32. Janji Demi Ibu

313 26 2
                                    

“Mari mencoba, tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini, kan?”

---Bumi Kala---

__________✨__________

"Bumi janji, semester 4 ini Bumi jadi tiga besar!"

"Asal ayah bolehin kami berdua sering-sering ke makam ibu!"

Bumi menutup matanya. Ia tidak berpikir jauh. Ia hanya asal bicara tadi di depan makam ibu sebelum Surya menyeretnya masuk ke mobil. Tentu saja Bumi tidak percaya ia bisa masuk 3 besar. Bumi masuk 20 besar saja sudah bersyukur. Suasana di mobil hening. Hanya ada suara deru kendaraan. Radio pun tidak di bunyikan. Surya fokus menyetir dengan urat-urat marah yang masih ketara. Sedangkan Bumi hanya diam menatap jendela. Langit di belakang dengan motornya.

Tak berselang lama, mobil memasuki garasi rumah. Surya tanpa menoleh pada Bumi langsung keluar. Surya bahkan tidak sedikit pun menoleh pada Langit. Bumi turun, dan menghampiri Langit. Mereka lebih ngeri dengan Surya yang diam saja.

"Lo gila ya?" Pekik Langit setelah Bumi berdiri di sampingnya, "Apa-apaan lo buat janji kaya gitu?"

"Lo gak percaya sama gue? Gue juga bisa 3 besar!"

"Bukan gitu Bumi, tapi lihat kondisi lo sekarang. Baru aja sembuh, fokus sama kesehatan lo. Sedangkan kenaikan kelas tinggal dua minggu lagi. Lo pikir bisa dengan mudah meraih 3 besar?" Ujar Langit

Langit hanya khawatir Bumi terlalu memaksakan diri untuk belajar sedang Bumi sendiri baru sembuh. Langit hanya ingin Bumi fokus pada kesehatannya. Jangan terlalu banyak pikiran.

"Masalah gampang itu, biar gue sendiri yang pikirin. Lihat aja bang, gue bakal 3 besar." Bumi berujar enteng. Seperti tidak ada beban saat mengucapnya

"Terserah, kalau sampai gue tahu lo sakit lagi. Urus diri lo sendiri!"

Langit beranjak pergi. Kepalanya benar-benar bisa pecah jika menanggapi Bumi lagi. Langit bukannya meremehkan, sungguh Langit tahu Bumi bisa. Tapi itu akan sangat berpengaruh pada kesehatan Bumi. Tubuh Bumi itu mudah terserang penyakit.

"Kata Satria, gak ada orang bodoh yang ada orang malas. Lihat aja, gue juga bisa jadi juara kelas." Ucap Bumi percaya diri

Bumi mengeluarkan ponselnya. Ia harus menghubungi Lentera, agar gadis itu tidak khawatir. Bumi duduk di bangku teras.

Lentera

| Ra, gue di rumah

| Bumi gak pa-pa?
| Ayah Bumi gak marah kan?
| Ada apa sebenarnya?

Bumi terkekeh, "Dia pasti pantengin hp terus. Lucunya!"

| Telpon aja

Tanpa menunggu jawaban Lentera, Bumi sudah memencet tombol telpon. Bumi terlihat excited menunggu teleponnya terjawab.

"Lama banget jawabnya?" Tanya Bumi setelah Lentera mengangkat panggilannya

"H-hah? I-iya maaf!"

Bumi mengernyit. Suara Lentera terdengar terbata-bata seperti orang ketakutan.

"Ra, lo baik-baik aja kan? Kenapa kaya takut gitu?"

"Aku ... baik kok!"

Jelas Bumi tidak percaya. Memang Bumi sebodoh itu.

"Dimana? Gue jemput sekarang!" Tegas Bumi

"Eh, enggak Bumi. Aku---"

"Lo mau bilang sendiri, atau gue cari sampai ketemu?"

"Jangan, aku gak papa. Beneran, ada yang mau aku kerjain. Aku tutup ya. Aku senang kamu baik-baik aja."

[1] DEAR, ABANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang