26. Benang Kusut

294 28 8
                                    

"Benang kusut, selain kesabaran dan ketekunan, bagaimana benang itu bisa kembali terurai meski dalam bentuk yang sudah berbeda?"

---Lentera Niskala---

__________✨__________

Gila. Bumi seperti orang tidak waras sekarang. Lebih gila dari orang-orang penghuni rumah sakit jiwa. Bumi baru beberapa hari lalu sadar dari koma, permintaan pertamanya adalah bertemu dengan dua gadis yang kini berdiri di hadapannya. Dengan wajah kebingungan karena Bumi tidak mengeluarkan satu patah kata pun. Bumi hanya menatap bergantian mulai dari Khanza kemudian Lentera. Begitu seterusnya hingga Khanza cukup di buat muak. Dan ingin sekali menempeleng kepala Bumi jika saja Khanza tidak ingat bahwa Bumi baru saja sadar dari koma.

Langit di sofa hanya menatap Bumi aneh. Sebenarnya ia tidak tahu apa maksud Bumi meminta untuk bertemu dua perempuan itu. Kurang kerjaan sekali jika tujuan Bumi ingin bertemu mereka hanya karena untuk membandingkan mana yang lebih cantik. Wah ... ini lebih gila lagi.

"Udah puas belum lihatin kami berdua?" Ujar Khanza mulai lelah

Bumi mengangguk. Tanpa mengeluarkan kata, ia berbaring begitu saja. Langit, Khanza dan Lentera saling lempar tatap. Bumi sungguh di luar nalar.

"Mau lo apa sih, Bum?" Tanya Langit akhirnya

"Enggak, gue cuma ... " Bumi menggantung kalimatnya

Bumi tidak tahu harus menjelaskan bagaimana. Tentang mimpi itu, masih menjadi rahasia Bumi. Kenapa Lentera muncul tiba-tiba di mimpinya sedangkan orang yang Bumi sukai adalah Khanza. Kenapa bukan Khanza yang muncul? Kenapa Lentera, yang bahkan baru saja ia kenal.

"Lo aneh banget setelah sadar dari koma. Gue harap dokter enggak ngasih lo obat aneh-aneh." Ujar Khanza sembari memperdengarkan tawa kecilnya

"Sorry kalau ngerepotin kalian ya. Gue cuma ... lagi bingung aja." Lirihnya

Lentera di sana diam saja. Jujur saja, Lentera bingung di sana. Tapi melihat raut wajah Bumi, Khanza dan Langit sepertinya bukan sesuatu yang baik.

"Gue ada les, lo bisa di sini sendiri kan?" Langit mencangklong tasnya. Bersiap pergi

"Ada Lentera, gue gak sendiri. Za, lo bareng abang gue?" Khanza mengangguk

Bumi menatap Lentera sebelum ia duduk kembali. Tangannya bergerak mengatakan, "Lo di sini sama gue, gak pa-pa kan? Mereka ada urusan."

Takjub. Langit dan Khanza tampak terkejut karena bahasa isyarat yang Bumi gunakan. Pertanyaannya, sejak kapan anak itu mempelajarinya? Langit tidak sekalipun melihat Bumi belajar bahasa isyarat.

Lentera mengangguk sebagai jawaban. Toh sejujurnya Lentera juga ingin menjaga Bumi.

"Sana bang, pergi aja. Gue sama Lentera kok!"

Langit dan Khanza segera pergi. Tinggallah Lentera dan Bumi di sini. Hening, selain Bumi masih tidak mood berbicara Lentera juga tidak mau membuat Bumi terganggu. Berkomunikasi dengan Lentera kan sedikit merepotkan. Jadi lebih baik Lentera tetap diam, menunggu hingga Langit kembali atau sampai Bumi terlelap. Sepertinya opsi kedua adalah opsi paling baik.

Bumi terkekeh pelan. Ia merasa lucu dengan Lentera yang kikuk. Gadis itu hanya duduk, menatap dua sepatunya yang ia ketuk-ketukkan pada lantai. Lentera pasti bingung harus apa. Bumi jadi merasa bersalah dengannya.

Puk!

Lentera tersentak ketika tangan terinfus itu menepuk pelan kepalanya. Bumi menatapnya dengan senyum samar. Lentera langsung berpikir, mungkin Bumi butuh sesuatu?

[1] DEAR, ABANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang