Asuma terpuruk dalam kekecewaannya sendiri. Amplop coklat yang tempo hari ia temukan berisi foto-foto vulgar Kurenai bersama pria lain. Bukan hanya satu pria, Kurenai menghianatinya dengan banyak pria dan itu membuat perasaan Asuma semakin sakit. Asuma jadi sadar, meskipun ia suami sah Kurenai, ia tak ada bedanya dengan pria-pria itu. Ia hanya satu dari sekian banyak pria yang ada disamping Kurenai.Selama ini, Asuma bisa bertahan jika Kurenai tak menganggapnya dengan harapan bahwa suatu hari kesabarannya akan terbayar.
Namun ketika melihat Kurenai yang degan santainya bermain dengan pria lain tanpa memikirkan perasaannya membuat Asuma luar biasa kecewa. Tiada hari yang tak dilewati tanpa menenggak alkohol. Setiap malam, ia akan sibuk minum sampai mabuk dan tak sadarkan diri.
Hanya dengan cara begitu ia bisa mengosongkan kepalanya dari semua permasalahan yang begitu menghimpit perasaannya.
Asuma berusaha terlihat tegar dihadapan Mirai. Ia juga berusaha bersikap normal dihadapan semua pekerjanya, akan tetapi ketika ia sendirian seperti sekarang semua pikiran negatif dikepalanya menjadi satu dan membuatnya tersiksa. Hanya dengan membuat dirinya tak sadar Asuma bisa menghilangkan semua perasaan tak menyenangkan ini.
Tok.... Tok.... Tok
"Tuan, Izinkan saya masuk" terdengar suara Naruto dari balik pintu.
"Masuklah" Jawa Asuma dengan suara serak.
Begitu menginjakkan kaki kedalam ruang kerja Asuma, Naruto mencium aroma alkohol yang begitu menyengat. Dilihatnya sang majikan sedang duduk sambil menenggak minumannya. Terdapat 3 botol yang isinya sudah berpindah kedalam perut Asuma.
Melihat keadaan Asuma, Naruto mengepalkan tangannya. Tanpa diminta ia langsung duduk dan segera membersihkan minuman milik Asuma.
"Berhenti, aku belum selesai"
Naruto tak menggubris dan tetap membersihkan semua botol minuman yang tersedia. Terserah jika ia disebut lancang, ia tak tahan melihat pemandangan seperti ini. Ia tak pernah suka ketika melihat seseorang yang melarikan diri dari masalah dengan mabuk-mabukan.
Naruto memasang wajah marah lalu menatap Asuma emosi.
"Tuan, berhenti! Anda tak boleh bersikap seperti ini!"
"Tutup mulutmu! Kau hanya pembantu di rumah ini! Jangan ikut campur!"
"Mana mungkin saya tak ikut campur ketika melihat anda begini! Bagaimana dengan Mirai jika anda bersikap seperti ini!"
"Diam! Tak usah sok peduli! Memang kau siapa? Kau hanya pengasuhnya! Kau Bukan ibunya!"
Mereka saling menatap dalam keadaan sama-sama emosi. Naruto mungkin hanya pengasuh Mirai, tapi ia sangat menyayangi anak itu. Nasib Mirai tak jauh beda darinya, sama-sama terjebak diantara orang tua egois yang tak memikirkan perasaan anaknya.
Naruto yang teringat akan masa kecilnya kemudian menangis. Tangisan itu membuat Asuma tertegun. Baru pertama kali ia melihat Naruto menangis.
"Tuan, saya memang bukan siapa-siapa. Tapi percayalah saya sangat menyayangi Mirai. Karena itu saya tak mau Mirai bernasib seperti saya"
"Bernasib sama? Apa maksudmu"
Naruto mengatur nafas sebelum hendak bercerita. Tak mudah mengingat kenangan masa lalu. Apalagi kenangan dimasa tersulit dalam hidupnya.
"Dulu saya memiliki keluarga yang harmonis. Namun rupanya semua itu palsu. Keadaan rumah tangga orang tua saya sangat berantakan. Ayah saya punya wanita lain dan meskipun ibu saya sudah mengetahuinya, ibu saya berusaha bertahan. Dalihnya selalu sama, ibu saya bertahan demi saya. Ibu saya tak mau saya tumbuh besar tanpa seorang ayah"
KAMU SEDANG MEMBACA
New Nanny ✔️
FanfictionAsuma dan Kurenai sudah cukup lama menikah. Namun semakin lama sifat Kurenai berubah, terutama setelah anak pertama mereka lahir. Hubungan mereka semakin dingin dan renggang. Khawatir pada tumbuh kembang anaknya, Asuma mempekerjakan Nanny baru untuk...