"Huwaaaaaaaaaa!!! Mamaaaaa"
Tangisan melengking seorang anak perempuan meramaikan suasana pagi yang seharusnya masih sepi. Seorang pria berambut hitam dengan brewoknya yang tebal berusaha menenangkan anaknya yang menangis tiada henti.
"Mirai, anak baik. Hari ini main dengan papa saja ya? Mama sedang sibuk"
"Enggak! Enggak! Mirai mau Mama!"
Mirai menghentak-hentakkan kakinya diatas lantai sambil menjerit keras. Ia tak mau bersama papanya. Ia hanya menginginkan mamanya. Mirai hanya ingin diperhatikan oleh mamanya, namun mamanya selalu tak acuh padanya.
"Huwaaaa Mamaa! Mama!"
Asuma memijit kepalanya sendiri yang terasa pusing. Hampir setiap pagi ia harus kewalahan sendiri karena mengurus Mirai yang memiliki sifat keras kepala seperti dirinya.
Istrinya?
Tak usah ditanya. Sudah sejak pagi dia pergi entah kemana. Asuma terkadang heran, mereka sudah menikah hampir 8 tahun lamanya namun semakin lama pernikahan mereka semakin renggang.
Istrinya seolah tak lagi peduli padanya, lagi pada putri mereka ya g baru berusia 4 tahu. Asuma selalu ingin memiliki keluarga yang harmonis. Maka dari itu ia segera melamar Kurenai meski saat itu hubungan mereka baru sebentar. Namun setelah 3 tahun menikah, sikap Kurenai semakin menjadi apalagi setelah Mirai lahir.
"Mirai, papa harus pergi kerja nak. Papa janji akan membawa mama nanti"
"Bohong! Papa bohong!"
Mirai sudah bosan mendengar janji papanya yang akan membawa mamanya namun tak pernah terlaksana.
"Mirai...."
"Enggak! Enggak!"
Mirai yang kehilangan kesabarannya menjatuhkan diri ke atas lantai lalu berguling-guling sambil menjerit. Asuma yang melihatnya semakin kelimpungan. Ia tak terlalu mengerti bagaimana harus menanggapi anak yang sedang tantrum.
"Tuan, tak apa. Biar kami yang menjaga nona Mirai. Nanti juga nona akan berhenti menangis kalau sudah lelah" usul salah seorang pelayan.
Asuma sebenarnya tak tega tapi ia sudah terlambat 20 menit. Sebagai seorang atasan alangkah tak beradabnya ia jika terus-menerus datang terlambat. Namun ia tak bisa mengabaikan putri kecilnya. Tapi kali ini ia harus tega. Ada rapat penting yang harus ia hadiri.
"Aku titip Mirai, bi"
"Baik tuan"
"Papa!!!! Huwaaaaaaaaaa"
Asuma segera meninggalkan rumah tanpa menoleh kebelakang. Ia tak akan tega melihat putrinya menangis seperti itu. Sudah pasti hatinya akan luluh dan ia akan batal pergi bekerja.
Asuma membaca pesan yang dikirim pelayan di rumah. Mirai sudah tenang, meski mood ya masih buruk dan menolak makan juga tidur siang. Asuma menghela nafas lelah, menjadi seorang ayah ternyata begitu berat.
Ceklek
"Yo! Sensei. Ayo kita makan siang"
Shikamaru, salah satu putra dari sahabatnya masuk tanpa mengetuk pintu. Ia sudah terbiasa keluar masuk ruang kerja Asuma. Hubungan mereka sangat dekat bahkan bisa di ilah seperti sahabat.
"Kebiasaan,kau pikir apa gunanya pintu?"
"Untuk dibuka lalu di tutup. Apa lagi?"
Asuma berdecak mendengar jawaban asal itu. Shikamaru memang seperti itu. Sifatnya jujur dan apa adanya. Ia adalah anak yang pintar namun sangat pemalas. Secara khusus ayah shikamaru menitipkannya untuk ia didik.
KAMU SEDANG MEMBACA
New Nanny ✔️
FanfictionAsuma dan Kurenai sudah cukup lama menikah. Namun semakin lama sifat Kurenai berubah, terutama setelah anak pertama mereka lahir. Hubungan mereka semakin dingin dan renggang. Khawatir pada tumbuh kembang anaknya, Asuma mempekerjakan Nanny baru untuk...