"Aku harus membalasnya!" Mini memegang erat spatulanya. Semuanya terasa masuk akal pantas saja tas Leo terasa berat. Sudah pasti ia sengaja menaruh batu-batu itu ke dalam tasnya agar Mini kesusahan membawa tasnya.
Sup pada wajan mulai meletup-letup, Mini mengambil dua mangkok lalu menuangkan supnya. Ia juga mengambil nasi dan wadah air minum.
Saat meletakkannya di atas nampan, Mini menggigit bibir bawahnya. Ia tak kuasa menahan senyumannya sambil menuangkan satu sendok garam di salah satu mangkok.
"Leo, makanan sudah siap," Teriak Mini sambil menahan tawanya.
Suara langkah kaki menuruni anak tangga terdengar. Mini berusaha bersikap biasa saja dengan membersihkan sampah di dekat kompor. Ia lalu membuangnya ke dalam tong sampah yang ada di pintu belakang. Sesuatu mengetuk hatinya ketika melihat sampah yang berada di kresek hitam.
Hampir semua sampah di kresek hitam itu adalah kemasan mie instan. Sesuatu mengetuk hatinya. Apakah orang ini hanya makan mie sehari-harinya?
Dilihat dari rumahnya, Leo tidak seperti dari keluarga menengah. Rumahnya mungkin agak terlihat kosong tapi semua barang-barangnya memiliki kesan mewah.
Langkah kaki terdengar dari tangga, Mini mengambil makanannya dan meletakkan di meja makan. Leo menarik kursi dan duduk di depannya.
"Kamu makan mie instan setiap hari?" Tanya Mini.
Leo mengangguk. Ia membenahi kerah bajunya yang oversize. Tangannya yang lain menuangkan air ke dalam gelas.
"Aku tidak tau harus makan dan hanya mie instan yang ada dipikiran ku."
"Ada go--" Mini berniat ingin mengatakan ada go-food di dunia ini, tetapi ia teringat, Nadiem Makarim mungkin masih sibuk merekrut ojek-ojek pangkalan tahun ini.
Leo mengambil sup telurnya. Ia mengaduk-aduk pelan agar asap dari sup yang panas itu menghilang. Melihat laki-laki SMA dihadapannya, membuat jiwa Mini yang sudah berumur 28 tahun bergerak. Jiwa dewasa yang memiliki sikap membimbing. Sikap keibuannya tiba-tiba muncul, seharusnya anak muda makan dengan makanan bergizi. Jika memang benar Leo sehari-hari makan mie instan, bukankah ini pertama kalinya ia makan masakan rumahan?
Ia merasa bersalah.
Mini lalu menukarkan sup telur mereka. Leo mendongak ke arahnya bingung.
Asin! Mini hampir memuntahkan sup telurnya. Leo dengan cepat mengambil tisu dan menyodorkannya ke mulut Mini.
"Supnya terlalu panas, harusnya kau tiup dulu," ungkap Leo.
Panas iya tapi asin juga iya! Salah siapa ini ha! Mini menuangkan air ke dalam supnya sambil berdehem, "benar sangat panas."
🌙⭐🦋
Mini menguap beberapa kali saat ia memasuki gerbang sekolah. Saat dia belum ditubuh 18 tahunnya, Mini jarang bangun pagi ... Tentu saja karena dia pengangguran. Perubahan yang tiba-tiba ini membuatnya tidak nyaman. Terlebih malam kemarin ia salah tidur. Lehernya agak sakit dan badannya lemah.
Aku panasaran apakah penyakit jompoku juga ikut ke masa lalu?
"Mini..."
Rasa kantuknya menghilang, mata yang tadinya masih seperempat sekarang telah terbuka lebar. Ia lalu menoleh ke belakang. Hans berlari kecil ke arahnya. Kedua mata Hans melihat tangan Mini yang memegangi lehernya.
"Sini aku bawain tasmu," kata Hans sambil mengulurkan tangannya.
"Eh, tidak usah," Mini menghindari tatapan Hans. Ia takut pupil matanya akan berubah menjadi jantung hati. Dan Hans mengetahui perasaanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love is Like A Monkey
Teen Fiction"kalau kamu kalah, kamu harus kencan denganku!" -Leo 2014 Hidup sebagai seorang minim pencapaian dan masih menjomblo di usia 28 tahun membuat Mini menjalani hari sebagai pecundang. Hingga suatu malam Mini bermimpi aneh lalu terlempar lagi ke masa la...