16: Kunjungan 2-A

500 50 10
                                    

Di tengah riuh berisiknya pikiran [Name] kala itu, diiringi oleh suara kendaraan melaju cepat. Pada jam-jam tengah malam pun, beberapa insan masih sibuk di jalanan. Pada akhirnya, mereka juga akan kembali di bangunan yang disebut rumah itu.

- Dan pada akhirnya, perempuan yang tengah terbaring lemah di ranjang akan luluh juga dalam perbincangan kelam di depan insan yang dianggap rumahnya.

Ini sederhana. Ia hanya perlu meluapkan seisi pikiran yang dikeluhkan sedari kemarin. Maka, apa sisi rumitnya? Rumitnya, mereka bukan lah saudara yang benar-benar dekat. Bahkan, dari mata ke mata saja sudah jauh- apalagi hati ke hati.

Sifat ekspresifnya mulai berkembang, bukan? Ia sudah bisa mengeluarkan setidaknya sebutir-dua butir air mata yang tengah keluar dari kelenjar matanya. Lagi pula, apa yang dibicarakan? Ya namanya perbincangan kelam, masa iya omongin episode Doraemon.

Pria bersayap di dekat [Name] menunggu perempuan di depannya meredakan emosi sembari mengupas sebuah kulit apel di genggamannya dengan kasar. Ia duduk di tepi kasur, gendang telinganya dapat menangkap isakan tangis sang gadis dengan kencang.

Terdengar jelas embusan angin yang keluar dari bibir dan hidung sang pria. "Sudah jam sembilan, [Name]. Mending tidur saja," saran Hawks yang belum ditanggapi oleh gadis tersebut, yang membuatnya hanya bisa terdiam dan terus mengupas kulit apel dengan pisau tajam di tangannya.

Ah, sial. Ia menyesal. Ia menyesal setelah tidak sengaja memancing perbincangan yang tak pantas seperti ini. Harusnya Ia tahu bahwa kondisi adiknya sedang tidak baik-baik saja. Dari fisik sampai ke hati- belum sepenuhnya pulih. Dari dulu, pria itu sudah berpikir kalau dirinya memang tidak cocok mengambil peran anak pertama.

"Mau makan dulu?" Hawks menyodorkan sepotong apel di tangannya, tentu di bagian kulit sudah terkupas oleh Hawks. Melihat makhluk yang diajak bicara justru terdiam dan masih tenggelam dalam isakan tangisnya, Hawks langsung memasukkan apel tersebut- secara sedikit kasar, sepertinya.

Siapa yang tak kaget? [Name] langsung berhenti bersuara dan mendongak ke arah kakak lelakinya. Suasananya kembali canggung. Hawks mengalihkan perhatiannya dan sok-sok-an sibuk kembali dengan kegiatan mengupas apelnya.

Ini cukup tidak nyaman. Ia baru sadar sudah di ruangan [Name] beberapa jam sampai lupa kembali ke agensinya. Anehnya lagi, tak ada orang lain yang masuk ke dalam setelah Hawks. Apa mungkin mereka takut? Yailah, orang siluman aneh kayak gitu.

Akhirnya Hawks beranjak dari kasur dan segera mengalihkan tangan kekarnya ke pucuk surai apricot [Name], mengusapnya dengan penuh kelembutan. Walau terlihat jelas mukanya sudah songong duluan. "Lanjut tidur aja, ya. Maaf kalau terlalu lama di sini."

Hawks melontarkan sedikit lirihan pelan sebelum terbang keluar jendela kamar inap [Name]. Iya, jendela. Gak salah baca. Jadi dia dari berdiri di samping kasur langsung terbang lewatin [Name] yang lagi bingung-bingungnya dengan polos dan muka watados. [Name] sendiri justru melamun dan menengok ke arah jendela. Melihat pria itu melambaikan tangannya, dibalas seekor jari sopan yang terangkat (baca: jari tengah).

Yaudah lah namanya juga adik-kakak. Masa gak pernah kelahi sih? Apalagi yang modelannya kayak Hawks, itu berantem tiap detik juga hayuk gas aja.

Dibalik layar, mereka juga menyembunyikan perasaan lembut yang tak tersampaikan. Pelakunya, kekurangan komunikasi. Gengsi, dasarnya. Apa yang ingin disampaikan, terasa belum pantas jika mulut dari seorang penjahat berkata seperti itu.

Hawks tak mau mengakui berita yang beredar di televisi. Pahlawan top yang membasmi kejahatan atau sayap merah yang melawan keterpurukan. Di cermin, ia hanya lah seorang anak sulung yang kekurangan kasih sayang. Ia menyayangi adiknya sendiri, tetapi apakah dirinya juga dikasihi?

Keiteishimai | Hawks As Ur Big Brother (Fem!Reader)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang