Zahra keluar dari gedung sekolah tersebut dengan rambut yang sudah berantakan. Saat adu jambak tadi, tiba-tiba ada Bu Cinta yang menghentikan pertengkaran mereka. Zahra sangat lega kala Ibu Guru sekaligus tantenya Hana itu datang melerai. Ia yang tadinya hanya ingin menghentikan Hana, pada akhirnya ikut dalam pertarungan itu lantaran teman-teman Berta ikut menjambaknya.
Dengan keadaan yang lelah, Zahra pun berjalan menuju ruang loker. Tidak elok rasanya jika dirinya pulang dengan keadaan seperti ini. Apalagi papanya sudah menunggu di depan. Dengan kecepatan ekstra, akhirnya gadis itu sudah mengganti baju dan merapikan rambutnya. Untuk rok tak ia ganti, karena tidak ada persediaan di lokernya.
Gadis itu pun menghampiri papanya yang sedari tadi menunggunya. Sesampainya di sana, Zahra langsung menyalami Azhar, dan menyambutnya dengan senyuman ramah.
"Papa udah lama nunggu?" tanya Zahra setibanya di depan papanya.
"Enggak. Papa baru sampai tadi, saat telepon kamu," jawabnya.
Zahra pun mengangguk, lalu keduanya pun naik ke mobil. Di dalam mobil Azhar tampak melihat penampilan putrinya tersebut. Sebelumnya di rumah sakit, Azhar mendapatkan informasi dari rekan kerjanya, kalau teman putrinya dirawat di rumah sakit tempatnya bekerja, akibat kasus perundungan. Dengan informasi tersebut, lelaki empat puluh tahunan itu pun menjenguk Sesilia. Ia juga mendapatkan informasi kalau putrinya yang menyelamatkan Sesilia. Sesilia mengatakan kalau Zahra baik-baik saja. Saat itu Azhar sangat bersyukur.
Namun kini, saat melihat penampilan putrinya secara langsung, Azhar merasa sangat khawatir. Ia tidak ingin jika putrinya mendapatkan perlakuan tidak baik atas sikapnya membantu Sesilia.
"Are you oke? Papa lihat rok kamu basah, dan seragam kamu gak digunakan?" tanya Azhar mencoba mengulik putrinya.
"Aku baik-baik aja, Pa. Cuma tadi, ada masalah sedikit di sekolah. Sesilia dapat perlakuan gak baik dari kakak kelasku," jawab Zahra. Kalau papanya sudah bertanya begini, Zahra terpaksa harus menceritakan kejadian saat pulang tadi. Karena pertanyaan ini, pasti pembuka dari pertanyaan selanjutnya.
Zahra mengambil permen di sakunya, lalu memainkan permen tersebut dengan tangannya. Jalanan sore hari ini sangat ramai dengan orang-orang yang baru pulang kerja dan sekolah.
Azhar mengangguk. "Tadi Papa menjenguk Sesilia, dan dapat informasi kalau kamu ada di sana membantu Sesilia sampai menuju ruang kesehatan. Papa bersyukur saat Sesilia mengatakan kamu baik-baik aja. Tapi melihat penampilan kamu hari ini, Papa curiga. Apa teman-teman yang merundung Sesilia, melakukan hal gak baik sama kamu?" Zahra berpikir sebentar kala papanya bertanya demikian. Ia harus menggunakan kata-kata yang baik, agar papanya tidak murka dengan sikap teman-teman Berta tersebut. Biarlah rasa tak suka pada mereka, hanya dirinya sendiri yang merasakannya.
"Gak gitu Pa. Kebetulan seragamku kena basah sampai ke rok saat aku ke kamar mandi. Yaudah aku ganti aja seragamnya sama kaos yang ada di loker. Udah gitu doang, gada hubungan apa pun sama temen-teman si Berta itu." Zahra memilih menceritakan kejadian itu dengan karangannya. Ia tidak ingin papanya khawatir dengan dirinya.
"Serius?" Azhar meyakinkan hingga Zahra pun menjawabnya dengan mimik wajah yang meyakinkan. Hingga akhirnya Azhar pasrah saja saat putrinya berkata demikian.
"Zahra, sebagai orang tua, Papa sangat khawatir bila ada yang bersikap gak baik sama kamu. Apalagi kamu tadi nyelamatin Sesilia. Takut mereka balas dendam sama kamu. Pesan Papa, kamu harus selalu hati-hati sama siapapun. Menolong orang itu boleh saja, tapi kamu juga harus memikirkan keselamatan dirimu juga. Jangan bertindak gegabah," ucap Azhar memberi saran. Azhar sangat paham dengan putrinya. Gadis itu terkadang tidak terbuka dengan orang tua sendiri. Sehingga dia hanya bisa memberi pesan seperti ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Colour of Zahra's Life [TERBIT]
Teen Fiction[SELESAI] Seorang gadis SMA berpacaran dengan seorang kakak kelas di sekolah yang sama. Gadis itu bernama Zahra. Zahra sangat mencintai Khalif, begitupun sebaliknya. Namun cinta mereka diuji oleh mamanya Khalif yang tidak menyetujui putranya berpaca...