30. Tidak Utuh

300 24 2
                                    

"Di dunia ini gue cuma punya dia. Setengah jiwa gue terasa mati, saat dia gak ada."

---Langit Biru---

__________✨__________

Lentera menyeduh coklat panasnya. Pukul setengah tiga pagi, Lentera terbangun dan tidak bisa tidur lagi. Resah rasanya. Entah karena Lentera yang terlalu pemikir atau karena dia tidak sendirian di apartemen. Gadis itu duduk di bangku meja makan. Suasana sepi sunyi, hanya ada suara detak jam yang terpasang di atas televisi sana.

Lentera baru ingat, ia belum sama sekali membuka ponselnya. Ia bergegas mengambil ponsel yang tergeletak di atas sofa ruang tv. Ia bahkan meninggalkan ponselnya begitu saja di sana. Ya, karena Lentera bukan seorang yang terlalu banyak bermain ponsel. Ia lebih suka menghabiskan waktu luangnya untuk menulis, membaca atau menggambar.

"Wah, mereka cari aku?" Begitu gumamnya ketika layar ponsel itu terbuka setelah Lentera memasukan kata sandinya. Ada lumayan banyak pesan singkat dari keluarganya

Lentera tersenyum simpul. Meski sebagian isi pesannya memarahi Lentera karena tidak ada kabar hingga malam hari. Setidaknya mereka tetap mengingat Lentera.

"Gak tidur?"

"Astaga!?"

Ponsel yang Lentera genggam jatuh begitu suara berat khas bangun tidur itu menyapa runggu si gadis. Bumi terkekeh sejenak, melihat wajah kaget Lentera. Lucu sekali.

"Maaf, maaf, kaget ya?" Cowok itu duduk di samping Lentera

Lentera menggeleng pelan, "Gak pa-pa. Kamu belum tidur?"

"Kebangun, mau ambil air putih. Terus malah lihat lo di sini. Kebangun juga apa belum tidur?"

"Kebangun gak bisa tidur lagi. Mau coklat?" Tawarnya pada Bumi

"Enggak, gue ambil air putih dulu."

Sepeninggalan Bumi mengambil air putih, Lentera mematikan ponsel dan mengantonginya. Tak lama, Bumi kembali dengan secangkir air putih dingin. Pemuda itu kembali duduk di samping Lentera. Mungkin sedikit obrolan bisa membuat kantuk datang lagi.

"Besok sekolah?" tanya Bumi

Lentera mengangguk, "Iya, kamu bisa di sini dulu sampai kondisi kamu pulih. Eum ... kamu gak mau ngabarin Langit? dia pasti khawatir. Atau kamu kabari aja teman-teman mu."

Bumi diam. Hanya menyesap air dingin itu sedikit-sedikit. Entahlah, Bumi hanya sedang ingin menjadi pengecut dengan melarikan diri seperti ini. Bumi hanya ingin merasa tenang sejenak. Tanpa harus memikirkan Langit maupun Surya. Bumi hanya butuh sejenak waktu untuk mengerti dirinya. Sebenarnya apa yang diinginkan oleh diri Bumi. Sebentar saja, agar Bumi bisa menyusun rencana untuk dirinya. Jujur, Bumi mulai kelelahan dengan semua ini.

"Belum mau, nanti kalau sekolah jangan bilang kalau gue sama lo ya!" ujar Bumi lembut dengan sedikit senyum itu, "Biarin gue tenang dulu, nanti kalau gue rasa udah baik, gue janji bakal pulang."

Lentera mengerti. Toh dia juga tidak ada niat untuk membeberkan bahwa Bumi ada bersamanya. Entah bagaimana nanti kacaunya keadaan teman-teman Bumi, kacaunya Langit, Lentera akan urus nanti. Lentera hanya perlu bersandiwara sejenak sampai semuanya baik-baik saja. Tenang, Lentera sudah terlatih untuk itu.

"Bumi, aku tahu pasti berat jadi kamu. Pundak kamu pasti berat banget ya? Tapi aku gak akan berhenti buat bilang bahwa kamu keren. Kamu hebat banget menjalani semua ini." ujar Lentera dengan senyum yang sayu

Bumi balas senyumnya, "Gue pikir gak sehebat lo. Gue tahu, lo lebih hebat. Entah beban apa yang sedang lo pikul, masalah apa yang sedang lo hadapi, tapi gue yakin lo bisa melewati itu semua. Makasih ya Ra, karena memilih bertahan sampai kita bertemu seperti ini. Makasih untuk tubuh mungil ini yang tetap berdiri di tempatnya tanpa terguncang sedikit pun."

[1] DEAR, ABANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang