34. "Aku yang jatuh cinta!"

229 27 4
                                    

"Tetap diam adalah keputusan terbaik."

---Bumi Kala---

__________✨__________

"Langit!" Seru Khanza ketika melihat pemuda itu berjalan di depan kelasnya

Tanpa berlama-lama, Khanza keluar menyusulnya. Di tangan Langit ada dua buku. Khanza tebak Langit pasti mau belajar.

"Kemana?" Tanya Khanza melirik dua buku itu

"Lapangan outdoor. Mau ikut?" Tawarnya

Khanza tersenyum kecil, "Boleh?"

Langit mengangguk kecil, "Kenapa harus gak boleh?"

"Takut lo keganggu sama gue. Gue kan cerewet!"

"Enggak, nanti kalau lo cerewet gue kasih pinalti," Khanza mengernyit tidak mengerti apa yang Langit maksudkan, "Ayo!"

Bukan suatu hal yang mengejutkan lagi jika Langit dan Khanza berjalan beriringan. Atau bahkan itu sudah menjadi kebiasaan. Dimana ada Langit di sana ada Khanza. Tak sedikit yang mengira mereka memiliki hubungan lebih dari teman. Pasalnya, ini kali pertama mereka melihat Langit bisa bercengkerama dengan manusia selain Bumi dan Aprian. Meski fakta Khanza dan Langit satu kelas di tempat les, tidak membuat mereka mewajarkan kedekatan Langit dan Khanza.

"Lang, lo di kelas suka di tanya-tanya gak?" Khanza duduk di samping Langit, "Eum ... tentang gue?"

Langit mengernyitkan dahinya. Mencoba menggali ingatannya tentang pertanyaan Khanza itu. Meski akhirnya gelengan lah yang Khanza dapatkan.

"Gak adil banget, masa cuma gue yang dapat pertanyaan soal lo." Gadis itu mencebik kesal

"Maksudnya?"

Khanza duduk menghadap Langit sepenuhnya, "Di kelas banyak yang tanya-tanya gue tentang lo. Katanya, lo pacaran ya sama Langit? Kok bisa dekat sama Langit? Langit kalau lagi berdua sama lo dingin juga gak? Beruntung banget lo dekat sama anak pintar." Ujarnya meniru suara teman-temannya yang bertanya padanya kala itu

Langit menggeleng dengan senyum miringnya. Mungkin saja, banyak yang mau bertanya kepada Langit tapi mereka terlalu canggung untuk mencampuri urusan Langit.

"Terus, lo jawab apa?"

Khanza mengendikan bahu, "Gue malas jawabnya, jadi gue langsung pergi aja. Kenapa sih mereka kepo banget?"

"Mungkin karena gue gak pernah bersosialisasi selain sama Bumi," Langit menggaruk tengkuknya dengan canggung. Sebenarnya, Langit sangat berterimakasih dengan kepindahan Khanza ke sini. Langit jadi tahu bagaimana harus bersikap terhadap orang lain selain Bumi, "Ya mungkin mereka kaget tahu kalau gue bisa berteman selain sama Bumi. Selama ini kan gue selalu sendirian kemana-mana."

"Aprian?"

"Gue gak tahu bisa di katakan temenan sama Aprian enggak. Tapi, banyak berinteraksi gue sama Aprian kalau di kelas. Kalau gak ya biasa aja. Gak dekat banget. Tapi, kalau harus sama teman, gue pasti sama Aprian." Jelas Langit

Khanza tersenyum lebar, "Jadi ... berkat gue lo jadi punya teman selain Bumi sama Aprian?"

Langit mengerjapkan matanya beberapa kali, "Mungkin iya."

Khanza dengan pelan meninju lengan Langit yang berisi. Senyumnya mengembang lebar. Langit sendiri hanya menggeleng pelan melihat tingkah gadis itu.

"Udah gue mau belajar."

Khanza berhenti mengoceh. Ia memberikan waktu untuk Langit belajar. Gadis itu memainkan ponselnya, kadang tertawa sendiri, kadang kesal sendiri. Sebisa mungkin ia pelan kan suara tawanya agar Langit tidak terganggu.

[1] DEAR, ABANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang