewat chat, aku ingin mengobrol sesuatu dengan mu."

Apa Hans akan mengirimiku ku pesan?  Mini berteriak di dalam kepalanya. Ia tidak kuasa terus menahan senyumannya. Bahkan saat Hans telah pergi berjalan lebih dulu. Ia masih tersenyum sambil menggoyangkan badannya.

Leo menjambak beberapa helai rambutnya lagi dan membuat Mini sebal. Wajah senangnya berubah menjadi kesal.

"Ayo," ia menarik rambut Mini.

Mini berjalan membawa tas Leo sambil kesusahan.

"Mau kemana kita?"

"Ke rumah ku."

"Hah?" Mini berteriak kencang.

Love is Like A Monkey Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang