Bab 4 : Purpose

43 9 77
                                    

Hidup itu memiliki dinamikanya sendiri. Ada sedih, kecewa, dan rasa marah. Jika hidup ini hanya lurus saja tanpa ada masalah, maka manusia tidak akan merasakan apa itu empati. Bahkan bisa saja kata empati tidak akan ada di kamus manapun. Sehingga, Tuhan memberikan masalah kepada tiap hamba-Nya, agar manusia dapat belajar.

Zahra dulu sempat bertanya tentang hidup saat melihat anak kecil memberikan sepotong roti kepada anak kecil lainnya. Lalu membandingkan hal itu dengan Sesilia. Hingga ia pun mencoba untuk merenung dan menemukan jawabannya tersebut.

Hal itu sudah terjadi tiga bulan lalu. Sebulan sebelum persidangan. Selama waktu itu pun, Zahra pernah mengalami rasa sedih saat mamanya harus dirawat di rumah sakit. Namun kini, ia sudah bisa tersenyum seperti dahulu lagi.

"Gawat-gawat, Bu Jihan datang," ucap salah seorang siswa yang baru kembali dari kamar mandi.

Para siswa yang mendengar itu pun langsung duduk di mejanya masing-masing. Termasuk Zahra yang sedari tadi sedang bercanda dengan Hana.

Tidak lama, Bu Jihan pun datang dan menyapa siswa IPA satu.

"Selamat siang anak-anak," sapanya ramah yang kemudian dijawab oleh para siswa.

"Siang Bu."

Bu Jihan pun tersenyum. "Kali ini kita akan presentasi mengenai tugas yang sudah Ibu kasih Minggu lalu. Silakan duduk bersama dengan kelompoknya masing-masing."

Para siswa pun menuruti perintah Bu Jihan. Zahra, Hana, Daniel, dan satu laki-laki lainnya pun berkumpul bersama dengan membawa mejanya masing-masing.

Zahra sangat bersemangat dengan pelajaran Bu Jihan. Selain pelajaran Biologi yang menyenangkan, penjelasan guru tersebut pun sangat mudah dipahami.

Zahra mengambil hasil tugas kelompoknya di tas, lalu menaruhnya ke meja.

"Untuk tugas presentasi, kita sesuaikan seperti gladi resik kemarin ya," beritahu Zahra yang diangguki oleh mereka.

"Btw, kalian udah pada belajar kan, tentang materi presentasi kita?" tanya Hana yang duduk di sebelah Zahra.

Daniel dan satu siswa lainnya pun mengangguk bersamaan. "Udah Na, tenang aja," ucap siswa yang bernama Gio tersebut.

Hana pun memberikan jempolnya. "Bagus. Gue percaya, kelompok kita bakal dapat nilai A plus."

Zahra mengaminkan doa temannya tersebut. Kelas ini memang kumpulan siswa pintar, sehingga persaingan antar siswanya pun luar biasa.

Bu Jihan mempersilakan perwakilan kelompok untuk ke depan mengambil nomor urut tampil. Dari kelompok Zahra, Gio yang mewakili.

Zahra di tempat duduknya dengan santai melihat perwakilan tiap kelompok maju ke depan sambil mengetuk-ngetuk pulpennya ke meja.

Daniel yang melihat itu pun tampak menghela napas, lalu memegang tangan Zahra agar gadis itu berhenti mengetukkan pulpen.

"Berisik Zahra," ucapnya.

Zahra yang ditegur itu pun langsung meletakkan pulpennya ke meja. "Sorry," ucapnya sambil tersenyum. Kemudian gadis itu pun mengelap tangannya.

***

Presentasi pun selesai bersamaan dengan bel istirahat ke dua berbunyi. Ibu Guru Jihan tampak bangga dengan hasil presentasi IPA satu, sehingga mempersilakan siswa kelas tersebut untuk bertepuk tangan sebagai bentuk apresiasi pada diri sendiri.

"Ibu merasa bangga dengan hasil presentasi hari ini. IPA satu memang terkenal kritis. Sehingga kekritisan itu menghasilkan ilmu baru yang bisa kita diskusikan bersama. Oke, karena bel istirahat sudah berbunyi, Ibu cukupkan pelajaran hari ini. Sampai bertemu kembali di pelajaran berikutnya," ucap Bu Jihan.

The Colour of Zahra's Life [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang