🥪Kau di mana? (2)

27 11 2
                                    

"Are you okey? Kita pulang aja, ya? Bentar lagi juga magrib," pinta Rio, untuk memecah keheningan di antara mereka berdua, sesaat setelah Rora membuka smartphonenya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Are you okey? Kita pulang aja, ya? Bentar lagi juga magrib," pinta Rio, untuk memecah keheningan di antara mereka berdua, sesaat setelah Rora membuka smartphonenya.

"Nggak, nggak, ini harus diperjua-"

"Berhenti sejenak, membiarkan Iqbal tenang juga perjuangan, Rora. Gue nggak tau masalah kali ini apa lagi, tapi kalau memang sekiranya dia-"

"Nggak! Lo nggak ngerti nggak pernah pacaran"

"Kamu, Ra, yang nggak peka, kalau sekarang juga harus diselesaikan masalahnya, yakin Iqbal responnya kepala dingin? Terakhir dia gimana? Inget kan?"

"Kan ada Rio, ya plis?"

"Nggak, gue nggak tega ngelihatnya, walaupun cuman dari mobil. Ra, lo sadar nggak sih? Tujuan Lo nemuin Iqbal tuh cuman sebatas pengin minta nggak putus aja, sedangkan alasan itu juga nggak cukup kalau berulang kali!"

Rora bergeming, apa yang dikatakan Rio benar adanya. Ia hanya terlalu takut kekasih yang ia cintai itu pergi, sama seperti apa yang dirasakan ibu kandungnya.

"Intinya, beri dia waktu, sambil lo mempersiapkan diri jadi lebih baik, bebenah, gue nggak mau ngeliat Lo sujud sujud lagi, dimaki maki lagi, cuman karena nggak mau berakhir, nggak gitu caranya, Ra."

"Tapi gue emang nggak sala-"

"Salah benar dalam hubungan itu bisa saja subjektif, Ra. Niat kita memang baik, tapi belum tentu orang lain menginginkan kebaikan kita. Sekalipun apa yang lo lakuin kemarin, nggak membenarkan kalau Lo punya hak buat siram Windy di cafe."

Mobil milik Rio telah terparkir rapi di basement apartemen milik ibunya Rora. Perjuangan yang luar biasa untuk meyakinkan Rora

WhatsApp penuh dengan pesan nomor tak di kenal, telepon suara maupun video tak terjawab. Postingan foto Instagram terakhir yang di upload awal tahun, kini penuh dengan komentar netizen yang tidak terkoneksi dengan dirinya.

Ia telah melakukan kesalahan besar, apa yang dilakukannya telah sampai ke indera penglihatan maupun pendengaran Iqbal, kekasihnya.

Tangannya bergetar, tak kuasa menahan bebas hape yang beratnya tidak ada sampai satu kilo itu. Dinginnya hujan dan air conditioner tak mampu mengalahkan panasnya diri Rora. Ia benar-benar kalang kabut, dan hal itu disadari oleh Rio.

"Are you okay?" tanya Rio, sambil memberikan sebotol air mineral.

"Pulang."

"Nggak jadi-"

"KALAU GUE BILANG PULANG, YA PULANG BISA GA SIH?" pinta Rora, setengah berteriak. Jangankan Rio, ia sendiri pun kaget dengan dirinya sendiri. Suaranya terlalu kencang untuk dikatakan dari dalam mobil.

Sepanjang perjalanan hanya kesunyian yang tercipta. Rora kembali larut dengan pikirannya. Hal apa yang harus ia bereskan untuk memperbaiki hubungan yang sudah berserakan tak menentu ini? Apa yang harus ia lakukan, supaya Iqbal memaafkan dan mengerti posisi dirinya, bahwa ini untuk kebaikan dirinya sendiri?

"Kenapa, sih, cinta itu harus tetap diperjuangkan meskipun dengan rasa sakit, sendirian?" tanya Rora, yang kini tangisnya pecah.

Jujur saja, Rio benar-benar kaget dengan tangisannya, maupun ucapannya.

"Kalau bukan diri sendiri, siapa lagi, Ra. Tapi untuk konteks Rora, harus benar-benar dipikirkan lagi dengan dewasa, apakah perjuangan ini memang hal yang diinginkan dengan pasangan kita?"

Rora kembali larut dengan pikirannya. Apakah Iqbal tak mampu melihat perjuangannya sedikit saja, untuk alasan Rora melakukan pertahanan hubungan seperti itu? Ia hadir dengan melakukan seperti tak mungkin tanpa sebab, secercah kekhawatiran hadir dalam lubuk hati Rora yang memiliki kekasih atlet Basket tingkat nasional dengan wajah rupawan.

Lemas, letih, lesu entah karena efek hujan yang telah mengering ditubuhnya, bersamaan dengan dinginnya air conditioner mobil, atau karena video dirinya yang telah viral di dunia maya. Hanya untuk sekedar berjalan ke arah lift pun ia tak sanggup.

Ia hanya ingin pergi, entah ke mana, bahkan jika bisa kembali ke masa lalu, memperbaiki kesalahannya, dan kembali bertemu dan jalan bersama Iqbal di akhir pekan ini.

Rio yang menyadari Rora telah pucat pasi, yak memiliki energi pun segera merangkul untuk membantu jalan. Bagaimanapun juga berdiam diri di dalam mobil dalam keadaan basah kuyup, bisa membuat dirinya sakit.

"Thanks, Yoo," kata Rora, dengan suara lirih

"Santaii, lantai lima kan?"

"Iyaa."

"Ya Tuhan Roraaa, Lo dari mana aja, sih? Gue udah lemes ngeliatnya!" tanya Intan, yang terjadi menunggu di lobi apartemen. "Ini pake jaket gue dulu, senderan aja di pundak gue."

Ia berjalan sambil dirangkul Rio dan Intan. Berjalan dengan rasa was-was, seandainya ada yang mengenali dirinya lewat video. Untung saja keadaan lobi sepi, hanya ada resepsionis yang menatap mereka bertiga.

Sesampainya di sana, Rora langsung merebahkan diri di kasur kamarnya, kepalanya berdenyut dan matanya berkunang-kunang. Melihat hal itu, Rio membawa air minum dan sebutir Paracetamol.

Perhatian mereka langsung tertuju kepada pintu, yang telah terbuka, menampilkan seseorang yang sama bas

Perhatian mereka langsung tertuju kepada pintu, yang telah terbuka, menampilkan seseorang yang sama bas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

ah kuyup ... dan menyedihkan.

When Strawberry Meet Sandwich (Wattpad Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang