"Mencari siapa, Non?"Aurora telah menginjakan kakinya di depan gerbang rumah putih bergaya eropa. Pagar hitamnya dua kali lebih tinggi dibandingkan dirinya, padahal dirinya sudah termasuk tinggi dibandingkan teman sepantarannya.
Dalam keadaan basah kuyup, hujan angin mengguyur dirinya dari parkiran sekolah sampai detik ini.
Persetan diblacklist lomba dance, Iqbal adalah prioritas hidupnya. Begitu pikirnya.
"Iqbalnya ada di dalam Pak? Saya Rora," tanya Rora dengan badan menggigil, sambil melirik ke dalam halaman. Tak terlihat vespa hijau lumut, mungkin di dalam garasi.
"Dek Iqbal tadi teh pergi sama Nyonya, kayaknya emang pulang cepet, Neng," jelas Satpam, yang tak sesuai ekspektasi Rora.
"Saya ada urusan mendesak sama Iqbal, boleh nunggu di dalam nggak ya Pak?" tanya Rora, sambil memeluk dirinya untuk menyugestikan dirinya sendiri agar terasa hangat.
"Waduh, maaf, tadi teh Nyonya bilang dia pulang larut malam, sama tumben tumbenan Dek Iqbal nitip pesan juga," jelas Pak Suhada, nama yang tertera di seragamnya.
"Pesan apa Pak?"
Satpam itu memang sengaja menghentikan ucapannya sampai di situ. Dia merasa tidak enak hati mengatakannya.
"Kurang lebih, dia lagi nggak mau diganggu sama siapapun, nggak ada urusan penting. Jadi jangan bukakan pagar buat siapapun. Maaf neng."Rora memang sudah menyiapkan mentalnya sejak sebelum sampai di sini. Ah ralat, sejak Iqbal mengirim pesan singkat nan menusuk tadi tanpa penjelasan. Akan tetapi tetap saja, ini masih membuat hatinya menyeri.
"Saya udah kirim pesan kok ke Iqbal, bentar lagi juga pulang Pak, palingan belanja bulanan, tolong ya Pak," mohon Rora, sekali lagi.
"Baik saya sampaikan ke Dek Iqbal dulu ya," kata Satpam, sambil berlalu ke dalam.
Keheningan mendekap erat dirinya, hanya ada suara hujan jatuh di sini. Ia membenci kondisi ini, detik-detik menunggu keputusan yang menurutnya lebih baik sesuai dengan ekspektasinya.
"Iya ini ada Neng Rora, saya kasihkan saja ya Dek ke Neng Rora."
Satpam membuka pintu sambil memegang handphone jadul meskipun hujan mendera tubuh bapak itu sejak tadi. Akan tetapi pandangan Rora terfokus kepada layar kecilnya, telepon sudah dimatikan.
Itu baru disadari Pak Suhada tatkala mereka sudah di pos. Langsung saja Rora mengambil alih handphone itu, dan menelpon Iqbal.
Berdering.
Namun tak diangkat.Sekali lagi ia mencoba telepon.
Akan tetapi masih sama, tak ada jawaban.Respon Rora dan Pak Suhada sama, sama-sama tersenyum dengan makna tersendiri. Rora tersenyum getir melihatnya, sedangkan Pak Suhada tersenyum paksa karena tak enak hati .
KAMU SEDANG MEMBACA
When Strawberry Meet Sandwich (Wattpad Version)
Teen FictionDi ambang kesedihan akibat ditinggalkan sang kekasih secara sepihak, Rora si gadis generasi Z, haus akan atensi, memutuskan untuk memulai project bersama seorang yang baru dikenal untuk membuktikan bahwa keputusan mantan meninggalkannya salah, tanpa...