Cinta Tak Kesat Mata

227 13 0
                                    

Di sudut kamar kecilnya, Listha duduk dengan buku-buku kesayangannya yang bertumpuk di sekitarnya. Cahaya remang-remang dari lampu meja menyoroti halaman-halaman yang penuh dengan kata-kata. Baginya, dunia di dalam buku lebih nyaman daripada keramaian di luar sana.


Listha adalah seorang gadis introvert. Meski memiliki banyak teman, dia lebih memilih menyendiri. Dia tidak suka bermain dengan teman-temannya di taman atau berbicara tentang hal-hal sepele.

Baginya, buku adalah teman sejati. Di antara halaman-halannya, dia menemukan kebahagiaan dan kedamaian. Setiap buku membawanya ke tempat-tempat yang jauh. Dia berlayar di lautan bersama kapten bajak laut, berpetualang di hutan belantara, dan berbicara dengan makhluk ajaib. Dunia imajinasinya lebih menarik daripada dunia nyata. Di sana, dia bisa menjadi siapa saja: seorang pahlawan, seorang penyihir, atau bahkan seorang alien.

Listha menutup halaman terakhir novel yang baru saja ia selesaikan, sebuah senyum puas tersungging di wajahnya. Otot-ototnya merasa kaku, saksi bisu dari jam-jam yang ia habiskan terhanyut dalam kisah yang kini telah berakhir. Dengan gerakan lambat, ia meregangkan tubuhnya, merasakan pegal yang menyebar dari bahu hingga ujung jari. Sambil mengusap leher yang terasa tegang, Listha mendekat ke jendela. Daun-daun berwarna oranye dan merah berjatuhan di luar, tertiup angin musim gugur yang sejuk. Ia membuka jendela, menghirup udara segar yang membawa aroma tanah basah dan kayu.


"Musim gugur selalu membuatku merenung," gumamnya pada diri sendiri. "Setiap daun yang jatuh seperti halaman-halaman kehidupan yang terus berganti."


Tiba-tiba, suara lembut mengalihkan perhatiannya. "Kamu selalu begitu puitis, Listha," kata ibunya dari pintu kamar.

"Buku apa yang kali ini berhasil menawan hatimu?"


Listha tersenyum, membalikkan badan untuk menghadap ibunya.

"Ini tentang petualangan dan cinta, Ibu. Tentang menemukan keberanian untuk menghadapi dunia."


Ibunya melangkah masuk, duduk di tepi tempat tidur. "Dan apa pelajaran yang kamu dapatkan kali ini?"



"Dunia mungkin tidak seperti yang tertulis di buku, tapi itu tidak membuatnya kurang menarik," jawab Listha, matanya berbinar. "Mungkin sudah saatnya aku menulis petualanganku sendiri."


Ibunya mengangguk, penuh pengertian. "Itulah semangat yang kucari darimu. Dunia nyata menantimu, sayang. Jangan biarkan hanya halaman-halaman yang menjadi saksimu."


Listha menahan tawa, terhibur oleh kata-kata ibunya. "Yah, mungkin Ibu memang ada benarnya," ujarnya, suaranya bergetar dengan nada jenaka. "Tapi, Bu..." Dia berhenti sejenak, menimbang kata-kata selanjutnya dengan hati-hati.


Ibunya menatapnya dengan pandangan yang mengerti, seolah bisa membaca pikiran yang berkecamuk di benak Listha. "Tapi apa, sayang?" tanyanya, suara penuh kelembutan dan kesabaran.


Listha menggigit bibir bawahnya, kemudian dengan mata berbinar ia melanjutkan, "Buku-buku yang kumiliki sudah selesai kubaca. Dan... aku merasa seperti ada teman-teman yang menungguku di dalam cerita baru. Bolehkah aku meminta beberapa buku lagi?"


Ibunya tersenyum, lalu tertawa kecil.
"Kau selalu menemukan cara untuk kembali ke dunia bukumu, ya?" katanya sambil mengacak rambut Listha dengan sayang. "Baiklah, kita akan mencari beberapa teman baru untukmu di toko buku besok."

Listha memeluk ibunya, rasa syukur memenuhi hatinya. "Terima kasih, Bu. Kau adalah penjaga perpustakaanku."


.


.


.
.


Keesokan harinya, dengan langkah penuh antisipasi, Listha dan ibunya melangkah masuk ke toko buku yang telah lama menjadi surga bagi gadis itu. Rak demi rak, buku-buku berjajar menawarkan dunia-dunia baru untuk dijelajahi. Listha berkeliling, matanya berbinar saat ia menyusuri lorong-lorong penuh kisah.

Kumpulan cerpenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang